Baru Disahkan UU Minerba Digugat ke MK, Ada Apa?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
10 July 2020 17:12
[THUMB] RUU Minerba Disahkan
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara alias UU Minerba, dalam Rapat Paripurna Selasa (12/5/2020).

Presiden juga sudah menandatangani RUU ini menjadi UU pada tanggal 10 Juni 2020 dan pada hari yang sama langsung diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM dalam Lembaran Negara Republik Indonesia dengan nomor undang-undang yaitu UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

Namun tidak semua pihak menerima dengan pengesahan UU Minerba ini. Hari ini, Jumat, (10/07/2020) beberapa pihak menggugat UU Minerba ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun para Pemohon yang akan mengajukan Permohonan Pengujian UU No.3 Tahun 2020, yaitu:
1. Dr. H. Erzaldi Rosman Djohan, S.E (Gubernur Kepulauan Bangka Belitung)
2. Dr. H. Alirman Sori, S.H (Ketua PPUU DPD RI)
3. Tamsil Linrung (anggota DPD RI)
4. Dr. Hamdan Zoelva, S.H (Perkumpulan Serikat Islam)
5. Dr. Marwan Batubara (IRESS)
6. Ir. Budi Santoso (IMW)
7. Ilham Rifki Nurfajar (Sekretaris Jenderal Perhimpunan Mahasiswa Pertambangan)
8. M. Andrean Saefudin (Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia).

Gubenur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan yang turut hadir di MK mengatakan uji formil ini perlu karena pihaknya sebagai pemerintah daerah merasa tidak pernah diajak untuk berkonsultasi dalam penyusunan Undang-Undang ini. Pun demikian dengan Dewan Perwakilan Daerah (DDP).

"Intinya kami dari pemerintah daerah mengajukan uji formil ini semata-mata kami ingin daerah itu dilibatkan dalam menyusun UU karena ini perlu urusan sumber daya alam ini sangat-sangat sensitif," ungkapnya saat ditemui di Gedung MK, Jumat, (10/7/2020).

Menurutnya ada satu pasal yang membuat kreativitas pemerintah daerah akan sangat terkekang. Saat ini Bangka Belitung sedang bertransformasi dari pertambangan ke pariwisata. Lebih lanjut ia mengatakan jika sudah melakukan perubahan transformasi untuk daerah sendiri kaitannya dengan tata ruang juga harus dilakukan perubahan.

"Saya ambil contoh pasal 35 mengenai tata ruang, tata ruang itu kata-katanya pemerintah daerah menjamin tidak merubah tata ruangnya untuk pertambangan. Waktu kita mengesahkan Perda RZWP-3-K tata ruang laut karena di laut pun ada pertambangan sehingga konflik dengan masyarakat nelayan konflik dengan masyarakat pesisir sangat tinggi menyusun Perda itupun butuh waktu 4 tahun, terlebih lagi ketika kami mempunyai visi dan misi mentranformasi mining ke tourism," jelasya.

Erzaldi menegaskan jika pemerintah daerah tidak memiliki saham dari PT Timah Tbk yang lokasi pertambangannya juga berada di Bangka Belitung. Ia mengaku sempat mengajukan ke Presiden beberapa waktu lalu untuk bisa diberikan saham dari PT Timah Tbk.

"Mana ada (tidak ada) nol," tegasnya.

Selama ini pihak pemerintah daerah hanya mendapatkan pendapatan dari royalti dengan nilai yang sangat kecil. Menurutnya royalti yang didapat oleh pemerintah daerah Bangka Belitung adalah yang terendah untuk komoditas Mineral yakni 3%.

Itu pun masih masuk ke pemerintah pusat dahulu dan dari 100% persen royalti dipotong 25%. Yang artinya pemerintah daerah hanya mendapatkan 75% dari 3% royalti yang dibayarkan. "Iya 75% dari 3%," ucapnya.

Ia menegaskan banyak konflik yang terjadi di penambangan PT Timah Tbk. Erzaldi tidak mau mengamini jika gugatan ini ditujukan untuk mengembalikan kewenangan ke daerah. "Silahkan diskusikan saja kami tidak ingin negeri kami provinsi kami sudah rugi ketimpa tangga lagi," ucapnya.

Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Alirman Sori mengatakan mengatakan ada kewajiban konstitusional dan perwakilan daerah terkait UU Minerba karena diatur UUD. Ia menegaskan proses yang dilakukan dalam UU Minerba ini secara mekanisme dan aturan tidak berjalan semestinya.

"Kalau RUU berasal dari pemerintah dan DPR, itu DPD harus menyampaikan DIMnya. Dan itu dibahas bersama antar DPR, pemerintah, dan DPD, progress ini nggak jalan. Hanya sebatas meminta padangan masukan," jelasnya.

Ia menekankan di dalam konstitusi mestinya tidak seperti itu, DPD harus menyampaikan DIM nya dan DPD harus ikut membahas secara tuntas pada tingkat satu tidak boleh bolong. Dan di tingkat satu memberikan pendapat mini.

"Itu adalah hal yang harus dilakukan dalam proses UU dalam kewenangan DPD. Nah setelah kita lihat UU No 3 tahun 2020 dalam menjadi pertimbangan bahwa DPD tidak membahas," paparnya.

Menurutnya pihaknya akan mengawal kepentingan daerah. Di dalam UU ini merupakan sentralistik semua kewenangan ditarik ke pusat. "Ada kewajiban kami sebagai perwakilan daerah yang bertanggung jawab menyelamatkan daerah caranya bagaimana saya sebagai anggota DPD harus ikut dalam memperjuangkan daerah."


(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perhatian! Pembahasan RUU Minerba Ditunda Dua Minggu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular