Penanganan Covid-19

Maaf, Stimulus Rp695,2 T Percuma Kalau Rakyat Masih 'Bandel'

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
09 August 2020 10:40
Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Senin (5/2/2018). Tahun ini, bank Indonesia memperkirakan ekonomi akan tumbuh lebih baik dibandingkan dari tahun lalu di kisaran 5,1 hingga 5,5 persen seiring membaiknya perekonomian global. (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi gedung bertingkat di Jakarta (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, pemerintah telah menyiapkan stimulus Rp695,2 triliun. Kendati demikian, stimulus ratusan triliun itu dinilai tidak efektif memulihkan ekonomi jika masyarakat tidak disiplin dalam menjalankan protokol kesehatan.

Eks Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara dalam wawancara eksklusif dengan CNBC Indonesia, Jumat (7/8/2020), mengatakan
krisis ekonomi yang terjadi saat ini merupakan dampak dari krisis kesehatan karena pandemi Covid-19. Hal itu juga yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 negatif 5,32%.

Menurut Mirza, menegok dari ekonomi China, Taiwan, dan Vietnam yang kini ekonominya sudah pulih, semua tak lepas dari langkah ketiga negara yang sudah berhasil menekan penularan virus corona baru penyebab Covid-19.

Sementara di Indonesia, wabah Covid-19 baru terjadi pada Maret 2020. Setelah itu,pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat di banyak provinsi, terutama Pulau Jawa pada April-Mei 2020.

Mirza, memandang anjloknya pertumbuhan ekonomi yang negatif pada kuartal II-2020 relatif lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi di negara lain. Seperti di negara-negara Eropa seperti Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman, di mana pertumbuhan ekonomi negara-negara itu minus 10% hingga 20%.

"Kalau kemudian ekonomi setop tiba-tiba, terutama di Pulau Jawa, maka sudah pasti pertumbuhan ekonomi drop, tapi kan drop kita [Indoensia] 5,3%, secara relatif [lebih baik] dibandingkan dengan negara-negara lain, yang lebih rendah drop-nya," kata Mirza.

Stimulus yang digelontorkan pemerintah hingga mencapai Rp 695,2 triliun, menurut dia, tidak cukup menolong perekonomian untuk kembali normal. Sebab, aktivitas ekonomi belum sepenuhnya pulih.

Aktivitas perkatoran misalnya yang kini setiap hari harus dibatasi jumlah karyawan. Belum lagi jutaan tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal itu otomatis membuat sektor konsumsi rumah tangga yang menjadi penyumbang 58% sampai 60% terhadap pertumbuhan ekonomi terbesar turun drastis.

"Jangan berharap dengan stimulus pemerintah bisa kembali ke situasi normal. Tapi paling tidak, bisa berusaha mencegah agar [perekonomian] tidak turun lebih dalam. Karena yang paling bisa mengobati krisis ekonomi sekarang, kalau krisis kesehatan bisa kita lewati," kata alumni Universitas Indonesia ini.

Di tengah upaya mengatasi krisis kesehatan yang juga sekaligus memulihkan ekonomi, Mirza bilang Indonesia juga tidak bisa lagi untuk melakukan PSBB secara ketat. Jika PSBB tidak dilonggarkan, ekonomi Indonesia akan terperosok lebih dalam.

Sebab, jika PSBB tidak dilonggarkan, ruang fiskal pemerintah tidak mampu untuk menampung semua kehidupan masyarakat, yang aktivitasnya berhenti, sementara masyarakat juga perlu menghidupkan keluarga atau karyawannya.

"Kalau ketat kembali [PSBB], ekonomi drop, kalau ekonomi berhenti tidak akan mampu anggaran pemerintah mengcover semua. Kita dalam situasi di mana kita sudah beraktivitas, tapi belum full. Dan dalam rangka meningkatkan daya beli masyarakat dilakukan bansos (bantuan sosial) dan sekarang dilakukan transfer untuk masyarakat lagi," ujar Mirza yang juga Tim Ahli di Kementerian Keuangan.

Pencairan stimulus pun, lanjut dia, tidak bisa secepat seperti pencairan anggaran kas rumah tangga. Karena banyak sekali regulasi-regulasi yang harus dijalankan pemerintah, agar tidak timbul moral hazard di kemudian hari.

Kendati demikian, kata Mirza, pemerintah berupaya semaksimal mungkin agar semua simpul-simpul yang terhambat, baik di pemerintah pusat dan daerah bisa disederhankan. Tujuannya agar tata kelola anggaran tetap dikendepankan dan pencairan anggaran cepat tersalur.

Pun, stimulus sebesar apapun tidak akan efektif untuk menghentikan penularan virus corona dan pemulihan ekonomi, jika masyarakat tidak displin menjalankan protokoler kesehatan, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan dalam aktivitas sehari-hari.

"Kalau kita bisa beraktivitas disiplin, jaga jarak, pake masker, cuci tangan, sebenarnya [...] bisa membuat kapasitas ekonomi bisa berjalan, mungkin 70% mudah-mudahan. Stimulus tidak akan efektif kalau masyarakat tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan," ujar Mirza.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Hati-hati, Ekonomi RI Kuartal III Bisa Minus Lagi!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular