Catat! 3 Syarat Khusus Kalau Daerah Mau Longgarkan PSBB

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
21 May 2020 07:14
Sanksi bagi warga tidak menggunakan masker (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Foto: Sanksi bagi warga tidak menggunakan masker (CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah memutuskan untuk menjalankan pola hidup berdampingan dengan penyakit COVID-19. Guna mendukung upaya tersebut, pemerintah akan menyiapkan berbagai syarat kepada sejumlah daerah yang berkeinginan melonggarkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengemukakan bahwa akan ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi daerah apabila ingin melonggarkan kebijakan PSBB.



"Jadi sekali lagi kita sedang mencoba merumuskan protokol masyarakat yang produktif dan aman," kata Suharso dalam konferensi pers usai rapat terbatas yang digelar secara tertutup, Rabu (20/5/2020).

Ia menjelaskan syarat yang dimaksud akan ditentukan dalam sejumlah indikator. Pertama, indikator penularan berdasarkan reproduction rate dengan skala R0.

Basic reproduction number, menurut Suharso, merupakan sebuah angka yang menunjukkan daya tular dari sebuah virus, bakteri atau penyakit dari manusia ke manusia lain.

"Misalnya campak itu daya tularnya 16-18. Artinya basic reproduction number atau dengan R0 campak 12-18 dan dia melalui aerosol. Ada juga misalnya batuk rejan itu 5,5. Kemudian kalau kita ingat flu spanyol pada 100 tahun yang lalu itu 1,4-2,8," jelasnya.



Berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit COVID-19 yang berasal dari virus dengan nama resmi SARS-CoV-2 ini memiliki skala 1,9-5,7 di seluruh dunia. Artinya, dalam skala R0, satu orang Indonesia dapat menularkan virus ini kepada 2 sampai 3 orang.

"Tugas kita adalah bagaimana pada waktu tertentu bisa menurunkan R0 dari yang namanya 2,5 atau 2,6, persisnya di bawah 1. Artinya tidak sampai menularkan orang lain," ujarnya.

Lalu, indikator kedua berkaitan dengan sistem kesehatan. Suharso mengatakan, tolok ukur yang akan digunakan adalah seberapa tinggi adaptasi dan kapasitas dari sistem kesehatan yang bisa merespons untuk pelayanan COVID-19.

"Misalnya jumlah kasus yang baru itu jumlahnya harus lebih kecil dari kapasitas pelayanan kesehatan yang bisa disediakan. Kapasitas pelayanan kesehataan itu harusnya 60% dari total kapasitas kesehatan itu," paparnya.

Sebagai gambaran, sebuah rumah sakit memiliki kapasitas 100 tempat tidur, maka diwajibkan maksimum 60 tempat tidur khusus untuk pasien COVID-19. Adapun jumlah pasien baru yang datang ke rumah sakit tersebut harus di bawah 60 orang atau tidak melebihi kapasitasnya.

Terakhir, indikator ketiga berkaitan dengan kapasitas pengujian tes COVID-19 terhadap penduduk. Tes ini harus dilakukan secara masif untuk mengetahui seberapa besar penderita virus tersebut.

Suharso menegaskan, ketiga indikator tersebut akan menjadi dasar pemerintah pusat menentukan apakah suatu daerah yang menerapkan PSBB bisa melonggarkan kebijakan tersebut atau tidak.

Indonesia sendiri menduduki peringkat dua dengan kasus terbanyak di wilayah ASEAN, dengan 19.189 terjangkit, naik 693 kasus dalam sehari. Kasus kematian sebanyak 1.242, dan 4.575 kasus pasien berhasil sembuh.

Penyakit COVID-19 sejauh ini sudah menulari 213 negara dan teritorial di seluruh dunia. Lebih dari 5 juta penduduk terjangkit, dengan lebih dari 300 ribu meninggal dunia, serta lebih dari 1,9 juta pasien berhasil sembuh sejauh ini.


[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article PNS-nya Dikaitkan dengan Habib Idrus, Bappenas Buka Suara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular