Internasional

Ekonomi Negeri Erdogan Nyaris -10%, Resesi?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
31 August 2020 15:24
Turkey's President Tayyip Erdogan attends Uzbekistan - Turkey Business Forum in Tashkent, Uzbekistan April 30, 2018. Picture taken April 30, 2018. Cem Oksuz/Turkish Presidential Palace/Handout via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVE.
Foto: Cem Oksuz/Turkish Presidential Palace

Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi negeri Presiden Recep Tayyip Erdogan tak bisa melawan corona. Meski secara tahunan (YoY) ekonomi membaik di kuartal I 2020, tumbuh 4,4%, tapi kinerja buruk didapat pada kuartal II ini.

Ekonomi negara yang baru pulih dalam resesi itu -9,9%. Ini, tulis data Trading Economics, merupakan kontraksi terburuk dalam 11 tahun terakhir.



Konsumsi rumah tangga menyusut 8,6%. Padahal di kuartal I, sektor ini tumbuh 4,5%. Pengeluaran pemerintah turun 0,8%. Di kuartal sebelumnya, pengeluaran tumbuh 3,2%.

Investasi merosot 6,1%, menyusul penurunan 0,3% pada periode sebelumnya. Ekspor juga turun 35,3% dari sebelumnya yang tumbuh 0,3% di kuartal I sedangkan impor turun 6,3% dari pertumbuhan 21,9% di kuartal sebelumnya.



Hal ini membuat ancaman resesi kembali menganga. Perekonomian Turki diprediksi -4% di 2020 ini.

Menurut Wolfango Piccoli dari Teneo Intelligence di London, Turki harus menaikkan suku bunga untuk meredam dampak buruk di ekonominya.

Namun hal itu tampaknya sulit terwujud, mengingat Erdogan memiliki pandangan kuat bahwa menaikkan suku bunga akan berarti inflasi. Meski banyak bukti yang menunjukkan sebaliknya.

"Ini tidak mungkin terjadi," katanya, sebagaimana dilaporkan Arab News.

Bukan rahasia lagi kalau Turki sempat terjerat resesi. Pada kuartal I-2019 ekonomi Turki berkontraksi 2,7% YoY sementara di kuartal II-2019, ekonomi negara sufi ini juga -2,6%

Pelemahan terus terjadi di kuartal III, di mana ekonomi -1,7%. Namun di kuartal IV, ekonomi bangkit ke 1%.

Dalam ekonomi tidak ada patokan yang pasti dalam pendefinisian resesi. Indikator resesi yang paling umum dipakai sampai saat ini adalah kontraksi PDB riil dua kuartal berturut-turut, mengutip ekonom Julius Shiskin pada 1974 silam.

Dalam pandangannya, National Bureaus of Economic Research (NBER) AS memandang resesi lebih komprehensif. Versi NBER resesi adalah penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, dan penjualan grosir-eceran.




(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dihantam Badai Salju, 20 Ribu Rumah di Turki Gelap Gulita

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular