Shell & Chevron Cabut, Sektor Migas RI Kian Nelangsa?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
06 August 2020 17:25
Blok Masela (Dok.Reuters)
Foto: Blok Masela (Dok.Reuters)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nasib ketahanan energi Tanah Air kini terancam, seiring mundurnya Shell dari proyek blok gas Masela dan Chevron dari proyek Indonesia Deepwater Development (IDD) yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN). 

Hengkangnya duo raksasa migas global dari RI ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan. Shell melalui Shell Upstream Overseas yang menguasai 35% saham blok gas Abadi tersebut memilih mundur, karena arus kasnya yang tertekan. 

Maklum jatuhnya harga minyak akibat lockdown untuk menekan penyebaran pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) membuat kinerja keuangan perusahaan tergerus. 

Lagipula selain alasan arus kas yang tertekan, masalah lain seperti soal lahan, calon pembeli gas alam cair (LNG) hingga jatuhnya harga gas akibat lemahnya permintaan juga menjadi faktor lain yang tentunya membuat nilai keekonomian proyek tersebut menjadi berkurang.

Sebenarnya kabar Shell yang akan mundur dari blok gas Abadi Masela ini sudah terdengar sejak medio Mei tahun lalu. Dengan cabutnya Shell, maka nasib keberlangsungan proyek ini bernilai fantastis setara dengan US$ 19,8 miliar atau Rp 288 triliun ini menjadi pertanyaan besar.

Harus ada pengganti Shell dalam proyek tersebut. Menurut penuturan Plt. Direktur Jenderal Migas, Ego Syahrial, perkembangan dari proyek Abadi Masela saat ini sedang proses open data. Di mana sudah ada 32 calon yang berminat untuk mengganti Shell di Blok Masela.

Hanya saja, ia tidak mau menyebut apakah perusahaan tersebut dari dalam atau luar negeri. Lebih lanjut Ego Syahrial mengatakan, pengganti Shell haruslah yang berkompeten.

Satu hal yang ditekankan saat ini adalah Inpex sebagai pemilik 65% saham blok tersebut akan terus melanjutkan proyeknya. Jika berkaca pada sejarah, perjalanan proyek kilang jumbo gas alam cair LNG ini telah melalui proses yang panjang.

Setelah terkatung-katung sejak 1998, negosiasi antara pemerintah dan Inpex akhirnya membuahkan hasil. Pada Juli tahun lalu, pemerintah melalui Menteri ESDM telah menandatangani revisi rencana pengembangan (PoD) Blok Masela.

Sebagai gambaran saja, Blok Masela memiliki cadangan gas dan minyak yang tak bisa dianggap remeh. Berdasarkan laporan kinerja Kementerian ESDM periode 2014-2019, blok Masela memiliki cadangan gas yang cukup besar yaitu 18,5 TCF gas alam dan 255 juta barel minyak dalam bentuk kondensat. 

Pengembangan Blok Masela akan menyerap kurang lebih 37.000 tenaga kerja, baik secara langsung maupun pendukung pada saat konstruksi maupun onstream. 

Blok Masela ditargetkan akan mulai berproduksi pada 2027 dengan jumlah output gas alam sebesar 9,5 juta ton gas alam cair/LNG per tahun, dan memasok penyediaan gas untuk lokal melalui jalur pipa sebesar 150 MMSCFD. Sementara untuk kondensatnya, mencapai sekitar 35.000 barel kondensat per hari.

Jelas blok Masela memiliki peran signifikan dan strategis bagi ketahanan energi Tanah Air. Pasalnya saat ini kapasitas kilang LNG di Indonesia hanya sebesar 16 juta ton per tahun (MTPA) yang berasal dari LNG Tangguh 7,6 MTPA dan LNG Bontang 8,6 MTPA.

Artinya jika sudah beroperasi nanti, maka kapasitas kilang LNG di Indonesia bisa bertambah menjadi 25,5 MTPA. Angka tersebut belum termasuk dengan kapasitas tambahan dari kilang LNG train 3 Tangguh dengan kapasitas mencapai 3,8 MTPA yang ditargetkan kelar pada 2021.

Sebagai informasi, selain untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik, Indonesia juga melakukan ekspor LNG ke Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Taiwan. Produk ekspor itu dipasok dari kilang LNG Badak dan LNG Tangguh.

Beralih ke Chevron, raksasa energi asal Negeri Paman Sam itu pun juga mengungkapkan alasan mundurnya dari proyek IDD melalui situs resminya. 

"Chevron memutuskan bahwa proyek Indonesia Deepwater Development yang terdiri dari beberapa KKS di Kutai Basin tidak dapat bersaing dalam portofolio global Perusahaan dan saat ini sedang mengevaluasi alternatif strategis untuk kepemilikan dan pengoperasian 62 persen sahamnya." tulis Chevron. 

Proyek IDD ini juga memiliki nilai yang fantastis sebesar US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 70 triliun. Proyek ini rencananya akan memiliki kapasitas terpasang sebesar 1,1 miliar kaki kubik gas alam dan 47 ribu barel kondensat per hari.

Ego menyebut, Chevron menawarkan proyek ini ke kontraktor migas raksasa asal Italia yakni Eni yang juga menjadi salah satu pemegang saham di proyek IDD tersebut. Jika Chevron cabut dari Indonesia artinya tidak ada lagi proyek yang dijalankan di Indonesia.

Apabila pengganti Shell & Chevron tidak segera ada dan berakibat pada molornya proyek, maka ini akan menjadi risiko yang bisa membuat impian RI untuk menjadi pemain global di sektor LNG serta mendorong bauran energi dengan porsi gas yang lebih banyak jadi terancam.


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Chevron dan Shell Undur Diri

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular