
PDB Q2-2020 -5,32%, Kapan Ekonomi RI Bisa Melesat Lagi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Rabu (5/8/2020) lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia atau PDB kuartal II-2020. Seperti sudah prediksi banyak kalangan, ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 terkontraksi, dan itu menjadi kenyataan.
BPS mencatat, ekonomi Indonesia kuartal II-2020 terhadap kuartal II-2019 terkontraksi 5,32% (y-on-y), ekonomi Indonesia triwulan II-2020 terhadap triwulan sebelumnya terkontraksi pertumbuhan 4,19% (q-to-q), dan ekonomi Indonesia semester I-2020 terhadap semester I-2019 terkontraksi 1,26% (c-to-c).
Lantas, bagaimana dengan kuartal III-2020? Akankan pertumbuhan ekonomi Indonesia kembali negatif sehingga terjadi resesi?
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu menyatakan risiko resesi tersebut masih ada setelah kontraksi PDB di kuartal II-2020 cukup dalam, -5,32% YoY.
"Memang probabilitas negatif (di kuartal III) masih ada karena penurunan sektor tidak bisa secara cepat pulih," kata Sri Mulyani melalui konferensi pers virtual, Rabu (5/8/2020).
Merespons kondisi terkini, eks Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara mengatakan, untuk bisa memulihkan ekonomi, krisis kesehatan akibat Covid-19 harus bisa dengan cepat dibenahi. Selama obat atau vaksin belum ditemukan, maka aktivitas atau jalannya perekonomian di Indonesia pun masih terbatas.
Akibatnya, pertumbuhan ekonomi untuk sementara waktu belum akan bisa pulih seperti sebelum adanya pandemi Covid-19, atau dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 5%.
"Kita masih harus jaga jarak, tidak bisa travelling secara bebas, harus pake masker dan beberapa perkantoran membatasi ruang gerak atu masih work form home sebagian. Artinya tidak bisa full capacity seperti kembali pada situasi Januari. Jadi kalau kita harap pertumbuhan ekonomi kembali ke 5% pada situasi kita masih capacity 50%, itu saya rasa juga tidak mungkin," kata Mirza kepada CNBC Indonesia, Jumat (7/8/2020).
Selain itu, kata Mirza, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat seperti yang sudah dilakukan pada April-Mei sudah tidak bisa dilakukan lagi. Karena, jika PSBB tidak dilonggarkan maka ekonomi akan benar-benar lumpuh.
Kalau PSBB diperketat, maka ruang fiskal pemerintah tidak cukup mampu untuk menampung semua kehidupan masyarakat, yang aktivitasnya berhenti. Sementara masyarakat juga perlu menghidupkan keluarga atau karyawannya.
"Kalau ketat kembali [PSBB], ekonomi drop, kalau ekonomi berhenti tidak akan mampu anggaran pemerintah mengkover semua. Kita dalam situasi di mana kita sudah beraktivitas, tapi belum full dan dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat dilakukan bansos dan sekarang dilakukan transfer untuk masyarakat lagi," ujar Mirza yang juga tim ahli di Kementerian Keuangan.
Oleh karena itu, Mirza menghimbau kepada masyarakat, untuk bisa mematuhi protokol kesehatan yang berlaku, seperti jaga jarak aman, menggunakan masker, dan rajin mencuci tangan.
Menurut Mirza, simulus yang sudah dianggarkan sebesar Rp 695,2 triliun tidak akan ampuh untuk memulihkan ekonomi, apabila masyarakat juga menjaga dirinya dari penularan virus corona.
"Kalau kita bisa beraktivitas disiplin, jaga jarak, pake masker, cuci tangan, sebenarnya [...] bisa membuat kapasitas ekonomi bisa berjalan, mungkin 70% mudah-mudahan. Stimulus tidak akan efektif kalau masyarakat tidak displin jalankan protokol kesehatan," kata Mirza.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Baru Covid-19 di RI Tiba-tiba Naik, Nyaris Tembus 1.000