Pasca Covid-19, Bisakah Ekonomi RI Langsung Tancap Gas?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
02 June 2020 19:58
Suasana aktivitas pasar Nangka, Jakarta Pusat, Rabu (19/2). Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menerapkan cukai terhadap produk plastik secara keseluruhan, bukan hanya kantong plastik. Pasalnya, dari sebagian besar anggota berpandangan bahwa, apabila pemerintah ingin mengedepankan aspek lingkungan dan kesehatan, seharusnya cukai plastik bukan hanya ditunjukkan untuk kantong kresek saja. Tapi juga terhadap beberapa produk plastik lainnya, seperti minuman kemasan, kemasan makanan instan, dan lain sebagainya. Sri Mulyani juga mengajukan pengenaan beberapa produk kena cukai ke Komisi XI DPR. Salah satu barang yang akan kena cukai adalah kendaraan bermotor khususnya kendaraan yang masih mengeluarkan emisi CO2. Ketentuan yang akan diatur adalah, dikecualikan pada kendaraan:

Kendaraan yang tak menggunakan BBM seperti kendaraan listrik

Kendaraan umum, kendaraan pemerintah, kendaraan keperluan khusus seperti ambulan dan damkar

Kendaraan untuk kebutuhan ekspor

Berdasarkan bahan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang diterima CNBC Indonesia, belum ada besaran tarif yang diusulkan. Besaran tarif dapat berubah tergantung tujuan dari kebijakan pemerintah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Kendaraan (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Morgan Stanley memprediksi Indonesia bakal pulih lebih cepat dari masa pandemi Covid-19. Bersama Filipina dan India, Indonesia diperkirakan akan terkena dampak resesi global yang lebih rendah, berkat pertumbuhan struktural yang tinggi.

Peneliti INDEF Wahyudi Askar mengatakan, itu bisa saja berubah jika kebijakan-kebijakan dari dalam negeri tidak berjalan dengan baik. Apalagi, penelitian yang dibuat Morgan Stanley bersifat modelling dan dilakukan ketika kondisi ekonomi Indonesia masih dalam keadaan baik.

"Itu berdasarkan model kemarin, model hari ini. Semua bisa terjadi ke depan. Itu yang tidak bisa diprediksi oleh modelling secanggih apapun. Jadi ketika kemudian pemerintah salah mengambil ekonomi kesehatan ke depan, pemodelan itu berarti sia-sia," kata Wahyudi dalam sesi diskusi virtual INDEF, Selasa (2/6/2020).

Salah langkah kebijakan yang dimaksud adalah tidak pro dalam mendukung usaha kecil masyarakat. Jika hanya mementingkan urusan pengusaha besar, maka Wahyudi menilai akan ada harga mahal yang harus dibayar.

"Misal pemerintah lakukan kebijakan yang tidak pro ke masyarakat rentan, tidak pro ke usaha mikro atau mungkin petani dan lebih mengutamakan kepentingan pengusaha. Di jangka pendek itu cukup bagus untuk recovery ekonomi Indonesia, tapi setelah dua tahun bsia jadi outputnya ketimpangan ekonomi yang semakin besar," paparnya.

Waktu beberapa bulan ke depan menjadi sangat krusial. Wahyudi optimis ekonomi bisa cepat pulih, namun waktu beberapa bulan ke depan harus bisa dimaksimalkan dan jangan sampai salah langkah.

"Proses beberapa bulan ke depan harus berlandaskan sains dan berpihak kepada kepentingan ke masyarakat luas," sebutnya.

Tidak jauh berbeda, Peneliti INDEF lainnya Zulfikar Rahmat pun menilai recovery Indonesia bisa terjadi cepat jika pemerintah bisa serius dalam menanganinya.

"Perlu dicatat, studinya itu mengatakan apabila covid-19 tidak memuncak pada kuartal kedua 2020. Jadi jika pemerintah malah membuat kebijakan yang kemungkinan akan membuat kasus Covid-19 memuncak lagi bisa jadi studi ini ngga jadi kenyataan," katanya.


(dru/dru) Next Article 3 Bulan RI Tersengat Covid-19, Kerugian Capai Rp 316 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular