
Lumbung Pangan Jokowi di Tangan Prabowo, RI Siap Swasembada?

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk Kementerian Pertahanan (Kemenhan) di bawah Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk menggarap food estate. Wakil Mengeri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono menjelaskan betapa megahnya rencana yang telah disusun.
Sebagai langkah awal, dia mengaku bakal membentuk badan khusus yang bakal mengerjakan proyek ini. Badan itu bernama badan cadangan logistik strategis yang akan menjadi bagian dari Kemenhan.
"Kita sudah mengajukan surat ke Pak Menpan RB. Nanti badan itu yang akan menangani. Kepala project-nya. Setelah itu kemudian dia yang mengawasi, dia yang menjaga. Pokoknya setiap tahun dia harus produksi terus itu," ujarnya dalam sebuah wawancara khusus bersama CNBC Indonesia, akhir pekan kemarin.
Nantinya, pihaknya juga melibatkan militer dalam proyek ini. Para tentara diterjunkan untuk menggarap lumbung pangan ini.
"Tentara dilibatkan untuk bekerja. Bekerja dan menjaga. Kan dia memang defense. Kalau PUPR kita libatkan untuk membangun infrastrukturnya. Bapak PUPR sudah siap mendukungnya. Offtaker nya BUMN juga kita kasih," tandasnya.
Untuk penyiapan lahan, pihaknya juga berkoordinasi dengan KLHK dan Kementerian ATR/BPN. Adapun Kementerian Pertanian, juga bakal terlibat khusus dalam hal observasi pembibitan, pupuk, hingga pengolahan tanah.
"Pekerjanya kan ada tentara. Ada komponen cadangan. Kita rekrut komponen cadangan nanti. Kita kan sudah hitung dan itu perlu mekanisasi. Modern lah, bukan labour intensive," urainya.
Dia menegaskan bahwa food estate ini bakal jadi contoh pertanian modern di Indonesia. Memang, menurutnya sulit membayangkan realisasinya ketika proyek ini belum di depan mata. Namun setidaknya ada sejumlah contoh di negara lain.
"Kalau pergi ke New Zealand, itu kan lihatnya ladang gandum, ladang anggur. Itu kan keren-keren. Nah nanti kalau kamu ke Kalimantan ini insya Allah kalau bisa berjalan dengan baik nanti kamu jalan ke suatu tempat itu akan melihat ladang singkong. Wuih keren tapi orangnya nggak ada, ya kan. Jangan lupa di sela-sela itu, karena singkong itu waste-nya itu kan ada bahan ternak dari kulitnya, daunnya."
"Nah sapi harus kita taruh di situ. Kalau per hektar itu ada 10 sapi kalau kita 800 ribu hektare atau 1 juta hektar, udah 10 juta. Itu nggak perlu impor lagi dagingnya," lanjutnya.
Singkong memang disebut bakal jadi komoditas andalan food estate ini. Sakti Wahyu Trenggono mengungkap alasan menjadikan singkong sebagai komoditas andalan yang akan ditanam.
"Skenario food estate ini negara menyiapkan suatu lahan dalam skala yang memadai lalu kemudian kita pilih golongan karbohidrat tapi tidak melulu beras. Singkong misalnya. Ini kajian. Setelah kita kaji singkong itu bisa jadi mocaf/mocav, dan mocaf itu sama dengan terigu," ujarnya.
Dari komoditas singkong ini, dia menilai bahwa Indonesia bisa mendongkrak kinerja ekspor dan menghasilkan devisa bagi negara. Pasalnya, dia mengamati produk-produk turunan dari singkong mulai banyak dimanfaatkan berbagai negara.
"Kalau mocaf ini bisa diproduksi di dalam negeri, ini Jepang saja sudah mau merubah tepung terigunya terbuat dari mocaf singkong karena guletinnya rendah dibandingkan terigu yang bisa memicu kolesterol," tandasnya.
Dia menegaskan, produk-produk turunan singkong bisa jadi andalan. Potensi ini selama ini kerap terabaikan. Dikatakan, belum ada tren di Indonesia menjadikan singkong terlibat dalam rantai pasok industri.
"Yang selama ini kita nggak pernah. Maksudnya ini masih tanaman masyarakat, bukan menjadi tanaman industri," bebernya.
Dia juga menjelaskan, banyak produk turunan yang berpotensi dihasilkan dari singkong. Tak hanya untuk bahan makanan, tapi ada peluang singkong sebagai bahan baku industri lainnya.
"Nanti turunannya banyak. Kenapa kita fokus sama singkong, nanti mocafnya bisa jadi beras, bisa jadi makanan, tapi bagian lainnya, tapiokanya bisa untuk industri. Mau industri farmasi segala macem," urainya.
Food estate yang digarap Kemenhan ini bakal dikerjakan di sejumlah lahan di Kalimantan Tengah. Hanya saja dia menegaskan, lahan yang disediakan bukanlah eks PLG sebagaimana informasi yang beredar sebelumnya.
"Bukan di lahan gambut satu juta hektare, bukan. Kita ada lahan lain yang kayak tegalan gitu. Karena dia kan nggak butuh infrastruktur yang lebih mahal. Kalau padi kan harus ada irigasi. Kalau singkong ada irigasi malah busuk dia. Jadi tegalan saja cukup," tandasnya.
Lahan yang disiapkan nanti juga akan dipatenkan sebagai lahan produksi pangan. Artinya, lahan itu tak boleh berubah fungsi. Dengan begitu, pihaknya perlu menyiapkan regulasi untuk mencegah alih fungsi lahan.
"Ini kita akan gerakan betul dan kita procuress kepada bapak presiden, supaya lahan itu dedicated tidak boleh berubah fungsi. Tidak boleh jadi Perumahan tidak boleh dibagi. Pokoknya lahannya dedicated untuk riset tanaman ketahanan pangan," tegasnya.
Ia menyebut, butuh anggaran sebesar Rp 68 triliun yang harus disiapkan pemerintah. Kebutuhan tersebut dipakai untuk menyiapkan food estate, dari rantai produksi hulu sampai ke hilir.
Tahun ini pihaknya mulai menyiapkan pembukaan lahan, sehingga tahun depan proses tanam sudah bisa dilakukan. Targetnya pada 2022 masa panen sudah bisa berlangsung di kawasan lumbung pangan di Kalimantan Tengah (Kalteng). Setelah panen, dia menjelaskan bahwa hasil produksi akan masuk ke industri hilir yang juga tengah disiapkan dalam waktu bersamaan.
"Kita siapkan, terserah kalau nanti swasta mau terlibat boleh. Tapi kalau enggak ya kita siapkan. Itu cuma butuh Rp 68 triliun. Kita procuress kepada pak Presiden, terbitkan bond lokal saja. Toh nanti hasilnya dollar," ujarnya.
Nilai investasi Rp 68 triliun tersebut merupakan estimasi kebutuhan untuk lahan seluas 1 juta hektare. "Kalau untuk 1 juta hektare itu kira-kira sekitar Rp 68 triliun sampai hilir. 3 tahun 6 bulan balik (modal)," ujarnya.
Dia menegaskan, kebutuhan dana ini tidak akan diambil dari APBN ataupun alokasi anggaran Kemenhan. Dia mengaku, opsi pemenuhan pendanaan berasal dari penerbitan surat utang yang bakal diterbitkan Bank Indonesia (BI). Ia optimistis skenario ini bisa berjalan mulus.
"Ya kan masyarakat mau, masa BI nggak mau. Mau dong, masa nggak mau menerbitkan. 4 tahun deh gua bayar pakai bunga, simpel saja. Kita harus begitu, kreatif," katanya.
Adapun lahan prioritas yang tengah disiapkan berlokasi di Kalimantan Tengah (Kalteng). Dia mencatat, sudah terdapat 800 ribu hektare lahan yang potensial dimanfaatkan sebagai food estate.
"Ada 6 Blok. Ada yang 160 ribu hektare, ada yang 200 ribu hektare, ada yang 140 ribu hektare. Totalnya kurang lebih sekitar 800 ribu hektare," paparnya.
Selain itu, dia juga tengah memetakan potensi lahan di daerah-daerah lain seperti Papua, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Hanya saja, nantinya masing-masing daerah bakal memiliki komoditas berbeda yang menyesuaikan dengan kebutuhan.
"Kita lihat di Papua, di daerah Merauke. Tapi yang pasti kita akan bergerak ke yang investasinya tidak terlalu besar jadi mungkin misalnya di sana nanti lebih cocok katakan misalnya sorgum, atau di sana lebih cocok misalnya tebu. Ya sudah kita buat gula kan bisa," urainya.
Apakah Kalteng dipilih sebagai prioritas karena dekat dengan calon ibu kota negara baru?
"Bukan. Karena lahannya saja. Jadi kayak di Sumatera kita memetakan juga, mana Sumatera yang masih ada. Sumatera sudah padat loh. Di mana kalau nggak ada ya susah. Jadi di Kalimantan Tengah itu masih banyak. Kalimantan Timur juga ada. Lalu di Sulawesi Tenggara ada juga. Nah kita lagi teliti. Terus di Papua masih ada. Itu saja lahannya, yang lainnya sudah sempit. Kalau Sumatera ada kita kejar juga. Kalau dia hutan kan ga bisa. Ini yang hutannya gundul misalkan. Di Bangka ada tapi kecil," beber dia.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Mentan, Ini Alasan Jokowi Pilih Prabowo di Food Estate