
ICP Anjlok Jadi US$ 20,66, Gimana Nasib Industri Hulu Migas?
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
15 May 2020 10:05
![[DALAM] Harga Minyak Drop](https://awsimages.detik.net.id/visual/2020/04/21/9df6cbdb-ad16-4140-90cc-20cea52fd6ef_169.jpeg?w=900&q=80)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) April tercatat terjun bebas ke level US$ 20,66/barel berdasarkan data dari Kementerian ESDM saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada 4 Mei lalu.
Lalu bagaimana nasib industri migas dengan ICP yang semakin jeblok ini?
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan Kontraktor kontrak kerja Sama (KKKS) saat ini dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
"Saat ini KKKS sangat mengkhawatirkan tingkat keekonomian investasi di Indonesia," ungkap Dwi kepada CNBC Indonesia, Kamis, (14/5/2020).
"Investasi hulu di Indonesia tahun ini diperkirakan akan turun 20-30 %," tegasnya mantan Dirut Pertamina ini.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf menyebut harga minyak mentah (ICP) April 2020 US$ 20,66 per barel akan sangat berat sekali. Ia berharap agar pada Mei dan seterusnya, ICP bisa meningkat kembali.
"Memang berat sekali kalau rata-rata ICP di US$ 20.66 per barel. Harapannya bulan Mei dan seterusnya bisa meningkat lagi, terlihat dari WTI dan Brent harga hariannya sudah membaik," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (14/5/2020).
Pertamina EP sudah menyiapkan skenario dengan ICP di bawah US$ 30/barel, yakni dengan memotong operating expenses (opex, belanja operasi) dan capital expenditures (capex, belanja modal) lebih besar.
"Kalau di bawah US$ 30 per barel, capex dipotong 40-50% dan opex 20% masih bisa survive," jelasnya.
Melihat kondisi ini, praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan mengatakan level harga ICP saat ini menjadi level paling rendah dalam 20 tahun terakhir. Menurutnya, perusahaan migas selalu menghadapi hal seperti ini, naik turunnya harga komoditas.
Ia menjelaskan, yang menjadi masalah sekarang ini, dari sisi permintaan sangat rendah, sementara terjadi kelebihan stok alias oversupply. "Dampaknya ke industri, investasi akan di-delay tidak ada major investasi, eksplorasi juga akan sangat minim," ungkapnya, Jumat, (15/5/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan perusahaan akan berupaya mempertahankan produksi dan pengurangan biaya. Dalam kondisi seperti ini yang paling susah adalah perusahaan jasa atau perusahaan pendukung minyak dan gas, karena sangat sulit bagi mereka untuk bertahan.
"Merger and acquisition will be up again, big companies start to look for the company that can be acquired [perusahaan migas besar bakal lakukan akuisisi]," jelasnya.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, juga mengatakan dengan level ICP US$ 20/barel tentu sangat berat bagi keekonomian pengembangan lapangan.
Di Indonesia ada yang masih ekonomis ada yang tidak. "Tapi kan menghitung keekonomian bisnis tidak snapshot berdasarkan satu-dua nilai harga seperti itu. Paling tidak rata-rata satu tahun," ujarnya, Jumat, (15/05/2020).
Kemudian, juga mesti ditempatkan dalam kerangka siklus dan umur bisnisnya secara keseluruhan. "Bahwa sekarang dengan harga rendah maka menjadi berat bagi semua pihak, yang memang sedang seperti itu semua keadaannya," tuturnya.
(tas/tas) Next Article ICP Anjlok ke US$ 20, SKK: Investasi Migas Mengkhawatirkan
Lalu bagaimana nasib industri migas dengan ICP yang semakin jeblok ini?
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan Kontraktor kontrak kerja Sama (KKKS) saat ini dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan.
"Saat ini KKKS sangat mengkhawatirkan tingkat keekonomian investasi di Indonesia," ungkap Dwi kepada CNBC Indonesia, Kamis, (14/5/2020).
Di sisi lain, Direktur Utama PT Pertamina EP, Nanang Abdul Manaf menyebut harga minyak mentah (ICP) April 2020 US$ 20,66 per barel akan sangat berat sekali. Ia berharap agar pada Mei dan seterusnya, ICP bisa meningkat kembali.
"Memang berat sekali kalau rata-rata ICP di US$ 20.66 per barel. Harapannya bulan Mei dan seterusnya bisa meningkat lagi, terlihat dari WTI dan Brent harga hariannya sudah membaik," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (14/5/2020).
Pertamina EP sudah menyiapkan skenario dengan ICP di bawah US$ 30/barel, yakni dengan memotong operating expenses (opex, belanja operasi) dan capital expenditures (capex, belanja modal) lebih besar.
"Kalau di bawah US$ 30 per barel, capex dipotong 40-50% dan opex 20% masih bisa survive," jelasnya.
Melihat kondisi ini, praktisi sektor hulu migas Tumbur Parlindungan mengatakan level harga ICP saat ini menjadi level paling rendah dalam 20 tahun terakhir. Menurutnya, perusahaan migas selalu menghadapi hal seperti ini, naik turunnya harga komoditas.
Ia menjelaskan, yang menjadi masalah sekarang ini, dari sisi permintaan sangat rendah, sementara terjadi kelebihan stok alias oversupply. "Dampaknya ke industri, investasi akan di-delay tidak ada major investasi, eksplorasi juga akan sangat minim," ungkapnya, Jumat, (15/5/2020).
Lebih lanjut ia mengatakan perusahaan akan berupaya mempertahankan produksi dan pengurangan biaya. Dalam kondisi seperti ini yang paling susah adalah perusahaan jasa atau perusahaan pendukung minyak dan gas, karena sangat sulit bagi mereka untuk bertahan.
"Merger and acquisition will be up again, big companies start to look for the company that can be acquired [perusahaan migas besar bakal lakukan akuisisi]," jelasnya.
Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto, juga mengatakan dengan level ICP US$ 20/barel tentu sangat berat bagi keekonomian pengembangan lapangan.
Di Indonesia ada yang masih ekonomis ada yang tidak. "Tapi kan menghitung keekonomian bisnis tidak snapshot berdasarkan satu-dua nilai harga seperti itu. Paling tidak rata-rata satu tahun," ujarnya, Jumat, (15/05/2020).
Kemudian, juga mesti ditempatkan dalam kerangka siklus dan umur bisnisnya secara keseluruhan. "Bahwa sekarang dengan harga rendah maka menjadi berat bagi semua pihak, yang memang sedang seperti itu semua keadaannya," tuturnya.
(tas/tas) Next Article ICP Anjlok ke US$ 20, SKK: Investasi Migas Mengkhawatirkan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular