
Cerita di Balik Gunungan Uang Rp 97 M Milik Eks Bos TPPI

Jakarta, CNBC Indonesia - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan eksekusi barang bukti dari terdakwa kasus dugaan korupsi penjualan kondensat oleh eks Direktur Utama PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) Honggo Wendratno. Ada dua barang bukti yang dieksekusi, yaitu kilang LPG PT TLI di Tuban Jawa Timur dan uang senilai Rp 97 miliar.
Eksekusi ini dilakukan selepas Honggo divonis 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (22/6/2020) lalu.
Dalam keterangan pers di Gedung Sasana Pradana Kejagung, Jakarta, Selasa (7/7/2020), Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Ali Mukartono mengatakan, dalam kasus ini, ada tiga terdakwa termasuk Honggo. Dua terdakwa lainnya adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono.
Kedunya divonis empat tahun penjara dan denda masing-masing Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Majelis hakim juga menilai Raden Priyono dan Djoko Harsono terbukti bersalah melakukan korupsi dalam perkara yang sama.
"Sebagaimana yang kita ketahui perkara terkait kondensat ada tiga terdakwa. Satu Honggo yang telah disidangkan tanpa hadirnya terdakwa, yang kedua JPU masih menyatakan upaya hukum banding karena tuntutan yang masih belum sesuai harapan JPU," ujar Ali.
"Dalam pidana perkara kondensat ada barang bukti berupa kilang minyak yang ada di daerah Tuban. Di dalam proses penuntutan JPU, ada uang yang disimpan dalam satu rekening ada sekitar Rp 97 miliar oleh penuntut umum dilakukan penyitaan dan dikabulkan oleh hakim sehingga perkara ini naik persekusi dan disetorkan ke negara," lanjutnya.
Menurut Ali, uang Rp 97 miliar ini bukan uang pengganti tetapi merupakan perampasan keuntungan atau pengambilan keuntungan yang diperoleh oleh terpidana berdasarkan pasal 18 UU 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Sedangkan kondensat kilang diperhitungkan kewajiban diganti oleh terpidana ada US$ 128 juta. Jadi keseluruhan perkara ini merugikan negara sekitar Rp 35 triliun tetapi terakhir masih ada kekurangan US$ 128 juta atau sekitar Rp 1,8 triliun. Nah dari kekurangan ini diperhitungkan ada kilang tadi. Jadi uang Rp 97 miliar bukan uang pengganti tapi yang diperhitungkan adalah kilang," ujar Ali.
Sebelumnya, dalam sidang yang digelar secara in absentia, Ketua Majelis Hakim Rosmina menilai Honggo terbukti melakukan korupsi pada kasus penjualan kondensat oleh PT TPPI.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Honggo Wendratno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 16 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan," katanya di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (22/6/2020).
Berikut adalah perjalanan kasus ini sebagai dikutip dari detik.com, Selasa (7/7/2020):
1998
Krisis moneter menerpa Indonesia. PT TPPI collapse dan diambil alih pemerintah. Setelah itu, berbagai cara dilakukan agar PT TPPI bisa tetap hidup.
21 Mei 2008
Wapres ke-10 Jusuf Kalla (JK) menggelar rapat di Istana Wapres dengan Agenda Pengembangan Pusat Industri Petrokimia Tuban. Tujuan khusus rapat itu terkait pemanfaatan kapasitas produksi dan optimalisasi peran TPPI dalam penyediaan suplai BBM untuk kawasan Jawa Timur.
Hasil rapat adalah perlu dilakukan langkah penyelamatan TPPI. BP Migas, Pertamina dan PT TPPI agar menyelesaikan pembahasan mengenai skema bisnis yang saling menguntungkan bagi PT TPPI dan Pertamina termasuk harga jual minyak mentah/kondensat kepada PT TPPI.
2009
Kepala BP Migas Raden Priyono menindaklanjuti dengan menyuntik dana ke PT TPPI sebesar USD 2,7 miliar. Nah, ternyata belakangan terjadi masalah. PT TPPI kemudian mengembalikan uang sebesar USD 2,5 miliar ke Kemenkeu sehingga masih ada selisih uang yang belum dikembalikan
16 Juni 2015
JK menyatakan kasus PT TPPI adalah sengketa perdata, bukan pidana.
Mabes Polri menetapkan Raden Priyono dan Dirut PT TPPI Honggo Wendratno sebagai tersangka. Begitu juga dengan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono.
September 2019
Nama Honggo disebut dalam kasus korupsi Rp 188 miliar dengan terdakwa mantan Direktur Utama (Dirut) PT PLN Nur Pamudji. Perbuatan Nur disebut berkaitan dengan pengadaan BBM jenis High Speed Diesel (HSD).
"Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, yaitu Honggo Wendratno, atau suatu korporasi Tuban Konsorsium yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 188 miliar," ujar jaksa.
Januari 2020
Honggo dkk mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
8 Juni 2020
Honggo dituntut 18 tahun penjara.
22 Juni 2020
Honggo dihukum 16 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara oleh majelis hakim di PN Jakpus. Hakim juga memerintahkan perampasan aset berupa kilang minyak milik perusahaan Honggo. Dia juga diwajibkan membayar ganti rugi Rp 97 miliar.
"Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang cukup untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana dengan pidana penjara selama 6 tahun," ujar hakim Rosmina.
Adapun Raden dan Djoko dihukum 4 tahun penjara.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gunungan Uang! Kejagung Sita Rp97 Miliar Milik Eks Bos TPPI