BP Keluarkan 3 Skenario Transisi Energi Hingga 2050

Wilda Asmarini, CNBC Indonesia
15 September 2020 14:17
The logo of BP is seen at a petrol station in Kloten, Switzerland October 3, 2017. REUTERS/Arnd Wiegmann/File Photo/File Photo
Foto: REUTERS/Arnd Wiegmann

Jakarta, CNBC Indonesia - BP Plc., perusahaan minyak dan gas bumi asal Inggris, kembali memaparkan outlook sektor energi atau biasa dikenal dengan BP Energy Outlook. Untuk Outlook 2020 ini, BP mengungkapkan tiga skenario yang bisa digunakan untuk mengeksplorasi transisi energi hingga 2050.

Hal ini diungkapkan Kepala Ekonom BP Group Spencer Dale pada Senin (14/09/2020). Ini merupakan hari pertama dari rangkaian presentasi BP ke pasar modal yang dilakukan melalui virtual selama 14-16 September 2020.

Spencer mengungkapkan tiga skenario utama ini berdasarkan asumsi alternatif tentang kebijakan dan preferensi masyarakat yang dirancang untuk membantu menemukan hal-hal yang mungkin terjadi selama 30 tahun ke depan. Tiga skenario tersebut antara lain:

1. Rapid 
Skenario ini mengasumsikan diperkenalkannya langkah-langkah kebijakan, yang dipimpin oleh kenaikan harga karbon yang signifikan, sehingga mengakibatkan emisi karbon dari penggunaan energi turun sekitar 70% pada 2050 dari 2018. Skenario ini sejalan dengan skenario yang konsisten dengan pembatasan kenaikan suhu global pada 2100 yang jauh di bawah 2° C tingkat pra-industri.

2. Net Zero
Skenario ini mengasumsikan langkah-langkah kebijakan Skenario Rapid diperkuat oleh perubahan signifikan dalam perilaku dan preferensi masyarakat dan konsumen, seperti mengadopsi lebih besar dari ekonomi umum dan secara bersama akan ada peralihan ke sumber energi rendah karbon. Ini akan meningkatkan pengurangan emisi karbon pada 2050 menjadi lebih dari 95%. Skenario Net Zero secara luas sejalan dengan berbagai skenario yang konsisten dengan pembatasan kenaikan suhu hingga 1,5° C.

3. Business-as-usual (BAU)
Skenario ini mengasumsikan bahwa kebijakan pemerintah, teknologi, dan preferensi masyarakat terus berkembang dengan cara dan kecepatan yang terjadi di masa lalu. Dalam Skenario BAU, emisi karbon dari penggunaan energi mencapai puncaknya pada pertengahan 2020-an, tetapi tidak menurun secara signifikan, dengan emisi pada 2050 kurang dari 10% di bawah tingkat 2018.

Baik skenario Rapid dan Net Zero mengasumsikan kenaikan harga karbon yang signifikan, yakni mencapai US$ 250 per ton CO2 di negara maju dan US$ 175 per ton di negara berkembang pada 2050. Ini diasumsikan menjadi jauh lebih rendah dalam skenario BAU, dengan harga karbon rata-rata hanya mencapai US$ 65 dan US$ 35 per ton CO2 pada 2050, baik di negara maju dan berkembang.

Spencer Dale menuturkan peran Energy Outlook bukanlah untuk memprediksi atau meramalkan bagaimana sistem energi akan berubah seiring berjalannya waktu.

"Kami tidak bisa memprediksi masa depan, jika kami mencoba untuk melakukan hal itu maka semua skenario yang dibahas dalam Outlook tahun ini akan salah. Sebaliknya, Outlook yang menggunakan skenario berbeda ini untuk membantu memahami kisaran ketidakpastian yang kita hadapi saat sistem energi bertransisi ke dunia rendah karbon," jelasnya.

Dia pun menambahkan, "Ini meningkatkan pemahaman kita mengenai ketidakpastian, dan ini merupakan masukan penting untuk merancang strategi yang kokoh dan dapat bertahan ketika menghadapi berbagai kemungkinan yang kita hadapi."

CEO BP Bernard Looney mengatakan BP Energy Outlook ini sangat berharga dalam membantu untuk lebih memahami tatanan energi yang berubah dan itu penting dalam membantu perusahaan mengembangkan strategi baru. Dia mengatakan Outlook tahun ini menjangkau satu dekade lebih jauh dari sebelumnya, yakni hingga 2050, tahun di mana perusahaan bermaksud untuk mewujudkan ambisi net zero (nol karbon).

"Meskipun pandemi telah secara dramatis mengurangi emisi karbon global, dunia tetap berada di jalur yang tidak berkelanjutan. Namun demikian, analisis dalam Outlook menunjukkan bahwa dengan langkah-langkah kebijakan yang tegas dan lebih banyak pilihan rendah karbon, baik dari perusahaan maupun konsumen, transisi energi masih dapat dilakukan," jelasnya.

"Hal tersebut merupakan salah satu alasan saya tetap optimis tentang masa depan dan saya berharap pembaca akan berpendapat bahwa laporan ini berguna dikarenakan kita semua terus berusaha untuk membuat perubahan," ujarnya.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Minyak Jatuh Parah, BP Rugi Besar Rp 66 Triliun

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular