
Industri Penerbangan RI: Tiket Mahal Hingga Ancaman Mati Suri

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mempersilakan maskapai memasang tarif batas atas (TBA) di tengah pandemi Covid-19. Hal itu sebagai kelonggaran terhadap kebijakan pembatasan penumpang saat era new normal hanya dibatasi 70%.
"Untuk mengimbangi karena kita batasi kapasitas yang boleh digunakan, maka dibuka silakan kalau mau naikkan harga, kan ada harga batas atas," ujar Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Ridwan Djamaluddin dalam konferensi pers virtual, Senin (15/6/20).
"Saat ini harga batas atas itu belum dimanfaatkan sih sebetulnya, kalau mau ya silakan dimanfaatkan. Namun sekali lagi, kondisi sekarang ini adalah kondisi darurat. Jadi kalau ada realita misalnya ini gak nutup biaya operasional mari kita bicarakan bersama bagaimana caranya," lanjutnya.
Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyambut positif lampu hijau tersebut. Menurut dia, selama ini koordinasi dengan para stakeholder terus dilakukan. Persoalan di bisnis penerbangan terus dibahas untuk mencari jalan tengah.
"Perhubungan sangat keras mencari jalan, regulasi yang disepakati bersama dan tidak memukul dua pihak," kata Irfan dalam acara Stadium Generale yang digelar oleh Binus University secara virtual, Selasa (16/6/2020).
Dari diskusi tersebut, dibahas soal maskapai penerbangan boleh mengangkut 70% penumpangnya dari total kapasitas. Namun, menurut Irfan, dengan kebijakan tersebut Garuda hanya bisa mengangkut 63%.
"Karena tempat duduk (Boeing) 737 kita itu tengahnya kosong, kita kan juga ada business class, jadi sendiri-sendiri. Pertanyaannya apakah itu cukup untuk menghidupi kita? Tentunya tidak. Jawabannya tegas sekali enggak. Tapi kan pilihannya jelas hari ini. Mau naikkan harga? oh senang sekali kalau pemerintah membolehkan, kami mau," katanya.
Namun, Irfan menyadari bahwa saat ini masyarakat juga dalam kondisi sulit. Dia menyebut, biaya hidup tidak ada yang turun, termasuk biaya pendidikan. Kebijakan belajar dari rumah juga turut menambah beban masyarakat.
"Vidcon terus sehari-hari. Semuanya naik, bertahan, nggak ada yang turun. Eh mau naik, Garuda dinaikkan, kita juga tahu dirilah, kan kita semua sedang dalam kesulitan," ujar Irfan.
Sejalan dengan itu, kapasitas penumpang pesawat yang terlalu padat justru bisa membuat penumpang pesawat tak pede menggunakan jasa penerbangan di kala pandemi covid-19. Apalagi berdasarkan survei para penumpang pesawat udara lebih memilih wait and see selama pandemi.
Irfan pun menyampaikan skenario buruk yang menghantui industri penerbangan.
"Riset menunjukkan 60-70% mereka yang biasa travelling mengatakan, I will wait and see. Kebayang kan kalau 60% ini menunda sampai 6 bulan? Bisa kebayang kan bahwa pesawatnya 60% akan grounded for the next six months. Ini sih kita bukan survival mood lagi, tapi mati suri," kata Irfan.
Dalam kondisi demikian, menurut dia, sulit untuk kembali menggairahkan industri penerbangan. Dia memberikan contoh tentang salah satu maskapai yang telah menyatakan bangkrut.
"Ini mau hidup lagi, cara yang paling bagus ya seperti Thai Airlines, dibangkrutkan saja terus dihidupkan kembali. Jadi itu yang terjadi," ujar Irfan.
Ia meminta banyak pengusaha penerbangan agar lebih bijak. Irfan tak ingin maskapai bersikukuh menuntut agar penerbangan dibuka dengan 100% kapasitas.
"Saya sampaikan ke teman-teman di penerbangan, jangan ngotot 100% lah. This is not about us, ini bukan persoalan kita ngotot dengan teman-teman di Kemenhub. Begitu ini krisis, 100%, begitu dempet-dempetan di pesawat, yang terjadi masyarakat nggak confident dengan transportasi udara," tuturnya.
Jika masyarakat tak lagi percaya terhadap layanan penerbangan, menurut dia, yang terjadi akan lebih parah. Upaya pemulihan di industri ini yang diramalkan berbagai pakar butuh waktu 2-3 tahun, terancam akan lebih panjang lagi.
"Jadi kita minta dukungan semua pihak. Kita lagi cari cara nih bagaimana caranya, kita duduk bertigaan di dalam satu pesawat tapi aman. Misalnya pakai pembatas, atau kita bilang lw jangan tengok kanan kiri, napasnya ditahan. Pokoknya kita cari cara orang merasa nyaman tapi juga aman. Kan naik pesawat terbang ini industri kebahagiaan. Jangan di dalam pesawat merasa nggak bahagia, merasa terdesak," kata Irfan.
(miq/miq)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini