Internasional

Heboh RI 'Murka' di PBB, Vanuatu 5 Kali Usik Papua

Thea Fathanah Arbar & sef, CNBC Indonesia
29 September 2020 06:55
Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman
Foto: Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman (Manuel Elias/UN Photo via AP)

Jakarta, CNBC Indonesia - Vanuatu, salah satu negara di Pasifik menyinggung soal Papua merdeka di sidang majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bahkan negeri itu menuduh RI melakukan pelanggaran HAM di Papua.

"Ada pelanggaran hak asasi manusia terjadi di tengah-tengah kita ... di region kita, orang-orang di Papua terus menerus menderita dari siksaan pelanggaran HAM," ujar Perdana Menteri Republik Vanuatu, Bob Loughman, menyampaikan pidato di depan sidang dari akun resmi Youtube PBB, Minggu (27/9/2020) waktu setempat.



"Tahun lalu, pemimpin dari forum pulau-pulau Pasifik meminta pemerintah Indonesia untuk mengizinkan Komisi HAM PBB untuk datang ke Papua Barat ... Hari ini kami meminta secara terhormat pemerintah Indonesia untuk melihat suara pemimpin Pasifik,".

Ini membuat RI memakai hak jawab dan membantah Loughman. Diplomat RI di PBB menilai tuduhan merupakan intervensi pada urusan dalam negeri dan menyebut tudingan itu memalukan.

"Bagaimana bisa sebuah negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," kata Silvany Austin Pasaribu dalam pidatonya.

"Ini memalukan, di mana satu negara terus terobsesi berlebihan tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak."

RI mengingatkan Vanuatu bukan representasi rakyat Papua. Vanuatu sebelumnya juga memasukkan tokoh Gerakan Pembebasan Papua, Benny Wenda ke delegasi Komisioner Tinggi HAM PBB.

Republik Vanuatu sendiri merupakan negara kepulauan di Samudra Pasifik bagian selatan. Negara "seujung kuku" ini terletak di sebelah timur Australia, timur laut Kaledonia Baru, barat Fiji dan selatan Kepulauan Solomon.

Nama Vanuatu berasal dari kata "vanua" yang berarti "tanah" atau "rumah", kata ini juga terdapat dalam beberapa rumpun bahasa Austronesia, dan kata "tu" (berdiri). Penggabungan kedua kata tersebut menunjukkan status independen dari suatu negara baru.

Awalnya, wilayah ini diberi nama La Austrialia del EspĂ­ritu Santo oleh Fernandes de Queiros dari Portugis beserta armadanya dari Spanyol yang pertama kali menginjakkan kaki di kepulauan tersebut pada tahun 1606.

Namun pada tahun 1880, kepulauan ini jatuh ke tangan Prancis dan Britania Raya. Pada tahun 1906, kedua negara ini setuju untuk membentuk pemerintahan bersama atau kondominium yang diberi nama Hebrides Baru.

Gerakan kemerdekaan mulai muncul tahun 1970, dan Republik Vanuatu berhasil merdeka pada 30 Juli 1980. Negara seluas 12,189 km2 dengan Ibu Kota Port Vila ini kemudian menjadi anggota PBB, Persemakmuran Britania, Francophonie, dan Forum Kepulauan Pasifik.

Sejak 1994, Vanuatu dibagi menjadi 6 provinsi. Nama dari semua provinsi berasal dari huruf pertama dari nama pulau-pulau konstituen mereka, yakni Malampa (Malakula, Ambrym, Paama); Penama (Pentecost, Ambae, Maewo); Sanma (Santo, Malo); Shefa (Shepherd, Efate); Tafea (Tanna, Aniwa, Futuna, Erromango, Aneityum); dan Torba (Torres, Banks).

Dengan jumlah populasi 307.815 per 2020, Vanuatu kini terkenal dengan penawaran scuba diving di terumbu karang, gua bawah air, dan melihat bangkai kapal seperti kapal pasukan SS President Coolidge era Perang Dunia II.


Republik Vanuatu rupanya rutin menyerang Indonesia mengenai HAM masyarakat Papua di sidang majelis umum PBB setiap tahunnya.

Negara Samudra Pasifik itu selalu memanfaatkan kesempatan berbicara di Sidang Majelis Umum PBB untuk masalah ini sejak tahun 2016. Berikut rentetan kritik Vanuatu mengenai masalah HAM masyarakat Papua di Indonesia:

2016

Sejak 2016, Vanuatu bersama negara-negara di Kepulauan Pasifik lainnya mengkritik catatan HAM Indonesia di Papua dan Papua Barat. Mereka menggunakan kesempatan berpidato di Majelis PBB untuk mendesak RI memberikan Papua untuk menentukan nasib mereka.

Pidato pihak Vanuatu langsung mendapatkan respon yang kuat dari delegasi Indonesia, yakni Nara Masista Rakhmatia, pejabat di misi tetap Indonesia untuk PBB. Ia menyatakan kritik itu bermotif politik dan dirancang untuk mengalihkan perhatian dari masalah di negara mereka sendiri.

2017

Pada tahun berikutnya, Vanuatu masih membawa isu yang sama pada acara Sidang Umum PBB ke-72. Perwakilan RI, Ainan Nuran membacakan hak jawab dalam sesi debat umum, menyatakan jika sudah terlalu banyak kabar hoax mengenai hal ini.

"Satu kali sudah terlalu banyak untuk hoax dan dugaan keliru yang diedarkan oleh individu-individu yang termotivasi untuk melakukan aksi separatis di Papua dan Papua Barat," ungkap Ainan, sebagaimana dikutip dari Detikcom.

Ainan juga menambahkan beberapa nama negara yang pro-separatis. Ia mengatakan jika mereka sengaja tak mau mengerti atau bahkan menolak untuk mengerti soal pembangunan di Papua dan Papua Barat.

2018

Tahun 2018, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK), yang menjabat kala itu, menyinggung soal pentingnya menghormati kedaulatan negara lain dalam sidang umum PBB. JK bahkan menyindir Vanuatu yang dianggap mendukung gerakan separatis.

"Ada negara, ya kalau kita sebut di sini seperti Vanuatu, itu yang selalu memunculkan isu yang tidak benar tentang pelanggaran HAM, tentang tidak sahnya bergabungnya Papua ke Indonesia, itu kan melanggar prinsip-prinsip PBB itu sendiri," kata JK usai sidang umum di Markas PBB, New York pada Kamis (27/9/2018) silam.

2019

Perdana Menteri Vanuatu, Charlot Salwai Tabimasmas menyebut ada dugaan pelanggaran HAM di Papua dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum ke-74 PBB. Tabimasmas berharap PBB bisa mencari solusi untuk masalah dan mendatangi Papua untuk mengecek kondisi di sana.

Indonesia kembali menggunakan kesempatan hak jawab untuk memberi balasan tegas kepada Vanuatu yang kembali mengangkat isu tersebut. Diplomat Rayyanul Sangadji menuding motif Vanuatu mengangkat isu Papua di PBB bukanlah dilatari kepedulian terhadap HAM melainkan karena negara itu mendukung separatisme. Ia menyebut langkah provokatif Vanuatu adalah state-sponsored separatism.

Selain itu, RI juga mengecam tindakan Vanuatu yang sengaja memasukkan Benny Wenda ke kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia Persatuan Bangsa-bangsa (KTHAM PBB). Benny merupakan pemimpin United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) atau Gerakan Pembebasan Papua.

2020

Tahun ini pihak Vanuatu kembali mengungkit masalah yang sama lewat pidato yang dibawakan oleh Perdana Menteri Vanuatu, Bob Loughman.

Pidato Loughman ini ditanggapi oleh Diplomat perwakilan Indonesia Silvany Austin Pasaribu, mengatakan negara ini terlalu ikut campur dengan urusan Indonesia. Silvany juga mengingatkan Vanuatu bukan representasi rakyat Papua.

"Bagaimana bisa sebuah negara berusaha mengajarkan negara lain, tapi tidak mengindahkan dan memahami keseluruhan prinsip fundamental Piagam PBB," kata Silvany dalam pidatonya. "Ini memalukan, di mana satu negara terus terobsesi berlebihan tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak."

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular