Internasional

Soal Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+, Irak Belum Patuh?

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
19 August 2020 17:37
A person passes the logo of the Organization of the Petroleoum Exporting Countries (OPEC) in front of OPEC's headquarters in Vienna, Austria June 19, 2018.   REUTERS/Leonhard Foeger
Foto: REUTERS/Leonhard Foeger

Jakarta, CNBC Indonesia - OPEC+ (OPEC Plus) telah mengadakan pertemuan pada Rabu (19/8/2020) untuk meninjau kepatuhan para anggota pada target pemotongan produksi minyak yang bertujuan untuk menjaga harga tetap stabil di tengah berbagai tantangan, termasuk dampak negatif dari pandemi Covid-19.

OPEC+ merupakan kelompok gabungan dari negara-negara produsen minyak utama dunia (OPEC) yang dipimpin Arab Saudi, dan sekutu-sekutunya yang dipimpin Rusia.

"OPEC+ tidak mungkin mengubah kebijakan output-nya, yang saat ini menyerukan pengurangan produksi sebesar 7,7 juta barel per hari (bpd) versus rekor tertinggi 9,7 juta barel per hari hingga bulan ini," kata sejumlah sumber dari OPEC+, sebagaimana dilaporkan Channel News Asia.

Sumber-sumber itu mengatakan pertemuan mereka malah akan fokus membahas soal kepatuhan negara-negara anggota seperti Irak, Nigeria dan Kazakhstan.

"Kepatuhan terhadap pemotongan ada dalam kisaran 95% hingga 97% pada Juli," menurut sumber OPEC+ dan draf laporan yang dilihat oleh Reuters pada Senin.

Angka itu sudah tinggi menurut standar OPEC. Pada bulan Juli, eksportir utama seperti Arab Saudi, masih berproduksi di bawah targetnya. Sementara Irak dan Nigeria, meski tertinggal dari negara-negara anggota OPEC dari kawasan Teluk dalam kepatuhannya, telah memproduksi minyak lebih rendah dibanding produksi bulan-bulan sebelumnya, menurut survei Reuters dan penilaian lainnya.

Sebelumnya, kantor berita negara Saudi SPA telah melaporkan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz, telah berbicara dengan Presiden Nigeria Muhammadu Buhari pada Rabu. Dalam kesempatan itu Raja Salman menekankan pentingnya kepatuhan oleh semua peserta, kata laporan itu.

Komitmen OPEC+ untuk mengurangi produksi sebelumnya telah berhasil menstabilkan harga minyak. Di mana minyak mentah Brent telah diperdagangkan mendekati level tertinggi 5 bulan di atas US$ 45 per barel dan telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak mencapai level terendah 21 tahun di bawah US$ 16 pada bulan April.

Harga minyak telah cukup tertekan dalam beberapa bulan di awal tahun setelah wabah Covid-19 yang berasal dari Wuhan, China, menyebar ke seluruh dunia. Wabah mematikan itu telah membuat berbagai negara melakukan lockdown dan membatasi penerbangan, baik domestik dan internasional. Akibatnya, permintaan energi telah berkurang drastis pada masa-masa itu.

[Gambas:Video CNBC]


(res/res)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sekjen OPEC: Rusia Sangat Berpengaruh di Peta Energi Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular