
McKinsey Beri Peringatan Soal Wacana New Normal RI, Apa Saja?
Ratu Rina Windarty, CNBC Indonesia
19 May 2020 15:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah sudah menyatakan pandemi Covid-19 akan membawa Indonesia ke era 'New Normal' di segala lini. Lalu, bagaimana penilaian McKinsey & Company Indonesia perihal zaman baru itu?
Berbicara kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/5/2020), Managing Partner McKinsey & Company Indonesia Phillia Wibowo mengatakan "New Normal" berkaitan dengan pembatasan jarak yang tidak hanya meliputi perorangan, tetapi juga bagi perusahaan dan negara. Hal itu bertujuan untuk menjaga keamanan sumber supply dalam negeri.
Selain itu, "New Normal" dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan tahan banting, namun juga menimbulkan banyak tantangan di sektor kesehatan dan ekonomi.
"Tetapi juga kita perlu melihat ada beberapa peluang baru, misalnya orientasi customer terhadap produk kesehatan, produk lokal, tentunya juga orientasi tentang digital dimana transaksi digital itu naik, jadi itu mungkin new normal buat kita semua," ujar Phillia.
Pemerintah telah mengeluarkan kajian awal dalam rangka memulihkan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 yang direncanakan pada bulan Juni. Phillia mengatakan dalam pembukaan kembali ekonomi, sangat penting untuk menentukan kapan, apa dan bagaimana. Penentuan kapan ini harus mengacu kepada beberapa indikator.
"Dari kami when itu bukan waktunya, tetapi when itu melihat indikator apa saja yang sudah ada ditempat dan kalau melihat dari berbagai negara yang sudah di depan kita menangani Covid-19, indikator yang kita lihat ada beberapa, mungkin satu, race of transmission, kedua healthcare capacity kalau ada sesuatu yang terjadi kita bisa menangani yang terkena dampak, ketiga terkait testing dan tracing, Jadi when itu harus dipikirkan dari ketiga hal ini," katanya.
"Untuk when, mungkin imbauan kita juga kita tidak hanya bicara tentang waktu tapi mungkin perlu dashboard data yang akurat terkait dengan transmission race-nya itu seperti apa, kapasitas seperti apa, dan kemudian apakah testing dan tracing itu sudah berjalan secara massal," lanjut Phillia.
Selanjutnya, kata dia, menentukan sektor bisnis apa saja dan wilayah mana saja yang harus diprioritaskan untuk lebih dahulu dibuka dengan melihat dampak ekonominya.
"Misalnya kami kerja di kantor itu kontaknya lama, meeting-nya lama jadi race of transmission-nya itu tinggi tapi mungkin apakah kita harus dibuka dan bekerja secara fisik untuk bisa berproduksi ternyata tidak juga. Jadi mungkin harus dipikirkan prioritas sektor mana dan daerah mana yang akan lebih dahulu masuk atau tidak," ujar Phillia.
Terakhir, bagaimana cara menjalankan pembukaan ekonomi kembali itu sendiri. Dalam hal ini, pemerintah disarankan untuk memberikan banyak guidance untuk protokol kesehatan. Setiap perusahaan juga harus membuat protokol kesehatan berdasarkan pengalaman dari karyawan dan pelanggannya.
"Karena kalau melihat dari pandangan pelanggan atau karyawan belum tentu protokolnya sudah cukup detail untuk membantu mengurangi race of transmission," pungkasnya.
(miq/miq) Next Article Ini Gambaran Saat RI Bakal Hidup Bersama dengan Covid-19
Berbicara kepada CNBC Indonesia, Selasa (19/5/2020), Managing Partner McKinsey & Company Indonesia Phillia Wibowo mengatakan "New Normal" berkaitan dengan pembatasan jarak yang tidak hanya meliputi perorangan, tetapi juga bagi perusahaan dan negara. Hal itu bertujuan untuk menjaga keamanan sumber supply dalam negeri.
Selain itu, "New Normal" dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan tahan banting, namun juga menimbulkan banyak tantangan di sektor kesehatan dan ekonomi.
Pemerintah telah mengeluarkan kajian awal dalam rangka memulihkan ekonomi nasional di tengah pandemi Covid-19 yang direncanakan pada bulan Juni. Phillia mengatakan dalam pembukaan kembali ekonomi, sangat penting untuk menentukan kapan, apa dan bagaimana. Penentuan kapan ini harus mengacu kepada beberapa indikator.
"Dari kami when itu bukan waktunya, tetapi when itu melihat indikator apa saja yang sudah ada ditempat dan kalau melihat dari berbagai negara yang sudah di depan kita menangani Covid-19, indikator yang kita lihat ada beberapa, mungkin satu, race of transmission, kedua healthcare capacity kalau ada sesuatu yang terjadi kita bisa menangani yang terkena dampak, ketiga terkait testing dan tracing, Jadi when itu harus dipikirkan dari ketiga hal ini," katanya.
"Untuk when, mungkin imbauan kita juga kita tidak hanya bicara tentang waktu tapi mungkin perlu dashboard data yang akurat terkait dengan transmission race-nya itu seperti apa, kapasitas seperti apa, dan kemudian apakah testing dan tracing itu sudah berjalan secara massal," lanjut Phillia.
Selanjutnya, kata dia, menentukan sektor bisnis apa saja dan wilayah mana saja yang harus diprioritaskan untuk lebih dahulu dibuka dengan melihat dampak ekonominya.
"Misalnya kami kerja di kantor itu kontaknya lama, meeting-nya lama jadi race of transmission-nya itu tinggi tapi mungkin apakah kita harus dibuka dan bekerja secara fisik untuk bisa berproduksi ternyata tidak juga. Jadi mungkin harus dipikirkan prioritas sektor mana dan daerah mana yang akan lebih dahulu masuk atau tidak," ujar Phillia.
Terakhir, bagaimana cara menjalankan pembukaan ekonomi kembali itu sendiri. Dalam hal ini, pemerintah disarankan untuk memberikan banyak guidance untuk protokol kesehatan. Setiap perusahaan juga harus membuat protokol kesehatan berdasarkan pengalaman dari karyawan dan pelanggannya.
"Karena kalau melihat dari pandangan pelanggan atau karyawan belum tentu protokolnya sudah cukup detail untuk membantu mengurangi race of transmission," pungkasnya.
(miq/miq) Next Article Ini Gambaran Saat RI Bakal Hidup Bersama dengan Covid-19
Most Popular