
Kisruh Data Kematian Akibat Corona, Ini Penjelasan Pemerintah
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
23 April 2020 18:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan covid-19, Achmad Yurianto menjelaskan kisruh pencatatan data terkait korban virus corona dan memastikan tak ada manipulasi data.
"Pemerintah tak berkepentingan dan mendapatkan keuntungan dengan manipulasi data. Justru akan merugikan dan mengacaukan kerja selama ini," ujarnya saat video conference di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Menurutnya data yang dibutuhkan adalah data kasus COVID-19 yang sudah dikonfirmasi dari hasil laboratorium melalui pemeriksaan antigen dengan real time PCR, bukan melalui pemeriksaan antibody rapid test. Data inilah yang kemudian digunakan untuk menyusun dan melaporkan data kasus yang sembuh hingga meninggal.
"Ini lah data yang kami laporkan setiap harinya," ujarnya lagi.
Adapun data untuk Pasien Dalam Pemantauan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) adalah sebagai data kinerja pemerintah untuk menentukan langkah selanjutnya. Misalnya, sebagai data acuan dalam mendistribusikan Alat Pelindung Diri (APD).
Selanjutnya terkait dengan kasus kematian ODP dan PDP, apabila kasus ini telah terkonfirmasi positif dari antigen dan PCR yang sampelnya diambil sebelum meninggal, maka kematian akan tercatat sebagai kasus terkonfirmasi. Namun, apabila tidak terkonfirmasi positif atau hasilnya negatif atau bahkan tak sempat ada hasil spesimennya sebelum meninggal, maka tak akan dicatat sebagai kasus kematian konfirmasi COVID19.
"Adapun pada kasus PDP meninggal belum terkonfirmasi hasilnya, atau pemeriksaan belum selesai, maka tatalaksana pemulasaran jenazah hendaknya mengantisipasi kemungkinan positif, hal ini penting dalam rangka melindungi petugas, melindungi keluarga dan melindungi petugas pemakaman. Pemahaman ini perlu agar transparansi data terwujud," pungkasnya.
(gus) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
"Pemerintah tak berkepentingan dan mendapatkan keuntungan dengan manipulasi data. Justru akan merugikan dan mengacaukan kerja selama ini," ujarnya saat video conference di kantor BNPB, Jakarta, Kamis (23/4/2020).
Menurutnya data yang dibutuhkan adalah data kasus COVID-19 yang sudah dikonfirmasi dari hasil laboratorium melalui pemeriksaan antigen dengan real time PCR, bukan melalui pemeriksaan antibody rapid test. Data inilah yang kemudian digunakan untuk menyusun dan melaporkan data kasus yang sembuh hingga meninggal.
Adapun data untuk Pasien Dalam Pemantauan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) adalah sebagai data kinerja pemerintah untuk menentukan langkah selanjutnya. Misalnya, sebagai data acuan dalam mendistribusikan Alat Pelindung Diri (APD).
Selanjutnya terkait dengan kasus kematian ODP dan PDP, apabila kasus ini telah terkonfirmasi positif dari antigen dan PCR yang sampelnya diambil sebelum meninggal, maka kematian akan tercatat sebagai kasus terkonfirmasi. Namun, apabila tidak terkonfirmasi positif atau hasilnya negatif atau bahkan tak sempat ada hasil spesimennya sebelum meninggal, maka tak akan dicatat sebagai kasus kematian konfirmasi COVID19.
"Adapun pada kasus PDP meninggal belum terkonfirmasi hasilnya, atau pemeriksaan belum selesai, maka tatalaksana pemulasaran jenazah hendaknya mengantisipasi kemungkinan positif, hal ini penting dalam rangka melindungi petugas, melindungi keluarga dan melindungi petugas pemakaman. Pemahaman ini perlu agar transparansi data terwujud," pungkasnya.
![]() |
(gus) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular