2 Negara Ini Kebal Resesi, Apa Rahasianya?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 August 2020 06:20
cover topik/China Gelombang kedua luar/Aristya Rahadian Krisabella
Foto: cover topik/China Gelombang kedua luar/Aristya Rahadian Krisabella

Dalam kasus China, PDB mampu tumbuh 3,2% pada kuartal II setelah kuartal sebelumnya terkontraksi -6,8%. Apa yang membuat ekonomi Negeri Panda bisa tumbuh?

Seperti yang sudah disinggung di atas, virus corona awalnya menyebar di China. Negara tersebut adalah yang paling awal memberlakukan social distancing, bahkan sampai ke tingkat karantina wilayah (lockdown).

Warga benar-benar tidak boleh keluar rumah, kecuali untuk urusan mendesak. Bahkan aparat keamanan menyediakan kebutuhan sehari-hari dari rumah ke rumah agar tidak ada yang merasa perlu bepergian. Lockdown paling ketat berlangsung di Provinsi Hubei, utamanya Kota Wuhan, yang menjadi ground zero penyebaran virus corona.

"Tiga bulan lamanya Wuhan di-lockdown. Juga seluruh Provinsi Hubei. Dan praktis seluruh Tiongkok.

"Tiga bulan lamanya lockdown diberlakukan. Sangat drastis. Ketat. Kejam. Manusia dibuat sangat menderita. Sangat terkekang," tulis Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN, dalam artikel berjudul Bebas Wuhan di laman disway.com yang terbit pada 27 Maret.

Lockdown di Provinsi Hubei dimulai pada 23 Januari alias pada kuartal I. Lockdown berlangsung selama 76 hari, baru dilonggarkan pada 8 April. Ini yang membuat ekonomi China jadi minus pada kuartal I.

Namun pada kuartal II, saat negara-negara lain sedang getol menerapkan social distancing, China boleh dikata sudah 'bebas'. Roda aktivitas masyarakat sudah bergulir kembali, meski masih dibatasi protokol kesehatan. Hasilnya, ekonomi Negeri Tirai Bambu bisa tumbuh positif pada periode April-Juni.

Situasi serupa terjadi di Vietnam. Pada kuartal II-2020, ekonomi Vietnam tumbuh 0,36% YoY. Bahkan pada kuartal sebelumnya terjadi pertumbuhan ekonomi 3,82% YoY.

Seperti dikutip dari Viet Nam News, pemerintah Negeri Paman Ho sudah menyusun strategi untuk mencegah wabah pneumonia akut yang menjangkiti Wuhan sejak awal tahun. Kala itu namanya belum Covid-19.

"Wakil Perdana Menteri Vu Duc Dam memerintahkan berbagai kementerian dan lembaga yang terkait untuk menerapkan langkah drastis dalam rangka mencegah pneumonia akut yang disebabkan oleh novel coronavirus (nCov) agar tidak menyebar di Vietnam. Dam memerintahkan lembaga-lembaga tersebut untuk memonitor perkembangan di China dan memperkuat karantina medis di perbatasan, bandara, dan pelabuhan. Dam menginstruksikan kepada menteri kesehatan untuk segera menyusun rencana aksi untuk merespons penyakit tersebut, menyusul adanya rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia," tulis berita di Viet Nam News tertanggal 17 Januari.

Saat itu, Vietnam mungkin mendapat cap lebay alias berlebihan. Namun ternyata sikap itu sukses menjinakkan penyebaran virus corona.

Per 20 Agustus, jumlah pasien positif corona di negara berpenduduk 97 juta jiwa itu adalah 1.007 orang. Vietnam menjadi salah satu negara dengan kasus corona terendah di Asia Tenggara.

"Saat Anda berhadapan dengan penyakit yang masih belum diketahui seperti ini, memang lebih baik bersikap berlebihan," ujar Dr Todd Poolack dari Universitas Harvard, seperti dikutip dari BBC.

"Vietnam beraksi cepat, sangat cepat, yang mungkin terlihat berlebihan pada masanya. Namun ternyata berhasil," tambah Profesor Guy Thwaites, Direktur Oxfrod University Clinical Research Unit yang berbasis di Ho Chi Minh, juga dikutip dari BBC.

Raksi cepat dari China dan Vietnam terbukti cespleng. Kala penyebaran virus bisa ditangani secara cepat, maka semakin cepat pula pemerintah bisa membuka jalan bagi aktivitas publik dan pertumbuhan ekonomi. Sejauh ini, China dan Vietnam boleh mendapat status negara kebal resesi.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular