
Saat BPK Sebal, Dibawa-bawa Soal Anies Vs Sri Mulyani
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
11 May 2020 15:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan klarifikasi kewajiban pembayaran kurang dana bagi hasil (DBH) Kementerian Keuangan. Menurut pandangan BPK, kisruh DBH antara Kemenkeu dengan Pemprov DKI Jakarta tidak ada hubungannya dengan BPK.
Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, mengatakan secara prosedur dan dasar perundang-undangan di Indonesia, tidak ada satu pun yang mengatur pembayaran kewajiban yang dilakukan pemerintah pusat untuk menunggu hasil audit BPK, khususnya mengenai masalah DBH.
"Kententuan Undang-undang Dasar, undang-undang yang terkait dengan pemeriksaan ataupun undang-undang keuangan negara, undang-undang terkait perbendaharaan negara, tidak ada satu pun yang mengatur, pembayaran kewajiban yang dilakukan Kementerian Keuangan, khususnya pemerintah pusat menunggu hasil audit BPK," jelas Agung dalam video conference, Senin (11/5/2020).
Terlebih kata dia, khsususnya masalah DBH. Artinya, lanjut Agung, hubungan pemeriksaan yang dilakukan pihaknya, tidak ada hubungannya dengan pemeriksaan yang dilakukan dengan kewajiban Kementerian Keuangan, terkait DBH ke pemerintah daerah.
Lagi pula, kata Agung, wabah pandemi COVID-19 atau virus corona terjadi pada 2020. Sementara yang dipersoalkan saat ini, adalah mengenai DBH kurang bayar yang terjadi pada 2019, di mana belum terjadi wabah COVID-19.
"Jadi tidak ada hubungannya. Silahkan saja Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar di tangan Kementerian Keuangan, tidak perlu dihubung-hubungkan dengan pemeriksaan oleh BPK," tegas Agung.
Untuk diketahui, pemerintah telah mengalokasikan KB DBH tahun 2019 sebesar Rp 14,71 triliun kepada seluruh daerah di Indonesia. Namun, hingga April 2020 yang telah disalurkan Rp 3,85 triliun untuk 5 provinsi dan 113 kabupaten kota termasuk DKI Jakarta.
Percepatan pemberian DBH kurang bayar tahun 2019 ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 20 tahun 2020 tentang Penyaluran Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan telah mencairkan Kurang Bayar (KB) Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun. Ini sesuai dengan permintaan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Namun, KB DBH yang diberikan hanya sekitar 50% dari total DBH DKI sebesar Rp 5,16 triliun. Adapun DBH ini terdiri dari sisa KB 2018 sebesar Rp 19,35 miliar dan potensi KB 2019 sebesar Rp 15,6 triliun.
"Untuk DKI Jakarta sendiri dari Rp 5,16 triliun kita sudah bayarkan DBH 2018 masih kurang dan untuk 2019 kita sudah salurkan Rp 2,58 triliun," ujar Sri Mulyani melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
Ia menjelaskan, pemerintah mencairkan 50% terlebih dahulu karena masih menunggu hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, jika mengikuti mekanisme, maka seharusnya DBH kurang bayar pemerintah ke daerah dibayarkan pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, setelah selesai audit LKPP oleh BPK.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sempat menyampaikan surat resmi kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Surat itu terkait pencairan dana bagi hasil sebesar Rp 7,5 triliun.
"Kita berharap dana bagi hasil itu segera di-transfer. Saya juga sudah menyampaikan secara resmi melalui surat kepada Menteri Keuangan," kata Anies Baswedan di sela konferensi video bersama Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, di Jakarta, Kamis (2/4/20).
Dia merinci, Kementerian Keuangan masih menyisakan piutang tahun lalu. Anies menyebut, semula piutang pada 2019 mencapai Rp 6,4 triliun, setelah ada beberapa penyesuaian, angka itu berubah menjadi Rp 5,1 triliun.
(dru) Next Article Temuan BPK Soal Banjir Jakarta: Cara Pak Anies Tak Jelas!
Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, mengatakan secara prosedur dan dasar perundang-undangan di Indonesia, tidak ada satu pun yang mengatur pembayaran kewajiban yang dilakukan pemerintah pusat untuk menunggu hasil audit BPK, khususnya mengenai masalah DBH.
"Kententuan Undang-undang Dasar, undang-undang yang terkait dengan pemeriksaan ataupun undang-undang keuangan negara, undang-undang terkait perbendaharaan negara, tidak ada satu pun yang mengatur, pembayaran kewajiban yang dilakukan Kementerian Keuangan, khususnya pemerintah pusat menunggu hasil audit BPK," jelas Agung dalam video conference, Senin (11/5/2020).
"Jadi tidak ada hubungannya. Silahkan saja Kementerian Keuangan untuk membuat keputusan masalah bayar atau tidak bayar di tangan Kementerian Keuangan, tidak perlu dihubung-hubungkan dengan pemeriksaan oleh BPK," tegas Agung.
Untuk diketahui, pemerintah telah mengalokasikan KB DBH tahun 2019 sebesar Rp 14,71 triliun kepada seluruh daerah di Indonesia. Namun, hingga April 2020 yang telah disalurkan Rp 3,85 triliun untuk 5 provinsi dan 113 kabupaten kota termasuk DKI Jakarta.
Percepatan pemberian DBH kurang bayar tahun 2019 ini sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 20 tahun 2020 tentang Penyaluran Kurang Bayar Dana Bagi Hasil Tahun Anggaran 2020.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menegaskan telah mencairkan Kurang Bayar (KB) Dana Bagi Hasil (DBH) untuk DKI Jakarta sebesar Rp 2,6 triliun. Ini sesuai dengan permintaan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Namun, KB DBH yang diberikan hanya sekitar 50% dari total DBH DKI sebesar Rp 5,16 triliun. Adapun DBH ini terdiri dari sisa KB 2018 sebesar Rp 19,35 miliar dan potensi KB 2019 sebesar Rp 15,6 triliun.
"Untuk DKI Jakarta sendiri dari Rp 5,16 triliun kita sudah bayarkan DBH 2018 masih kurang dan untuk 2019 kita sudah salurkan Rp 2,58 triliun," ujar Sri Mulyani melalui teleconference, Jumat (8/5/2020).
Ia menjelaskan, pemerintah mencairkan 50% terlebih dahulu karena masih menunggu hasil Audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, jika mengikuti mekanisme, maka seharusnya DBH kurang bayar pemerintah ke daerah dibayarkan pada bulan Agustus atau September tahun berikutnya, setelah selesai audit LKPP oleh BPK.
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, sempat menyampaikan surat resmi kepada Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Surat itu terkait pencairan dana bagi hasil sebesar Rp 7,5 triliun.
"Kita berharap dana bagi hasil itu segera di-transfer. Saya juga sudah menyampaikan secara resmi melalui surat kepada Menteri Keuangan," kata Anies Baswedan di sela konferensi video bersama Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin, di Jakarta, Kamis (2/4/20).
Dia merinci, Kementerian Keuangan masih menyisakan piutang tahun lalu. Anies menyebut, semula piutang pada 2019 mencapai Rp 6,4 triliun, setelah ada beberapa penyesuaian, angka itu berubah menjadi Rp 5,1 triliun.
(dru) Next Article Temuan BPK Soal Banjir Jakarta: Cara Pak Anies Tak Jelas!
Most Popular