
'Cuan' Recep Tayyip Erdogan dari Kemesraan China-Turki

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemitraan strategis antara China dan Turki dinilai memberikan keuntungan kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di tengah tekanan politik dan ekonomi saat ini.
Penilaian itu dituliskan duo peneliti Turki di Amerika Serikat (AS), yaitu Associate Director of the programme on Turkey di Standford University Ayca Alemdaroglu dan Profesor Ilmu Politik di University of Illinois Chicago Sultan Tepe dalam laman Foreign Policy sebagaimana dikutip media Turki Ahval News, pekan lalu.
"Penguatan hubungan China dan Turki tampaknya menguntungkan kedua belah pihak. China telah menemukan pijakan yang sangat strategis di Turki, anggota NATO dengan pasar yang besar untuk energi, infrastruktur, teknologi pertahanan dan telekomunikasi di persimpangan Eropa, Asia, dan Turki. Untuk Turki dan Erdogan, China menyediakan sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mendanai megaproyek high-profile dan mempertahankan pembangunan meskipun realitas ekonomi yang melumpuhkan di bawahnya," tulis mereka.
Alemdaroglu dan Tepe menulis China merupakan mitra impor terbesar kedua stelah Rusia. China berperan krusial bagi pemerintahan Erdogan dan telah "memperkuat 'tangan' presiden pada masa-masa krusial".
Tercatat sejak 2016 China dan Turki telah menandatangani 10 perjanjian bilateral, termasuk kesehatan dan energi nuklir. Demikian laporan situs parlemen Turki. China juga berencana berinvestasi US$6 miliar dolar untuk pengembangan militer Turki pada 2021. Mengutip laporan Daily Sabah per Maret 2019, nilai itu melesat dua kali lipat dibandingkan kurun waktu 2016-2019.
Alemdaroglu dan Tepe juga menulis contoh lain 'kemurahan' hati China. Tatkala nilai lira Turki anjlok lebih dari 40% di 2018, Bank Industri dan Komersial milik China memberikan pinjaman US$ 3,6 miliar kepada Turki untuk proyek-proyek energi dan transportasi yang sedang berjalan, menurut laporan kantor berita China, Xinhua.
Menyusul indikasi penurunan dukungan terhadap Erdogan seiring hasil pemilihan umum di Istanbul tahun lalu, Bank Sentral China 'mentransfer' US$ 1 miliar ke Bank Sentral Turki sebagai bagian dari swab agreement yang terakhir diperbarui pada 2012.
"China sekarang mengizinkan perusahaan Turki menggunakan China untuk melakukan pembayaran perdagangan, memungkinkan mereka lebih mudah mengakses likuiditas China dalam langkah lain dalam kerja sama keuangan dan meningkatkan popularitas Erdogan yang telah menyusut tahun ini. Utamanya selama pandemi Covid-19 dan krisis mata uang di Turki," tulis Alemdaroglu dan Tepe.
"Uang tunai China membantu Erdogan karena tidak perlu mencari bantuan dari lembaga-lembaga yang didominasi Barat seperti IMF yang akan mengharuskannya untuk berkomitmen pada reformasi dan tindakan lain yang dapat merusak kendalinya atas perekonomian negara. China juga menyediakan sumber daya yang sangat dibutuhkan untuk mendanai megaproyek high-profile dan mempertahankan pembangunan di lapisan atas meskipun realitas ekonomi yang melumpuhkan di lapisan bawah."
Selain kerja sama ekonomi, China dan Turki juga telah meningkatkan kerja sama militer dan keamanan, termasuk dalam intelijen dan perang siber. Bukti konkretnya tergambar dalam partisipasi perwira militer China dalam latihan militer Ephesus Turki 2018. Bukti nyata lainnya adalah rudal balistik Bora buatan Turki merupakan produk kerja sama pertahanan dengan China.
Perusahaan teknologi China, yaitu Huawei dan ZTE, juga telah 'mengamankan' pijakan di sektor telekomunikasi Turki. Padahal, ada tuduhan serius kepada Huawei dan ZTE, yaitu menggunakan infrastruktur telekomunikasi suatu negara untuk mengawasi populasi. Sebuah prospek yang dinilai Alemdaroglu dan Tepe sangat mengkhawatirkan mengingat masyarakat Turki sangat bergantung pada internet dan media sosial untuk mengakses informasi di saat saluran media lain berada di bawah kendali ketat Erdogan.
Alemdaroglu dan Tepe mengatakan, Turki perlahan dijauhi oleh negara-negara Barat lantaran "praktik anti-demokrasi di dalam negeri dan ekspansionisme di luar negeri". Namun sebaliknya, praktik-praktik itu justru membuat China dan Turki semakin mesra.
"Tidak ada banyak teman di wilayahnya. Keduanya berbagai visi untuk menantang hegemoni Amerika Serikat dan tatanan internasional berdasarkan institusi ciptaan Barat," tulis Alemdaroglu dan Pepe.
"Korban dari kemitraan strategis China-Turki yang muncul adalah kelompok-kelompok seperti Uighur dan pembangkang di kedua negara yang perlindungannya membutuhkan sistem politik yang responsif di mana hak dan kebebasan dilindungi melalui lembaga dan proses demokrasi tanpa menjadikannya sekunder dibandingkan kelangsungan dan pertumbuhan ekonomi."
(miq/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Pemimpin Dunia yang Belum Ucapkan Selamat Kepada Biden