Kalau Lihat Data Ini, Resesi Bisa 'Naik Pangkat' ke Depresi!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 September 2020 12:05
Penjualan Kendaraan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penjualan Kendaraan (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Hingga Agustus 2020, penjualan mobil dunia masih melempem. Pertanda bahwa ekonomi masih rapuh akibat hantaman pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Mengutip data MarkLines, berikut perkembangan penjualan mobil di berbagai negara:

Dari 27 negara, hanya sembilan yang mampu mencatatkan perbaikan penjualan dari Juli ke Agustus. Selebihnya memburuk.

Kinerja penjualan mobil di negara-negara Eropa terlihat paling lesu. Norwegia, Inggris, Denmark, Belgia, Prancis, Republik Ceska, hingga Ukraina menjadi negara yang membukukan penurunan penjualan paling parah.

Benua Biru memang sepertinya menjadi wilayah yang paling menderita. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi Zona Euro tahun ini terkontraksi (tumbuh negatif) 10,2%. Paling parah di antara kawasan lainnya.

Lembaga pemeringkat Moody's memperkirakan penjualan mobil di seluruh dunia tahun ini turun 2,5% dibandingkan 2019. Lebih buruk dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu turun 0,9%. Secara nominal, penjualan mobil pada 2020 diperkirakan 88 juta unit sedangkan tahun lalu ada di 90,3 juta unit.

"Konsumen rumah tangga masih ragu untuk keluar rumah, apalagi ke tempat yang berpotensi ada kerumunan manusia. Sementara permintaan kendaraan oleh perusahaan juga lemah, karena ketidakpastian ekonomi membuat korporasi mengurangi belanja modal," sebut riset Moody's.

Penjualan mobil mencerminkan kekuatan daya beli masyarakat. Saat masyarakat berkenan membeli mobil, yang merupakan kebutuhan sekunder bahkan tersier, artinya daya beli rakyat kuat. Sudah selesai dengan urusan sandang, pangan, papan.

Ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia tidak lepas dari dinamika pandemi virus corona. Setelah sempat mereda, penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China itu kembali menggila.

Per 12 September, jumlah pasien positif corona di seluruh dunia mencapai 28.600.595 orang. Bertambah 121.730 orang (0,43%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Dalam 14 hari terakhir (30 Agustus-12 September), rata-rata pasien baru bertambah 256.009 orang per hari. Naik dibandingkan 14 hari sebelumnya yaitu 251.997 orang per hari.

Pada Mei-Juni, berbagai negara sempat melakukan pelonggaran pembatasan sosial (social distancing) karena penyebaran virus corona memang melambat. Bahkan negara seperti Jerman, Selandia Baru, sampai Vietnam sudah mendeklarasikan kemenangan dalam perang melawan pandemi virus corona.

Namun takdir berkata lain. Peningkatan intensitas kontak dan interaksi antar-manusia seiring pelonggaran social distancing membuat virus lebih mudah menyebar. Akibatnya, dunia menghadapi apa yang menjadi kekhawatiran: gelombang serangan kedua (second wave outbreak).

Lonjakan kasus membuat berbagai negara kembali mengetatkan pembatasan sosial, meski dalam 'dosis' yang tidak setinggi sebelumnya. Misalnya, pemerintah Filipina memberlakukan karantina wilayah (lockdown) tetapi terbatas di wilayah metropolitan Manila.

Kemudian di India, pemerintah Punjab mengumumkan perpanjangan lockdown sampai akhir bulan ini. Negara bagian itu melarang segala aktivitas yang berpotensi menciptakan kerumunan. Upacara pernikahan dan pemakaman hanya boleh dihadiri masing-masing 30 dan 20 orang saja.

Punjab juga menerapkan jam malam. Warga tidak boleh keluar rumah mulai pukul 19:00 hingga 05:00 waktu setempat, berlaku setiap hari tidak mengenal libur.

Perkembangan seperti ini terjadi di banyak negara. Reopening berubah menjadi reclosing dalam waktu singkat.

Roda ekonomi yang sempat berputar kembali macet. Ekonomi dunia di ambang (atau mungkin sudah) resesi.

Namun selama virus corona belum bisa dienyahkan, maka resesi itu bisa berlangsung lama. Resesi yang berlangsung lama namanya depresi. Amit-amit...

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular