
Tanpa Kematian Covid-19, Vietnam Kurangi Penerapan Lockdown
Ratu Rina, CNBC Indonesia
25 April 2020 17:38

Jakarta, CNBC Indonesia - Vietnam menunjukkan titik terang yang langka dan mengejutkan dalam pandemi Covid-19, dilansir di Los Angeles Time, Vietnam mulai mengurangi penerapan pembatasan nasional pada Kamis, setelah melaporkan jumlah terinfeksi yang sedikit dan tidak ada kematian di negaranya, yang pada awalnya diyakini memiliki risiko besar dari virus corona.
Negara komunis ini telah menutup perbatasannya, mengkarantina banyak orang, menggunakan tentara dan polisi untuk melacak potensi infeksi dan mendenda pengguna media sosial karena menyebarkan informasi yang salah. Setelah mengerahkan seluruh persenjataan, negara sistem satu partai dengan penduduk 95 juta orang ini, tercatat telah seminggu penuh tidak merekam adanya kasus infeksi baru.
Tetapi meskipun efektif, tindakan Vietnam tidak mudah untuk ditiru. Ketidaktoleranannya terhadap perbedaan pendapat dan kemampuannya untuk memobilisasi seluruh aparat keamanan dan politik - langkah lebih umum di China - berarti kebijakannya hanya mendapatkan sedikit tekanan yang terlihat dalam demokrasi liberal Barat.
Kemudian, para ahli mengingatkan bahwa pertarungan belum berakhir. Mulai Kamis, Vietnam sudah mengizinkan penduduk di seluruh negeri untuk melanjutkan aktivitas di luar dan memulai kembali bus, taksi, dan penerbangan domestik untuk pertama kalinya dalam tiga minggu.
Namun, menurut para petinggi Vietnam, melihat sebagian besar negara Asia Tenggara masih menerapkan pembatasan wilayah, masyarakat harus tetap terus memakai masker di depan umum, melarang pertemuan lebih dari 20 orang, sekolah-sekolah masih akan ditutup selama beberapa minggu lagi dan penerbangan internasional masih ditutup.
"Banyak bagian dunia masih terinfeksi, jadi risikonya belum berakhir untuk kita," kata Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc minggu ini, seperti yang dilansir di Los Angeles Times.
Sejak pemerintah memberlakukan pembatasan nasional sebagian per 1 April, Vietnam hanya mencatat sedikit peningkatan dalam kasus coronavirus menjadi 268, dengan 44 yang pulih dan tidak ada korban jiwa.
Jumlahnya sangat rendah mengingat Vietnam - yang berbatasan langsung dengan China - adalah negara pertama virus ini menyebar dan tidak memiliki sumber daya, pemerintahnya lebih dikenal karena strategi penahanannya, seperti pengujian Korea Selatan yang meluas dan pengawasan digital Taiwan yang agresif.
Hasilnya bahkan lebih menonjol ketika negara-negara Asia Tenggara lainnya berjuang. Singapura yang kaya, pernah dianggap sebagai panutan, mencatat jumlah terinfeksi yang meroket tinggi di antara pekerja migran yang tinggal di asrama padat. Indonesia, negara terbesar di kawasan itu, pada awalnya mengabaikan ancaman tersebut dan sekarang memiliki kematian Covid-19 terbanyak di Asia setelah Cina.
"Ini sangat menakjubkan," kata Huong Le Thu, seorang analis senior di Australian Strategic Policy Institute. "Saya berhati-hati menyebut Vietnam kisah sukses. Masih terlalu dini untuk keluar dari hutan. Tetapi langkah-langkah tersebut sejauh ini cukup efektif. " katanya.
Para ahli memuji langkah-langkah awal yang diambil Vietnam: dengan cepat melarang hampir semua perjalanan dari China, menangguhkan sekolah-sekolah pada pertengahan Januari bahkan sebelum merekam infeksi apapun, mengkarantina puluhan ribu orang dan mempekerjakan secara luas aparat Partai Komunis untuk mengkomunikasikan langkah-langkah pembatasan dan melacak kontak pasien Covid-19.
Tanggapan mungkin dibuat oleh sistem satu partai Leninis yang sering dikritik karena menjaga kerahasiaan, membungkam perbedaan pendapat dan menginjak-injak hak-hak individu - tetapi itu telah terbukti mahir dalam menangani krisis kesehatan karena negara itu adalah negara pertama yang memberantas epidemi SARS hampir dua dekade lalu.
Analis Vietnam di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, Le Hong Hiep mengaku hanya beberapa negara saja yang dapat mengendalikan dan memobilisasi sumber daya pada skala ini.
"Di Vietnam mereka dapat melakukannya, dan sebagian karena sistem politik yang dirancang untuk menangani situasi seperti itu. Ini tidak selalu baik, tetapi dalam krisis itu membantu." ujarnya.
Langkah-langkah yang cepat membuat hanya segelintir yang terinfeksi dari sejumlah besar orang yang diisolasi.
Pada bulan Februari, ketika sekelompok pekerja Vietnam dinyatakan positif terkena virus setelah kembali dari Wuhan sebagai kota China yang menjadi sumber wabah, pihak berwenang mengunci seluruh kelompok mereka yang terdiri dari 10.000 orang selama tiga minggu - Ini karantina massal pertama di luar China.
Bulan lalu, lebih dari 300 staf medis, polisi, tentara, dan warga sipil dikerahkan untuk melacak kontak seorang pilot Inggris yang diyakini sebagai asal mula virus coronavirus di sebuah bar di Kota Ho Chi Minh. Pihak berwenang menutup beberapa bisnis dan mengkarantina ribuan orang di apartemen mereka.
Dalam beberapa minggu terakhir, ketika kasus infeksi impor melonjak di seluruh Asia, Vietnam menempatkan puluhan ribu pelancong yang datang - apakah mereka menunjukkan gejala Covid-19 atau tidak - di karantina di barak tentara, asrama universitas, dan fasilitas umum lainnya.
Sebagai langkah pencegahan, Vietnam agresif, mungkin terlalu berlebihan. Tetapi mereka terus menekan rumah sakit Vietnam dan mengizinkan pelacak kontak untuk fokus pada sejumlah kelompok kecil.
"Apa yang kita ketahui sekarang adalah virus ini menyebar dari orang-orang yang tidak bergejala, dan jika Anda hanya memantau orang-orang ketika mereka mendapatkan gejala, sudah terlambat," kata Todd Pollack, spesialis penyakit menular Harvard Medical School yang memimpin prakarsa kesehatan di Ibukota Vietnam, Hanoi.
Pejabat Amerika telah dikejutkan oleh tingkat infeksi Vietnam yang rendah. Para ahli dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS di Vietnam - yang telah memberikan bantuan dalam pengujian, analisis data, dan pelacakan kontak - mengatakan mereka "tidak memiliki indikasi bahwa angka-angka itu salah," kata Dr. John MacArthur, direktur pusat di Thailand, pada panggilan konferensi dengan wartawan pekan lalu.
Minggu ini, media pemerintah melaporkan bahwa pengujian terhadap lebih dari 1.000 pembeli di pasar Hanoi dan lebih dari 19.000 pelancong di bandara dan stasiun kereta api di Kota Ho Chi Minh tidak menemukan kasus terinfeksi. hal ini memperkuat keyakinan bahwa wabah telah terakomodasi.
Keberhasilannya telah memungkinkan Vietnam untuk mulai memainkan peran sebagai dermawan - sebuah tantangan halus untuk saingannya China- menyumbangkan ratusan ribu masker ke Eropa dan tetangga-tetangganya di Asia Tenggara.
Presiden Trump menyampaikan terima kasih melalui tweet di akun Twitternya atas yang dilakukan Hanoi untuk mempercepat pengiriman ke AS dari hampir setengah juta jas medis pelindung yang diproduksi di pabrik DuPont di Vietnam pada Bulan ini.
Analis Le Hong Hiep mengatakan hubungan Vietnam yang kacau dengan China memengaruhi responnya terhadap wabah itu. Beberapa hari setelah China melaporkan kematian pertama dari virus 11 Januari - dan sebelum ada kasus muncul di Vietnam - kementerian kesehatan mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan pejabat AS dan Organisasi Kesehatan Dunia untuk menyusun rencana penahanan.
Inti keprihatinan Vietnam adalah kecurigaan "bahwa skala wabah itu jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi oleh China," kata Le. Skeptisisme tersebut ternyata beralasan karena China dituduh menekan laporan awal tentang seberapa cepat virus menyebar.
Minggu ini, perusahaan cybersecurity AS FireEye melaporkan bahwa peretas yang terkait dengan pemerintah Vietnam telah berusaha membobol akun email pejabat dan manajemen manajemen darurat China di Wuhan mulai Januari - seolah-olah untuk mengetahui lebih banyak tentang wabah tersebut.
"Vietnam memahami Cina lebih baik daripada beberapa negara lain, Karena sistem politik yang sama, mereka tahu cara kerja China, dan mereka tahu risiko dan kerugian sistem tersebut. Mereka tahu mungkin ada masalah dalam data China. Jadi dalam berurusan dengan Cina, Vietnam sangat berhati-hati," ujar Le.
(dob/dob) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini
Negara komunis ini telah menutup perbatasannya, mengkarantina banyak orang, menggunakan tentara dan polisi untuk melacak potensi infeksi dan mendenda pengguna media sosial karena menyebarkan informasi yang salah. Setelah mengerahkan seluruh persenjataan, negara sistem satu partai dengan penduduk 95 juta orang ini, tercatat telah seminggu penuh tidak merekam adanya kasus infeksi baru.
Tetapi meskipun efektif, tindakan Vietnam tidak mudah untuk ditiru. Ketidaktoleranannya terhadap perbedaan pendapat dan kemampuannya untuk memobilisasi seluruh aparat keamanan dan politik - langkah lebih umum di China - berarti kebijakannya hanya mendapatkan sedikit tekanan yang terlihat dalam demokrasi liberal Barat.
Namun, menurut para petinggi Vietnam, melihat sebagian besar negara Asia Tenggara masih menerapkan pembatasan wilayah, masyarakat harus tetap terus memakai masker di depan umum, melarang pertemuan lebih dari 20 orang, sekolah-sekolah masih akan ditutup selama beberapa minggu lagi dan penerbangan internasional masih ditutup.
"Banyak bagian dunia masih terinfeksi, jadi risikonya belum berakhir untuk kita," kata Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc minggu ini, seperti yang dilansir di Los Angeles Times.
Sejak pemerintah memberlakukan pembatasan nasional sebagian per 1 April, Vietnam hanya mencatat sedikit peningkatan dalam kasus coronavirus menjadi 268, dengan 44 yang pulih dan tidak ada korban jiwa.
Jumlahnya sangat rendah mengingat Vietnam - yang berbatasan langsung dengan China - adalah negara pertama virus ini menyebar dan tidak memiliki sumber daya, pemerintahnya lebih dikenal karena strategi penahanannya, seperti pengujian Korea Selatan yang meluas dan pengawasan digital Taiwan yang agresif.
Hasilnya bahkan lebih menonjol ketika negara-negara Asia Tenggara lainnya berjuang. Singapura yang kaya, pernah dianggap sebagai panutan, mencatat jumlah terinfeksi yang meroket tinggi di antara pekerja migran yang tinggal di asrama padat. Indonesia, negara terbesar di kawasan itu, pada awalnya mengabaikan ancaman tersebut dan sekarang memiliki kematian Covid-19 terbanyak di Asia setelah Cina.
"Ini sangat menakjubkan," kata Huong Le Thu, seorang analis senior di Australian Strategic Policy Institute. "Saya berhati-hati menyebut Vietnam kisah sukses. Masih terlalu dini untuk keluar dari hutan. Tetapi langkah-langkah tersebut sejauh ini cukup efektif. " katanya.
Para ahli memuji langkah-langkah awal yang diambil Vietnam: dengan cepat melarang hampir semua perjalanan dari China, menangguhkan sekolah-sekolah pada pertengahan Januari bahkan sebelum merekam infeksi apapun, mengkarantina puluhan ribu orang dan mempekerjakan secara luas aparat Partai Komunis untuk mengkomunikasikan langkah-langkah pembatasan dan melacak kontak pasien Covid-19.
Tanggapan mungkin dibuat oleh sistem satu partai Leninis yang sering dikritik karena menjaga kerahasiaan, membungkam perbedaan pendapat dan menginjak-injak hak-hak individu - tetapi itu telah terbukti mahir dalam menangani krisis kesehatan karena negara itu adalah negara pertama yang memberantas epidemi SARS hampir dua dekade lalu.
Analis Vietnam di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, Le Hong Hiep mengaku hanya beberapa negara saja yang dapat mengendalikan dan memobilisasi sumber daya pada skala ini.
"Di Vietnam mereka dapat melakukannya, dan sebagian karena sistem politik yang dirancang untuk menangani situasi seperti itu. Ini tidak selalu baik, tetapi dalam krisis itu membantu." ujarnya.
Langkah-langkah yang cepat membuat hanya segelintir yang terinfeksi dari sejumlah besar orang yang diisolasi.
Pada bulan Februari, ketika sekelompok pekerja Vietnam dinyatakan positif terkena virus setelah kembali dari Wuhan sebagai kota China yang menjadi sumber wabah, pihak berwenang mengunci seluruh kelompok mereka yang terdiri dari 10.000 orang selama tiga minggu - Ini karantina massal pertama di luar China.
Bulan lalu, lebih dari 300 staf medis, polisi, tentara, dan warga sipil dikerahkan untuk melacak kontak seorang pilot Inggris yang diyakini sebagai asal mula virus coronavirus di sebuah bar di Kota Ho Chi Minh. Pihak berwenang menutup beberapa bisnis dan mengkarantina ribuan orang di apartemen mereka.
Dalam beberapa minggu terakhir, ketika kasus infeksi impor melonjak di seluruh Asia, Vietnam menempatkan puluhan ribu pelancong yang datang - apakah mereka menunjukkan gejala Covid-19 atau tidak - di karantina di barak tentara, asrama universitas, dan fasilitas umum lainnya.
Sebagai langkah pencegahan, Vietnam agresif, mungkin terlalu berlebihan. Tetapi mereka terus menekan rumah sakit Vietnam dan mengizinkan pelacak kontak untuk fokus pada sejumlah kelompok kecil.
"Apa yang kita ketahui sekarang adalah virus ini menyebar dari orang-orang yang tidak bergejala, dan jika Anda hanya memantau orang-orang ketika mereka mendapatkan gejala, sudah terlambat," kata Todd Pollack, spesialis penyakit menular Harvard Medical School yang memimpin prakarsa kesehatan di Ibukota Vietnam, Hanoi.
Pejabat Amerika telah dikejutkan oleh tingkat infeksi Vietnam yang rendah. Para ahli dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS di Vietnam - yang telah memberikan bantuan dalam pengujian, analisis data, dan pelacakan kontak - mengatakan mereka "tidak memiliki indikasi bahwa angka-angka itu salah," kata Dr. John MacArthur, direktur pusat di Thailand, pada panggilan konferensi dengan wartawan pekan lalu.
Minggu ini, media pemerintah melaporkan bahwa pengujian terhadap lebih dari 1.000 pembeli di pasar Hanoi dan lebih dari 19.000 pelancong di bandara dan stasiun kereta api di Kota Ho Chi Minh tidak menemukan kasus terinfeksi. hal ini memperkuat keyakinan bahwa wabah telah terakomodasi.
Keberhasilannya telah memungkinkan Vietnam untuk mulai memainkan peran sebagai dermawan - sebuah tantangan halus untuk saingannya China- menyumbangkan ratusan ribu masker ke Eropa dan tetangga-tetangganya di Asia Tenggara.
Presiden Trump menyampaikan terima kasih melalui tweet di akun Twitternya atas yang dilakukan Hanoi untuk mempercepat pengiriman ke AS dari hampir setengah juta jas medis pelindung yang diproduksi di pabrik DuPont di Vietnam pada Bulan ini.
Analis Le Hong Hiep mengatakan hubungan Vietnam yang kacau dengan China memengaruhi responnya terhadap wabah itu. Beberapa hari setelah China melaporkan kematian pertama dari virus 11 Januari - dan sebelum ada kasus muncul di Vietnam - kementerian kesehatan mengadakan pertemuan tingkat tinggi dengan pejabat AS dan Organisasi Kesehatan Dunia untuk menyusun rencana penahanan.
Inti keprihatinan Vietnam adalah kecurigaan "bahwa skala wabah itu jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi oleh China," kata Le. Skeptisisme tersebut ternyata beralasan karena China dituduh menekan laporan awal tentang seberapa cepat virus menyebar.
Minggu ini, perusahaan cybersecurity AS FireEye melaporkan bahwa peretas yang terkait dengan pemerintah Vietnam telah berusaha membobol akun email pejabat dan manajemen manajemen darurat China di Wuhan mulai Januari - seolah-olah untuk mengetahui lebih banyak tentang wabah tersebut.
"Vietnam memahami Cina lebih baik daripada beberapa negara lain, Karena sistem politik yang sama, mereka tahu cara kerja China, dan mereka tahu risiko dan kerugian sistem tersebut. Mereka tahu mungkin ada masalah dalam data China. Jadi dalam berurusan dengan Cina, Vietnam sangat berhati-hati," ujar Le.
(dob/dob) Next Article Kasus Harian Covid di Indonesia Meroket, Tambah 802 Hari ini
Most Popular