Setelah Mobil, Harga Rumah Seken Juga Jeblok, Saatnya Beli?

Sandi Ferry, CNBC Indonesia
21 May 2020 11:15
Suasana Perumahan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Properti (FLPP) di Cibarengkok  Pengasinan, Kec. Gn. Sindur, Bogor, Jawa Barat, Senin (17/2/2020). PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk pada tahun 2020 meningkatkan layanan transaksi digital untuk menggaet calon debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi KPR (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Anjloknya harga rumah secondary di sejumlah wilayah elite di Jakarta, juga ditambah stagnannya harga rumah primary memberi sinyal bahwa pertumbuhan sektor properti sedang menurun. Hingga akhir tahun mendatang, harga properti juga diprediksi masih tidak akan mengalami perbaikan.

"Momentum ini lagi rendah-rendahnya, kelihatannya ngga ada pertumbuhan sampai akhir 2020. Awal tahun 2021 masih konsolidasi, karena belum ada kejelasan hingga kini," kata Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia, Ferry Salanto kepada CNBC Indonesia, Rabu (20/5/2020).


Pada riset yang dikeluarkannya akhir tahun 2019 lalu, ia memang memperkirakan di tahun ini sektor properti tidak akan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Namun, setelah memasuki masa pandemik virus korona, proyeksi yang sudah dibuat bisa semakin jeblok.



"Properti itu siklus 2019 sedang menuju bottom. Kita liat sebelum ada Covid-19, sektor ini titik nadirnya di 2020. Akan recovery kemungkinan di akhir 2020-2021, dengan asumsi pertumbuhan ekonomi membaik. Karena memang siklusnya menuju dasar. Adanya tambahan COVID-19 ini membuat masa recovery lebih panjang, jadi mundur setahun kemudian di 2021," kata Ferry.

Dengan kondisi tersebut, maka bisa dibilang saat ini merupakan waktu yang pas untuk mengincar properti sebagai investasi. Ferry memperkirakan harga properti akan normal dengan membutuhkan waktu beberapa tahun mendatang.


"Memang kemarin kondisi sempat harga tinggi-tinginya, di luar batas normal. Sekarang sebenarnya harga menuju normal, jadi sekarang terkoreksi menuju normal. Dan ada potensi harga itu naik lagi di dua hingga tiga tahun ke depan," ungkapnya.


Penurunan harga rumah mewah bekas kala pandemi Covid-19 di antaranya terjadi di kawasan penyangga, seperti Bumi Serpong Damai (BSD) Tangerang Selatan.

"Cenderung sekitar 10-15%. Kalaupun ada 20%, itu pun terlalu tinggi. Karena di sini value-nya masih bagus," kata Agen East2West Property Jessica Leonard kepada CNBC Indonesia.

Penyebab penurunan harga rumah bekas di BSD tidak terlalu dalam karena harga rumah di BSD umumnya dimulai dari Rp 1 miliar atau lebih. Berbeda dengan Pondok Indah yang harga termurahnya berada di kisaran Rp 20 miliar, sehingga penurunan pun jauh lebih dalam.

"Transaksi, orang selalu cari harga murah, tinggal investornya kuat apa nggak. Kalau kuat, dia nggak mau kasih jika merugi. Kalau dia nggak kuat, terpaksa dia lepas harga di bawah (rata-rata)," sebutnya.

[Gambas:Video CNBC]



(tas/tas) Next Article BI: Penjualan Rumah Naik Nyaris 14%, Harga Naik Tipis 1%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular