Kacaunya Data Ekonomi Indonesia Gara-gara Covid-19

Ratu Rina, CNBC Indonesia
04 May 2020 19:19
Ukur Daya Tahan Ekonomi RI Hadapi Pandemi, Ini Pandangan Chatib Basri (CNBC TV )
Foto: Ukur Daya Tahan Ekonomi RI Hadapi Pandemi, Ini Pandangan Chatib Basri (CNBC TV )
Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di bulan April sangat rendah yakni 0,08%, meskipun sudah memasuki bulan Ramadan. Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia pada April juga mengalami penurunan signifikan di angka 27,5 dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 43,5.

Menteri Keuangan (2013-2014), Chatib Basri mengatakan penurunan tersebut merupakan dampak pandemi Covid-19 yang sudah diperkirakan sebelumnya. Adanya penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka memerangi Covid-19 juga turut menjadi penyebab kontraksi tersebut.

"Kemudian juga harus dilakukan PSBB itu akan berpengaruh kepada sisi supply dan demand, jadi angka inflasi yang rendah itu saya kira juga cerminan yang memang diprediksi. kalau PMI mengalami penurunan karena memang sisi produksinya terganggu," kata Chatib Basri dalam program Closing Bell CNBC Indonesia, Senin (04/05/20).

"Jadi, kedua angka ini adalah cerminan dari kombinasi dari supply shock dan demand shock," ujarnya.

Hal ini, menurut Chatib, mengindikasikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2020 akan mengalami kontraksi yang cukup tajam.

Pasalnya, aktivitas konsumsi yang menyumbang PDB tertinggi mengalami tren pelemahan. Terlebih, periode tersebut bertepatan dengan adanya Ramadan dan hari raya Idul Fitri di mana konsumsi rumah tangga menjadi yang paling tinggi.

Efek Pandemi Covid-19, PDB RI Minus Bisa Terjadi

Chatib menjelaskan, perekonomian akan terus mengalami kontraksi selama pandemi Covid-19 masih berlangsung. Selain itu, kondisi ekonomi juga akan mengalami kesulitan selama vaksin Covid-19 belum ditemukan.

"Saya melihatnya di seberapa lama pandemi covid-19 ini, jadi kalau misalnya pandemi ini berlangsung pendek katakanlah bisa normal di Juni, maka kita bisa berharap recovery mungkin bisa terjadi, tapi kalo pandemi berlangsung lama dan misalnya WHO mengatakan bahwa tidak ada evidence mereka yang sudah infected itu bisa kena lagi, artinya risiko second wave nya ada, maka mungkin baru akan selesai kalau vaksin sudah ada," jelasnya.

Namun, dia menambahkan, proses penemuan vaksin ini membutuhkan waktu yang panjang, dan ketika vaksin sudah ditemukan pun, aktivitas bisnis masih membutuhkan waktu untuk recovery dari dampak pandemi.

"Nah bicara vaksin ada itu mungkin periodenya bisa panjang sampai dengan Desember, kalau itu yang terjadi banyak perusahaan yang dalam 6 bulan ini akan mengalami kesulitan bahkan tutup, kalau dia melakukan recovery itu butuh waktu, bentuknya seperti U shaped. Tetapi, kalau pandemi ini bisa benar-benar selesai dalam waktu pendek, kita bisa berharap terjadinya V shaped," tambahnya.

Bahkan, Chatib tidak menutup kemungkinan jika pandemi Covid-19 ini berlangsung lama maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tumbuh negatif.

"Kalau mewabahnya lama berlangsung sampai akhir tahun, saya kira kemungkinan itu PDB minus bisa terjadi. Itu sebabnya kemenkeu punya angka -0,4% sampai 2,5% tetapi kalau misalnya Juli sudah mulai normal maka mungkin kita tidak masuk dalam teritori negatif. Saya ga bisa predict ini sepenuhnya karena tergantung seberapa lama pandemi ini terjadi," paparnya.



[Gambas:Video CNBC]







(dru) Next Article Kasus Baru Covid-19 di RI Tiba-tiba Naik, Nyaris Tembus 1.000

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular