
Rentetan Pabrik dari China Pindah ke RI, Tanda Apa?

Untuk menampung relokasi pabrik-pabrik yang bakal hengkang dari China, awalnya Indonesia menyiapkan Kawasan Industri Brebes. Namun karena ada permasalahan pembebasan lahan dalam pembangunan industrial estate di wilayah barat Jawa Tengah itu, pemerintah tengah menyiapkan lokasi lainnya.
Masih di Jawa Tengah juga, lahan seluas 4.000 hektar juga disiapkan untuk membangun Kawasan Industri Terpadu (KIT) Batang yang rencananya bakal menampung pabrik-pabrik tersebut.
Lokasi Batang yang strategis terletak di jalur pantura serta dilalui tol Trans Jawa memang menjadi daya tarik tersendiri untuk dijadikan sebagai kawasan industri. Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan bahwa antara kawasan industri Brebes dan Batang nantinya harus terjadi sinergi.
Batang juga memiliki PLTU terbesar di Indonesia yang berkapasitas 2 x 1.000 megawatt. PLTU Batang yang dibangun oleh Special Purpose Vehicle (SPV) PT Bhimasena Power Indonesia yang beranggotakan J-POWER (34%), Adaro (34%), dan Itochu (32%) yang menelan investasi hingga Rp 56,7 triliun ini dikabarkan akan mengkonsumsi lebih dari 600 ribu ton batu bara dan menyerap lebih dari 6.000 tenaga kerja.
Namun, sederet permasalahan juga banyak dikeluhkan oleh investor ketika ingin menanamkan modalnya ke dalam negeri. Masalah utama datang terutama dari birokrasi yang berbelit-belit. Kemudian ada aturan yang kompleks dan tumpang tindih hingga masalah seperti logistik dan infrastruktur.
Iklim investasi yang kurang 'ramah' ini pada akhirnya membuat RI menjadi kurang kompetitif dalam menggaet investor.
Bahkan dalam survei terbaru Bank Dunia di laporan terbarunya yang bertajuk Global Investment Competitiveness (GIC) menyebutkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara yang paling restriktif dalam konteks penanaman modal asing (FDI).
Indonesia mendapatkan skor tertinggi soal restriktif dibandingkan dengan rekannya negara-negara berkembang dalam grafik di atas. Hal ini mengindikasikan bahwa RI masih belum seramah dan terbuka itu terhadap investor.
Padahal FDI memainkan peranan penting bagi perekonomian. Masuknya investor asing dan menanamkan modalnya ke suatu negara akan menciptakan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Masuknya investor asing juga menyebabkan kompetisi di pasar terjadi sehingga ada indikasi terjadinya inovasi yang membuat barang dan jasa menjadi lebih murah. Pada akhirnya daya beli masyarakat akan meningkat.
Mengingat adanya kompetisi yang terjadi, maka setiap produsen dan pemain dalam suatu industri akan berlomba-lomba untuk menjadi yang paling efisien dengan terus berinovasi.
Masuknya investor asing juga seringkali dibarengi dengan transfer teknologi sehingga bisa mendongkrak produktivitas. Banyak memang faedah jika banyak investor asing yang mau menanamkan modalnya ke Tanah Air.
Selain perlombaan untuk mengembangkan vaksin, pandemi Covid-19 juga memunculkan perlombaan baru untuk menggaet investor asing masuk dan bangun perusahaan atau pabrik ke dalam negeri. Namun untuk memenangkan 'beauty contest' di depan investor, pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus benar-benar dibereskan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)[Gambas:Video CNBC]