Jaga Ekonomi, Ini Kolaborasi BI & Kemenkeu di Burden Sharing

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
27 July 2020 19:28
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman  (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah dan Bank Indonesia bersiap merealisasikan burden sharing atau berbagi beban dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19. Skema ini mulai digunakan dalam penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai pembiayaan karena pelebaran defisit APBN 2020 akibat pandemi ini.

"Kami terus bekerjasama dengan BI, harapan kami minggu ini atau awal minggu depan sudah bisa untuk yang pertama. Kami masih siapkan teknisnya, dari besarannya akan disesuaikan kebutuhan dan tenornya akan disebar mulai dari 5-8 tahun," kata Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman kepada CNBC Indonesia, Senin (27/07/2020).

Luky mengatakan saat ini terjadi pelebaran defisit APBN dari 1,76% PDB menjadi 9,34% PDB, inilah yang membuat pemerintah membutuhkan dukungan pembiayaan salah satunya dari Bank Indonesia. Adapun peruntukannya untuk public goods seperti sektor kesehatan, perlindungan sosial dan dukungan sektoral kementerian lembaga dan pemerintah daerah.

"Nilainya Rp 397 triliun dan akan dibiayai atau didukung oleh SBN yang dibeli oleh BI di pasar perdana secara private placement. Itu nanti akan dilakukan bertahap sesuai kebutuhan dan tenor dilakukan secara tersebar tidak hanya 1 tahun, jadi tenornya antara 5-8 tahun," jelas Luky.

Pemerintah, akan fokus di sektor kesehatan dan memastikan kesehatan masyarakat terjaga di tengah pandemi. Untuk itu harus dipastikan kesiapan alat kesehatan, bantuan untuk tenaga medis, dan Rumah sakit. Kemudian untuk perlindungan sosial karena pandemi ini berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi akibat PSBB.

"Kami tahu kelompok rentan adalah masyarakat yang menengah ke bawah, maka pemerintah hadir memberikan bantalan bagi kelompok yang terdampak," katanya.

Selain itu, pemerintah juga mendorong kementerian lembaga dan pemda, yang tergabung dalam program pemulihan ekonom nasional. Sehingga bisa menjalankan protokol kesehatan dalam menggerakan roda ekonomi. Untuk kategori untuk beban public goods ini, biayanya atau beban akan ditanggung BI.

Kelompok kedua untuk UMKM dan korporasi sebesar RP 177 triliun, dengan mekanisme penerbitan SBN sesuai dengan mekanisme pasar. Nantinya berbagi beban dengan BI jumlahnya 1% di bawah BI reverse repo rate. Sementara yang non public goods Rp 328 triliun, akan melalui mekanisme pasar dan semua itu bebannya ditanggung pemerintah.

"Jadi yang untuk UMKM dan korporasi, kalau reverse repo ratenya misalnya 4,3%, maka minus 1% dan bebannya di pemerintah 3,3%. Untuk tenornya UMKM pembagian burden sharing sepanjang 7 tahun dan korporasi berlaku 5 tahun," katanya. 

[Gambas:Video CNBC]




(dob/dob) Next Article Bisnis Karaoke Bangkit dari 'Kubur', Langsung Dihantam Pajak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular