Shell Mau Cabut dari Blok Masela, Pertamina Minat Join?

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
09 July 2020 15:08
Blok Masela (Dok.Reuters)
Foto: Blok Masela (Dokumentasi Reuters)

Jakarta, CNBC IndonesiaPT Pertamina (Persero) turut memonitor perkembangan terkini usai Royal Dutch Shell Plc (Shell) dikabarkan mundur dari proyek Blok Masela. Demikian disampaikan VP Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman kepada CNBC Indonesia, Kamis (9/7/2020).

"Apabila terdapat peluang terbuka untuk Pertamina, maka Pertamina akan melakukan kajian terlebih dahulu di level manajemen dan membicarakannya dengan regulator terkait," ujar Fajriyah.

Seperti diketahui, Pertamina memang pernah mengutarakan keinginan untuk masuk dalam pengelolaan Blok Masela. Peristiwa itu terjadi pada era kepemimpinan Direktur Utama Dwi Soetjipto.

"Kita sudah sampaikan ke (pihak pengelola) Blok Masela, untuk kita berniat masuk, tapi belum ada balasan. (pemilikan saham) 10% sampai 20%," kata Dwi ketika itu.

Dinamika terkait pengembangan Blok Masela mengemuka belakangan. Ini setelah Royal Dutch Shell Plc (Shell) dikabarkan akan melepas saham partisipasi di blok tersebut.

Seperti diketahui, Shell melalui Shell Upstream Overseas memiliki saham partisipasi Lapangan Abadi, Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku, sebesar 35%. Sedangkan sisanya dimiliki oleh Inpex via Inpex Masela sebanyak 65%. Dari blok itu ditargetkan produksi LNG 9,5 juta ton. SKK Migas memproyeksikan Blok Masela untuk onstream pada tahun 2027 mendatang. Sementara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif mengharapkan satu tahun lebih lekas. 



Menanggapi hal ini Act. Corporate Communication Manager INPEX Masela Moch N. Kurniawan mengatakan pihaknya akan tetap fokus dalam pengembangan proyek LNG Abadi ini. Sebagai operator dan dengan dukungan pemerintah Indonesia, Inpex optimis proyek ini akan terus berlajut.

"Kami yakin bahwa Proyek ini akan terus berlanjut dan kami secara aktif bekerja melaksanakan POD yang disetujui oleh Pemerintah Indonesia," ujar Kurniawan di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Soal kabar hengkangnya Shell, pihaknya enggan memberikan komentar. Ia pun menyarankan untuk langsung menanyakan hal tersebut ke Shell.

Selain itu, soal perkembangan pembicaraan dengan Shell, Kurniawan juga belum bersedia memberikan komentar.

Saat dikonfirmasi, Shell Indonesia juga belum mau memberikan tanggapan terkait rencana dan alasan kenapa akhirnya memilih bakal mundur.

"Untuk permintaan di atas (alasan Shell mundur) belum ada komentar," kata VP External Relation Shell Indonesia Rhea Sianipar kepada CNBC Indonesia, Senin (6/7/2020).



Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno kepada CNBC Indonesia, Senin (8/7/2020), pun menegaskan Shell belum memutuskan mundur dari pengembangan Blok Masela.

"Shell belum memutuskan mundur tetapi sedang mencari partner lainnya untuk proses pengalihan participating intertest-nya, meminta izin BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) untuk membuka data room. Selanjutnya ya proses diskusi," ujarnya.

Setelah itu, menurut Julius, proses selanjutnya adalah diskusi atau negosiasi business-to-business (B to B) oleh para pihak. Ia menyebut Inpex juga tertarik untuk mengambil alih dan berkomitmen untuk terus menjalankan Proyek Masela.

"Proyek jalan terus kalaupun nanti Shell mundur. Kan ada yang ganti juga. The show must go on," kata Julius.

Kabar ini dinilai pengamat minyak dan gas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto sebagai kabar yang kurang baik. Menurut dia, jika Shell mundur, akan semakin tidak mudah untuk bisa mengembangkan Blok Masela. Faktor partner ini akan semakin menambah kompleksitas permasalahan yang sudah ada sebelumnya.

"Yaitu di mana kepastian tentang siapa pembeli gas dari hasil produksi Blok Masea ini juga belum jelas," kata Pri kepada CNBC Indonesia, Selasa (7/7/2020).

Lebih lanjut, dia mengatakan ada tantangan dari sisi pasar liquefied natural gas (LNG) global dalam lima tahun ke depan yang mana kondisinya oversupply, dibarengi dengan harga yang rendah. Sehingga biaya dan keekonomian pengembangan Blok Masela nantinya belum tentu masih akan kompetitif untuk mengembangkan lapangan yang ada.

Soal target ini, Pri Agung mengatakan akan tergantung apakah sudah ada kepastian jual beli gas atau belum. Menurut dia, perlu antisipasi lebih responsif dari semua pihak untuk mencari alternatif serapan pasar domestik.

"Di situ korelasinya. Semakin sulit mencari market, semakin tinggi ketidakpastian terkait proyek tersebut," ujar Pri.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Shell Cabut dari Investasi Terbesar di RI, Ini Penggantinya?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular