Impor Minyak Mentah RI Diperkirakan Melesat Mulai 2024!

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
31 August 2020 17:21
Dok: Pertamina
Foto: Dok: Pertamina

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Pertamina (Persero) akan mengimpor minyak mentah lebih banyak mulai 2024 karena mulai tuntasnya pengerjaan proyek kilang ekspansi yang biasa dikenal dengan Refinery Development Master Plan (RDMP).

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI, Senin (31/08/2020).

Berdasarkan data Pertamina, saat ini perseroan mengimpor minyak mentah sekitar 300 ribu-350 ribu bph dan impor BBM 200 ribu-250 ribu bph. Namun ketika RDMP Balikpapan tuntas pada 2024, impor minyak mentah akan meningkat 100 ribu bph, namun akan diimbangi dengan menurunnya impor BBM.

Namun angka impor minyak mentah akan kian meningkat pada 2027 yang diproyeksikan bisa mencapai sekitar 900 ribu-1 juta bph ketika semua proyek RDMP dan kilang baru tuntas dan mulai beroperasi.

"Dengan beroperasinya proyek-proyek kilang dan meningkatnya kapasitas kilang, maka akan berdampak pada peningkatan kebutuhan minyak mentah sebagai feedstock," tuturnya kepada anggota Komisi VII DPR RI.

Namun demikian, menurutnya perseroan juga akan terus meningkatkan produksi minyak, baik di dalam negeri dan luar negeri guna memenuhi kebutuhan minyak mentah untuk sejumlah kilang perseroan nantinya. Perseroan pun terus berupaya menyerap minyak mentah dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam negeri guna mengurangi beban impor.

Sebelum 2019 menurutnya KKKS mengekspor minyak mentah sekitar 225 ribu barel per hari (bph). Namun sejak 2019 perseroan pun meningkatkan pembelian dari KKKS tersebut, sehingga ini menurunkan impor minyak mentah perseroan.

"Pertamina juga akan melakukan akuisisi di luar negeri untuk dapat meningkatkan kapasitas produksi sejalan dengan peningkatan kapasitas kilang," ujarnya.

Meski terdapat peningkatan impor minyak mentah, namun karena impor produk BBM menurun, maka ini juga akan berdampak pada penurunan nilai impor. Pasalnya, biaya untuk impor minyak mentah lebih rendah dibandingkan harus mengimpor BBM.

Biaya impor pada 2024-2025 diperkirakan menjadi sekitar US$ 15 miliar dengan mulai beroperasinya sejumlah proyek kilang ekspansi, lebih rendah dibandingkan bila tidak ada tambahan proyek kilang yang bisa memakan biaya di atas US$ 20 miliar.

Seperti diketahui, Pertamina tengah membangun proyek ekspansi kilang, baik Refinery Development Master Plan (RDMP) maupun kilang baru (New Grass Root Refinery). Pada 2024-2025 ditargetkan proyek RDMP Balikpapan fase 1 dan 2 sudah beroperasi dengan penambahan kapasitas 100 ribu bph menjadi 360 ribu bph dari saat ini 260 ribu bph. Lalu RDMP Balongan fase 1 dan 2 juga ditargetkan beroperasi dengan peningkatan kapasitas pengolahan minyak mentah menjadi 150 ribu bph dari saat ini 125 ribu bph.

Namun pada 2027 ditargetkan proyek RDMP lainnya dan juga kilang baru Tuban beroperasi, sehingga kapasitas pengolahan minyak mentah meningkat menjadi 1,8 juta bph dari saat ini 1 juta bph.

Proyek RDMP antara lain kilang Balikpapan, Dumai, Balongan, dan Cilacap, dan kilang baru di Tuban, serta proyek kilang hijau atau dikenal dengan nama biorefinery di kilang Plaju dan Cilacap.

Pertamina memperkirakan total investasi untuk proyek kilang ini mencapai US$ 48 miliar. Proyek ini ditujukan untuk menghasilkan produk BBM menjadi 1,5 juta bph dari 600 ribu bph saat ini, lalu produk petrokimia menjadi 8,6 juta ton per tahun dari saat ini sekitar 1,66 juta ton per tahun. Adapun BBM yang dihasilkan memiliki standar Euro V dari saat ini masih standar Euro II.


(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Curhat Pertamina Soal Kilang RI: Tua & Standar Bensin Rendah

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular