RI Supermarket Bencana, Bikin Rugi Rp22,8 Triliun per Tahun!

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
24 September 2020 12:07
Banjir Jakarta (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Banjir Jakarta (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menjadi salah satu negara yang paling sering diterjang bencana alam. Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danis Hidayat Sumadilaga, bahkan menyebut negeri ini sebagai supermarket bencana.

"Letak Indonesia yang berada di ring of fire membuatnya dikenal sebagai supermarket bencana, terutama bencana gempa dan erupsi gunung berapi yang berpotensi memicu bencana turunan seperti tsunami, liquifaksi, dan lain sebagainya," kata Danis dalam Lokakarya Virtual bertajuk 'Megainfrastuktur dan Infrastruktur Tahan Gempa Karya Anak Bangsa', Kamis (24/9/2020).

Kondisi itu membuat dampak kerugian yang tidak sedikit. Danis menyebutkan bahwa kerugian yang diderita akibat bencana sangat besar, baik korban jiwa, kerusakan bangunan dan infrastruktur maupun kerugian finansial.

"Sepanjang 2000-2016, jika dirata-rata kerugian ekonomi langsung akibat bencana alam setiap tahunnya mencapai Rp 22,8 triliun," ujarnya.

Menurut Danis, banyaknya bangunan yang rusak berat ini disebabkan karena bangunan-bangunan tersebut belum menerapkan standar kegempaan secara baik dan benar.



"Selain itu rusaknya infrastruktur juga menyebabkan terputusnya akses sehingga semakin menyulitkan proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana," kata Danis.

Karena itu, ia menilai, teknologi konstruksi tahan gempa sangatlah diperlukan untuk menjawab tantangan pengurangan risiko bencana akibat gempa. Pada 2020 Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR telah menuntaskan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) di bidang struktur dan konstruksi bangunan.

Salah satu yang ditunggu adalah SNI 1726 2020 tentang tata cara perencanaan tahan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non-gedung. Standardisasi itu merujuk pada peta dan sumber bahaya gempa tahun 2017. SNI bidang struktur dan konstruksi tersebut diharapkan dapat meningkatkan ketahanan konstruksi dalam menghadapi bahaya gempa.

"Namun SNI itu tidaklah cukup untuk meningkatkan ketahanan infrastruktur. Kita memerlukan ketahanan teknologi rekayasa gempa untuk meningkatkan kualitas, metode dan waktu pengerjaan hingga biaya konstruksi," ujar Danis.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Data Bank Dunia: RI Negara dengan Ancaman Bencana Tertinggi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular