
Xi Jinping Mau Sebar Vaksin Corona, Dermawan atau Retorika?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 May 2020 15:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah berbagai gempuran sentimen negatif yang menyerang China (terutama dilayangkan dari Amerika Serikat), membuat Xi Jinping selaku presiden Negeri Tirai Bambu akhirnya angkat bicara. Dalam Pidatonya di depan Majelis Kesehatan Dunia (WHA) Xi Jinping bahkan mengatakan China sangat transparan dan bersedia membagi vaksin ketika sudah ditemukan nanti.
Semenjak wabah corona (Covid-19) merebak di AS, Presiden Negeri Paman Sam Donald Trump menjadi jengkel dan menuding China telah menutupi informasi terkait wabah dan gagal menanganinya sehingga menjadi pandemi global seperti sekarang ini. Inilah awal mula keduanya terlibat dalam perseteruan kembali.
Di tengah berbagai tekanan yang dihadapi China, Xi Jinping bahkan menyebut Negeri Tirai Bambu sudah melakukan berbagai cara menolong negara lain. "China selalu memiliki sikap terbuka, transparan dan bertanggung jawab," ujarnya sebagaimana dikutip AFP, Senin (18/5/2020).
Xi menambahkan China juga mendukung evaluasi komprehensif terhadap pandemi. Tapi, ia meminta penyelidikan harus dipimpin oleh WHO dan memegang prinsip objektivitas.
Di kesempatan yang sama, dia menjanjikan bakal membagikan vaksin segera setelah ditemukan. Vaksin, kata dia, ketika sukses dibuat akan menjadi barang umum milik global.
"Ini akan menjadi kontribusi China untuk memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan vaksin di negara-negara berkembang," katanya sebagaimana ditulis juga oleh The Strait Times, Selasa (19/5/2020). Xi pun akan memberi bantuan pada WHO hingga US$ 2 miliar.
Lantas, apakah tindakan China tersebut benar-benar menunjukkan sikap dermawan tanpa tedeng aling-aling atau hanya retorika Xi Jinping belaka?
Pada dasarnya China tengah jadi sorotan global. Tentu banyak yang menaruh curiga terhadap China terutama rivalnya, AS yang terus menggulirkan berbagai narasi bahwa China ada dibalik pandemi global yang terjadi.
Sehingga China harus sangat berhati-hati dalam merespons. Salah sedikit saja berkata, kredibilitas China di kancah global di pertaruhkan. Lagi pula sebenarnya di momen seperti ini ketika wabah di China sudah mereda sedang di AS masih merebak, China mendapat kesempatan untuk menunjukkan 'kepemimpinannya' di kancah internasional.
Saat episentrum wabah bergeser dari China ke Eropa, Negeri Panda menunjukkan aksi heroiknya kepada dunia dengan mengirimkan berbagai macam alat kesehatan dan tenaga medis untuk membantu negara-negara Eropa menangani pandemi abad ini.
Tak bisa dipungkiri hal ini menjadi kesempatan China untuk mengambil alih pengaruh global yang selama ini dipegang oleh Negeri Adidaya. AS jadi makin marah karena ada kekuatan ekonomi baru yang menantang hegemoninya selama ini.
Pandangan AS terhadap China menjadi semakin buruk. Sebenarnya sejak Presiden Donald Trump menjabat pada 2017, semakin banyak warga AS yang tak menyukai China.
Tak peduli apakah dia republikan atau demokrat beserta simpatisannya, tua atau muda. Banyak juga yang menganggap China sebagai ancaman. Hal ini ditunjukkan langsung oleh hasil survei yang dilakukan oleh lembaga bernama Pewresearch.
Sementara itu masih dengan topik survei yang sama, di akhir tahun 2019, pandangan dunia terhadap China cenderung terbelah. Namun secara garis besar banyak negara-negara maju yang kurang menyukai China.
Jadi dengan narasi yang terus digulirkan oleh Trump yang menuding China sebagi biang kerok dari fenomena pandemi juga bukan tidak mungkin akan memicu banyak negara lain memiliki pandangan negatif terhadap China. Sehingga ungkapan Xi Jinping jelas merupakan suatu hal yang sarat dengan nuansa politis untuk melindungi kepentingan negaranya.
Semenjak wabah corona (Covid-19) merebak di AS, Presiden Negeri Paman Sam Donald Trump menjadi jengkel dan menuding China telah menutupi informasi terkait wabah dan gagal menanganinya sehingga menjadi pandemi global seperti sekarang ini. Inilah awal mula keduanya terlibat dalam perseteruan kembali.
Di tengah berbagai tekanan yang dihadapi China, Xi Jinping bahkan menyebut Negeri Tirai Bambu sudah melakukan berbagai cara menolong negara lain. "China selalu memiliki sikap terbuka, transparan dan bertanggung jawab," ujarnya sebagaimana dikutip AFP, Senin (18/5/2020).
Di kesempatan yang sama, dia menjanjikan bakal membagikan vaksin segera setelah ditemukan. Vaksin, kata dia, ketika sukses dibuat akan menjadi barang umum milik global.
"Ini akan menjadi kontribusi China untuk memastikan aksesibilitas dan keterjangkauan vaksin di negara-negara berkembang," katanya sebagaimana ditulis juga oleh The Strait Times, Selasa (19/5/2020). Xi pun akan memberi bantuan pada WHO hingga US$ 2 miliar.
Lantas, apakah tindakan China tersebut benar-benar menunjukkan sikap dermawan tanpa tedeng aling-aling atau hanya retorika Xi Jinping belaka?
Pada dasarnya China tengah jadi sorotan global. Tentu banyak yang menaruh curiga terhadap China terutama rivalnya, AS yang terus menggulirkan berbagai narasi bahwa China ada dibalik pandemi global yang terjadi.
Sehingga China harus sangat berhati-hati dalam merespons. Salah sedikit saja berkata, kredibilitas China di kancah global di pertaruhkan. Lagi pula sebenarnya di momen seperti ini ketika wabah di China sudah mereda sedang di AS masih merebak, China mendapat kesempatan untuk menunjukkan 'kepemimpinannya' di kancah internasional.
Saat episentrum wabah bergeser dari China ke Eropa, Negeri Panda menunjukkan aksi heroiknya kepada dunia dengan mengirimkan berbagai macam alat kesehatan dan tenaga medis untuk membantu negara-negara Eropa menangani pandemi abad ini.
Tak bisa dipungkiri hal ini menjadi kesempatan China untuk mengambil alih pengaruh global yang selama ini dipegang oleh Negeri Adidaya. AS jadi makin marah karena ada kekuatan ekonomi baru yang menantang hegemoninya selama ini.
Pandangan AS terhadap China menjadi semakin buruk. Sebenarnya sejak Presiden Donald Trump menjabat pada 2017, semakin banyak warga AS yang tak menyukai China.
Tak peduli apakah dia republikan atau demokrat beserta simpatisannya, tua atau muda. Banyak juga yang menganggap China sebagai ancaman. Hal ini ditunjukkan langsung oleh hasil survei yang dilakukan oleh lembaga bernama Pewresearch.
![]() |
![]() |
Sementara itu masih dengan topik survei yang sama, di akhir tahun 2019, pandangan dunia terhadap China cenderung terbelah. Namun secara garis besar banyak negara-negara maju yang kurang menyukai China.
![]() |
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular