
Anda Semua Akan Jadi Saksi Sejarah Betapa Seramnya Covid-19!

Jakarta, CNBC Indonesia - Umat manusia yang hidup saat ini akan menjadi saksi sejarah betapa tak berdayanya spesies Homo sapiens ketika agen infeksi ultra mikroskopis bernama SARS-CoV-2 muncul di China akhir tahun lalu dan merebak secara global sampai sekarang.
Tercatat sejak 11 Maret 2020 ketika Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendeklarasikan status pandemi, berarti sudah lebih dari satu semester virus ganas itu beredar dan menjangkiti lebih dari 30 juta penduduk bumi.
Ada 959 ribu orang yang dilaporkan terenggut nyawanya akibat mengidap Covid-19. Dengan angka ini maka tingkat kematian global akibat Covid-19 berada di level 3,2%. Tingkat kematian ini memang jauh lebih rendah dibanding wabah SARS & MERS yang tingkat fatalitasnya masing-masing 10% dan 34%.
Tingkat kematiannya memang lebih rendah. Namun banyak penderita Covid-19 yang tak bergejala (asimptomatis) ternyata mampu menularkan virus ke orang lain. Hal ini semakin memperburuk kondisi karena banyak kasus yang belum terdeteksi.
Semakin terintegrasinya perekonomian global dan didukung dengan tingginya mobilitas publik lintas negara bahkan benua membuat wabah ini jauh lebih cepat menyebar ketimbang wabah sebelumnya.
Sampai saat ini vaksin yang ampuh dan aman belum juga tersedia. Pemerintah dan para pengambil kebijakan hanya bertumpu pada penerapan pembatasan sosial mulai dari yang ketat seperti lockdown nasional hingga yang paling ringan adalah jaga jarak aman atau social distancing.
Namun konsekuensi dari pengetatan dan penguncian sangatlah besar. Ekonomi dunia harus mengalami resesi yang jauh lebih parah ketimbang krisis keuangan tahun 2008.
Duo lembaga keuangan yang bermarkas di Washington yakni World Bank & IMF memperkirakan kontraksi output global sebesar 4,9% - 5,2% untuk tahun ini. Dunia pun tenggelam dalam resesi yang selama ini sudah jadi momok menakutkan.
Salah satu indikasi resesi adalah angka pengangguran yang melonjak tinggi serta kemiskinan yang merajalela.
The Great Lockdown tidak hanya membuat permintaan akan barang dan jasa merosot. Namun permintaan terhadap sektor tenaga kerja juga ikut menurun drastis karena pabrik dan perkantoran banyak yang tutup atau bahkan beroperasi dengan kapasitas yang lebih rendah.
Pekerja yang dirumahkan dan terkena PHK pun melonjak. Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada semester kedua tahun ini jumlah jam kerja yang hilang adalah 1,2% atau setara dengan 34 juta lapangan pekerjaan tetap.
Banyaknya pengangguran membuat kemiskinan juga ikut terkerek naik. Tiga peneliti asal King's College London dan Universitas Nasional Australia memperkirakan jumlah penduduk miskin dunia tahun ini bakal mencapai 1,12 miliar orang atau setara dengan 14,3% dari total populasi global.
Akan ada tambahan 400 juta orang dalam keadaan yang mengalami kemiskinan ekstrem. Artinya jika mengacu pada definisi Bank Dunia, kelompok yang berada di garis kemiskinan ekstrem ini harus hidup di bawah US$ 1,9 per hari atau setara dengan Rp 27.550/hari asumsi kurs Rp 14.500/USS$
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bagaimana Nasib Indonesia? (NEXT)