Termasuk RI, Hanya 7 Negara Dunia yang Masih Jual Premium

Anisatul Umah, CNBC Indonesia
01 July 2020 18:06
INFOGRAFIS, Premium Pertalite Akan Dihapus?
Foto: Infografis/Premium Dihapus?/Edward Ricardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengikuti rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR RI di ruang rapat Komisi VII DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (1/7/2020).

Dalam bahan presentasi yang didapat CNBC Indonesia, terungkap bahwa tidak banyak lagi negara di dunia yang menggunakan BBM RON 88 atau yang dikenal dengan Premium.

Ketujuh negara itu adalah Bangladesh, Kolombia, Mesir, Mongolia, Ukraina, Uzbekistan, dan Indonesia. Dari sisi PDB per kapita, Bangladesh memiliki GDP US$ 1.698, Kolombia US$ 6,687, Mesir US$ 2.549, Mongolia US$ 4.121, Ukraina US$ 3.095, Uzbekistan US$ 1.532, dan Indonesia US$ 3.893.

Sementara itu, jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan ASEAN, hanya Indonesia yang masih menjual BBM RON 88. Selain itu yang dijual adalah BBM RON 89, BBM RON 90, BBM RON 92, BBM RON 95, dan BBM RON 86 atau total enam produk.

Di Singapura, minimal yang dijual adalah BBM RON 92. Sementara di Malaysia, minimal yang dijual, yaitu BBM RON 95 dan BBM RON 97. Kemudian di Thailand (BBM RON 91 & BBM RON 95), Filipina (BBM RON 91, BBM RON 95, dan BBM RON 100), Vietnam (BBM RON 92, BBM RON 95, dan BBM RON 98).



Dalam bahan paparan itu juga terdapat tiga tahap yang disiapkan oleh perseroan untuk menghapus Premium hingga Pertalite (BBM RON 90).

Pertama, pengurangan BBM RON 88 disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM RON 90.

Kedua, pengurangan BBM RON 88 dan 90 di SPBU disertai dengan edukasi dan campaign untuk mendorong konsumen menggunakan BBM di atas RON 90.

Ketiga, simplifikasi produk yang dijual di SPBU hanya menjadi dua varian yakni BBM RON 91/92 dan BBM RON 95.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan akan ada perubahan sangat besar dalam industri migas dunia. Apalagi ditambah adanya pandemi Covid-19.

"Energi fosil akan peak 2030, renewable energy akan meningkat. Perubahan tidak lama lagi 10 tahun. Tidak bisa bicara tentang eksisting bisnis fossil fuel dengan renewable energy diletakkan dalam fokus yang sama," kata Nicke.

Dalam rapat kali ini, Nicke mengungkapkan ada tugas besar yang dibebankan pemerintah kepada perseroan. Tugas itu adalah mengurangi impor minyak, termasuk BBM jenis Solar.

Nicke menjelaskan, kebijakan pemerintah yang mendorong kendaraan listrik hingga meningkatkan penggunaan biodiesel (B20, B30, B50, dan B100) berpengaruh kepada perubahan permintaan minyak ke depan.

"Maka penting untuk melihat kembali supply demand ke depan. Pemerintah saat ini sedang menyusun kembali, membuat revisi RUEN (Rencana Umum Energi Nasional) yang kemudian diterjemahkan ke kebijakan energi ansional. Ini yang menjadi landasan, ini gak bisa jadi keputusan Pertamina sendiri, Pertamina harus ikut kebijakan energi nasional ke depan," kata Nicke.

Namun, lanjut dia, fakta hari ini menunjukkan Indonesia masih melakukan impor minyak.

"Salah satu tanggung jawab Pertamina adalah mengurangi defisit neraca perdagangan dengan membangun kilang," ujar Nicke.

Oleh karena itu, Pertamina terus mempercepat pengembangan kilang proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) dan pembangunan kilang baru proyek Grass Roof Refinery (GRR).

Setelah proyek ini rampung nantinya kilang yang saat ini berkapasitas 1 juta barel per hari akan meningkat dua kali lipat menjadi 2 juta barel per hari, sehingga kebutuhan kilang terpenuhi tanpa perlu impor lagi.

Berikut adalah target penyelesaian proyek kilang Pertamina:

Target penyelesaian proyek kilang PertaminaFoto: Dokumentasi Pertamina



"Dengan pembangunan 4 RDMP dan 1 GRR di 2026, kita sudah tidak lagi melakukan impor gasoil (solar), kita gak impor, malah berlebih. Kita lakukan ekspor. Kita hanya butuh sedikit gasoline (bensin) untuk impor. Dengan 4 RDMP dan 1 GRR cukup. Tapi ini kan butuh kesepakatan semua. Seluruh pembangunan kilang itu dan merupakan PSN. Jadi kami tetap jalankan," kata Nicke.

"Tapi kan masalahnya kita masih impor, kami gak bisa nunggu. Jadi kami lakukan saja. Kami harap dari bapak ibu anggota Komisi VII bersama-sama lakukan ini agar tidak ada lagi masalah," lanjutnya.


(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Keluhkan Beban Keuangan Selama Pandemi ke DPR

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular