Darurat Pandemi Covid-19

Ramalan Epidemiolog: Covid-19 di RI Belum Puncak & Terburuk!

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
04 September 2020 15:45
Pemakaman Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi pemakaman jenazah dengan tata cara Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Peneliti Global Health Security & Policy di Centre for Environmental and Population Health Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menyoroti penanganan pandemiĀ Covid-19 di Indonesia. Dalam wawancara khusus dengan CNBC Indonesia, Jumat (4/9/2020), Dicky mengungkapkan aspek performa program dan manajemen pengendalian Covid-19 di level pusat dan daerah.

"Betul, masih belum mencapai puncak dan ini belum yang terburuk. Artinya kita harus mengevaluasi setelah enam bulan ini apa yang sudah kita capai dan apa yang menjadi kendala yang harus segera diperbaiki. Nah bila ini tidak dilakukan tentu menjadi masalah yang semakin serius bagi Indonesia," kata Dicky.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Kamis (3/9/2020) pukul 12.00 WIB, kasus konfirmasi positif mencapai 184.268. Dari jumlah itu, sebanyak 132.055 sudah sembuh, dan sebanyak 7.750 meninggal.

Dari sisi performa program, Dicky menyoroti kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi. Di balik itu, ada kekhawatiran karena tes yang dilakukan relatif minimal.

"Ini artinya dengan positivity rate apalagi yang selalu rata-rata di atas 10% menunjukkan kasus infeksi di masyarakat ini yang terkait Covid-19 ini masih banyak yang belum terdeteksi. Nah ini bila tidak segera diubah strateginya dengan meningkatkan kapasitas testing-tracing ini artinya potensi ledakan yang jauh lebih besar dengan angka kesakitan yang akan mengakibatkan rumah sakit menjadi collapse dan juga angka kematian yang tinggi bisa terjadi," kata Dicky.



"Performa lainnya dalam bentuk tracing dan juga isolasi ini semua belum maksimal. Bila kita lihat dari level berbagai daerah sejauh ini yang mendekati target WHO baru tiga wilayah yaitu DKI, Yogya, dan Sumbar. Ini artinya selama enam bulan ini banyak daerah abai, banyak daerah kurang serius untuk melakukan upaya testing-tracing yang sebetulnya itulah strategi utama," lanjutnya.

Dari sisi manajemen, Dicky mempertanyakan peran Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang minim alias tidak menjadi leading sector. Hal itu berbeda dengan pandemi-pandemi yang lalu semisal Flu Burung dan Flu Babi.

"Ini pertama kali saya dalam mengamati dalam kaitan pandemi dan ini tentu harus dievaluasi. Karena sebelum-sebelumnya, Alhamdulillah Indonesia berhasil mengendalikan pandemi dengan Kemenkes sebagai leading sector dan dia sudah punya sistem yang sudah baku dan sudah mumpuni dan terbukti," kata Dicky.

"Ini dengan adanya satgas ini, adanya komite ini, saya kira ini waktunya dievaluasi oleh pemerintah. apakah efektif atau tidak. karena ini bukan sistem yang terbangun dan ini sifatnya seperti ad hoc. Mungkin banyak ahli yang terlibat pandemi bertahun-tahun seperti saya juga melihat hal yang sama dan ini saatnya melakukan evaluasi itu. Dan kalau boleh saya menyarankan kembalikan kepada sistem," lanjutnya.


(miq/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular