Ketika yang Lain Resesi, China Justru Bangkit Berdiri, Tapi..

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
31 July 2020 14:46
Ilustrasi resesi Singapura. AP/
Foto: Ilustrasi resesi Singapura. AP/

Namun ketika ekonomi China mulai bangkit pada kuartal kedua, mayoritas ekonomi negara-negara maju di dunia justru malah terjerembab dalam pertumbuhan negatif. 

Berbeda dengan China yang mulai menerapkan lockdown sejak awal tahun, lonjakan kasus di negara-negara lain terutama di Eropa baru terlihat di akhir Maret. Oleh karena itu lockdown yang masif baru diterapkan pada kuartal kedua.

Pembatasan mobilitas yang masif pada kuartal dua membuat perekonomian pada periode tiga bulan kedua tahun ini menjadi sangat suram.

Ekonomi global tahun ini harus jatuh ke dalam resesi besar. Dua lembaga keuangan global bentukan perjanjian Bretton Wood 76 tahun silam yakni IMF dan World Bank memperkirakan output global tahun ini mengalami kontraksi sebesar 4,9% hingga 5,2%.

Berbagai indikator perekonomian terbaru seperti pertumbuhan PDB kuartal kedua sudah menunjukkan betapa ganasnya pandemi Covid-19 ini menyerang perekonomian global tanpa pandang bulu.

Tengok saja Amerika Serikat (AS) sebagai negeri Adikuasa. Jumlah pengangguran melonjak tinggi dan ekonomi AS mengalami kontraksi hingga 32,9% secara kuartalan. AS pun tak sendirian, raksasa ekonomi Eropa yakni Jerman juga mengalami pengalaman yang sama.

Pertumbuhan PDB Negeri Panser mengalami kontraksi yang dalam hingga 10,1% pada kuartal kedua. Masih dari Eropa, ekonomi Perancis juga mengalami kontraksi hingga 13,8%.

Dari Asia sendiri ada beberapa negara yang juga mengalami pertumbuhan di angka minus pada kuartal kedua. Sebut saja Korea Selatan yang mencatatkan kontraksi sebesar 3,3% dan Singapura di angka 41,2%. 

Ke depan, masih akan ada lagi rilis data pertumbuhan ekonomi dari negara-negara lain untuk kuartal kedua. Rasanya nasib mereka tak akan jauh berbeda dengan negara-negara yang baru saja disebut. 

China memang berhasil lolos dari jurang resesi dan untuk saat ini bisa dibilang ekonomi Tiongkok menjadi yang paling gagah. Namun sebenarnya China juga menghadapi risiko yang sama dengan negara lainnya. 

Belum ditemukannya vaksin yang efektif berarti ada ancaman gelombang kedua wabah yang menanti ketika ekonomi terlalu digeber. Tak hanya soal pandemi saja ancaman yang dihadapi ekonomi China, tetapi juga bencana alam seperti banjir.

Ya, China diguyur oleh hujan lebat sejak awal Juni. Mengutip SCMP, hujan deras telah melanda seluruh China yang mencakup 27 provinsi dengan setidaknya ada 21 wilayah yang direndam banjir.

Ancaman lain yang dihadapi oleh pemulihan ekonomi China adalah tensi geopolitik yang tinggi dengan AS seputar perdagangan, kekayaan intelektual, otonomi Hong Kong, kekerasan terhadap kaum minoritas hingga kedaulatan teritori di Laut China Selatan. Itulah dua risiko yang dihadapi China saat ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular