
Jokowi Blak-blakan, KRL tak Disetop & Ego Sektoral Menteri
Hidayat Arif Subakti, CNBC Indonesia
23 April 2020 08:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Jokowi Widodo (Jokowi) blak-blakan soal mengapa operasi kereta rel listrik (KRL) tidak disetop. Padahal, kepala daerah Bodebek telah mengirimkan surat secara resmi ke Kementerian Perhubungan agar operasi KRL dihentikan sampai 28 April mendatang untuk menekan angka penyebaran corona (COVID-19).
Presiden Jokowi pun membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa operasional KRL tidak bisa diberhentikan begitu saja. Banyak kelompok masyarakat yang sampai saat ini masih menggantungkan hidupnya dari operasional KRL.
Jokowi juga menyebutkan bahwa , pemerintah membutuhkan perencanaan yang matang jika ingin memberhentikan operasional KRL. Para pemerintah daerah jabodetabek juga harus mampu menjamin segala kebutuhan pokok masyarakat yang tidak dapat bekerja, maupun menyediakan moda transportasi bagi mereka yang harus tetap ke kantor.
"Kalau daerah-daerah mau mempersiapkan dan mau menanggung dari keputusan yang diminta itu, maka akan kita berikan. Artinya pekerja harian yang setiap hari naik KRL, buruh-buruh harian yang naik KRL, pedagang harian, pedagang asongan yang mendapatkan nafkah dari naik KRL," ujar Jokowi dalam program Mata Najwa yang ditayangkan Trans7, Rabu (22/4/2020) malam.
"Karena naik KRL itu sangat murah sekali. Itu di tanggung oleh mereka, dijamin oleh mereka, dengan bantuan sosial yang baik, saya hentikan"
Jokowi menyatakan bahwa, jika pemerintah daerah dapat menjamin kehidupan masyarakat maka pemerintah siap memberhentikan operasional KRL. Ia meminta supaya pemerintah daerah tidak boleh membuat keputusan tanpa adanya perencanaan yang matang dan harus mempertimbangkan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat.
Pembatasan Sosial Berskala Besar memang telah memberikan berbagai dampak, mulai dari pemutusan hubungan kerja, penurunan pendapatan masyarakat hingga masalah transportasi bagi mereka yang tetap harus bekerja di kantor.
"Karena kan mereka meminta, mestinya tidak hanya meminta tapi juga menyiapkan juga bantalan sosial, safety net, jaring pengaman sosialnya disiapkan dulu. Jangan hanya meminta dihentikan kemudian ya sudah, masyarakat dibiarkan cari sendiri sendiri. Nggak bisa seperti itu" katanya.
Di kesempatan yang sama, Jokowi mengakui ego sektoral sering menjadi masalah dalam pengambilan keputusan. Ia menyebut hal tersebut terjadi karena setiap menteri melihat sektornya masing - masing dan hal ini mengakibatkan peraturan yang sering tumpang tindih ketika diterapkan di lapangan.
Seperti kebijakan yang ramai baru baru ini yaitu peraturan Kementerian Kesehatan RI mengenai larangan pengendara ojek online untuk membawa penumpang dan hanya diperbolehkan membawa barang. Peraturan tersebut beseberangan dengan aturan dari Kementerian Perhubungan RI yang tetap memperbolehkan ojek online untuk membawa penumpang.
Jokowi menjelaskan adanya ego sektoral sering menghambat integrasi kebijakan antar lembaga. Sehingga diperlukannya koordinasi yang lebih kuat.
"Memang saya undang menteri, saya undang dan disampaikan bahwa kenapa dibolehkan dari kementerian perhubungan, karena jangan sampai ini menimbulkan masalah baru persoalan baru," katanya.
"Menteri menyampaikan kepada saya. Wong gak dilarang-pun mereka sudah tidak ada penumpang pak, jadi kalau dilarang nanti menjadi masalah baru. Tapi aturan itu harusnya memang yang bener satu garis sama semuanya."
"Tapi ini ada yang melihat dari sisi sosial ekonomi, ada yang melihatnya dari sisi kesehatan, yang ini memang perlu disingkronkan" ujar.
Jokowi juga mengatakan dalam pengambilan keputusan, pemerintah pusat tidak dapat melakukan semuanya sendiri. Masalah COVID-19 adalah masalah bersama sehingga perlu keterlibatan semua pemerintah daerah dan lapisan masyarakat.
"Tidak ada hal yang sempurna saya kira yang selalu saya evaluasi mana yang kurang saya perintahkan untuk segera diperbaiki plus minusnya mana yang baik kita perbaiki," katanya.
(sef/sef) Next Article Prabowo: Ada yang Mau Pisahkan Saya dan Jokowi
Presiden Jokowi pun membenarkan hal tersebut dengan mengatakan bahwa operasional KRL tidak bisa diberhentikan begitu saja. Banyak kelompok masyarakat yang sampai saat ini masih menggantungkan hidupnya dari operasional KRL.
Jokowi juga menyebutkan bahwa , pemerintah membutuhkan perencanaan yang matang jika ingin memberhentikan operasional KRL. Para pemerintah daerah jabodetabek juga harus mampu menjamin segala kebutuhan pokok masyarakat yang tidak dapat bekerja, maupun menyediakan moda transportasi bagi mereka yang harus tetap ke kantor.
"Kalau daerah-daerah mau mempersiapkan dan mau menanggung dari keputusan yang diminta itu, maka akan kita berikan. Artinya pekerja harian yang setiap hari naik KRL, buruh-buruh harian yang naik KRL, pedagang harian, pedagang asongan yang mendapatkan nafkah dari naik KRL," ujar Jokowi dalam program Mata Najwa yang ditayangkan Trans7, Rabu (22/4/2020) malam.
"Karena naik KRL itu sangat murah sekali. Itu di tanggung oleh mereka, dijamin oleh mereka, dengan bantuan sosial yang baik, saya hentikan"
Jokowi menyatakan bahwa, jika pemerintah daerah dapat menjamin kehidupan masyarakat maka pemerintah siap memberhentikan operasional KRL. Ia meminta supaya pemerintah daerah tidak boleh membuat keputusan tanpa adanya perencanaan yang matang dan harus mempertimbangkan jaminan kelangsungan hidup bagi masyarakat.
Pembatasan Sosial Berskala Besar memang telah memberikan berbagai dampak, mulai dari pemutusan hubungan kerja, penurunan pendapatan masyarakat hingga masalah transportasi bagi mereka yang tetap harus bekerja di kantor.
"Karena kan mereka meminta, mestinya tidak hanya meminta tapi juga menyiapkan juga bantalan sosial, safety net, jaring pengaman sosialnya disiapkan dulu. Jangan hanya meminta dihentikan kemudian ya sudah, masyarakat dibiarkan cari sendiri sendiri. Nggak bisa seperti itu" katanya.
Di kesempatan yang sama, Jokowi mengakui ego sektoral sering menjadi masalah dalam pengambilan keputusan. Ia menyebut hal tersebut terjadi karena setiap menteri melihat sektornya masing - masing dan hal ini mengakibatkan peraturan yang sering tumpang tindih ketika diterapkan di lapangan.
Seperti kebijakan yang ramai baru baru ini yaitu peraturan Kementerian Kesehatan RI mengenai larangan pengendara ojek online untuk membawa penumpang dan hanya diperbolehkan membawa barang. Peraturan tersebut beseberangan dengan aturan dari Kementerian Perhubungan RI yang tetap memperbolehkan ojek online untuk membawa penumpang.
Jokowi menjelaskan adanya ego sektoral sering menghambat integrasi kebijakan antar lembaga. Sehingga diperlukannya koordinasi yang lebih kuat.
"Memang saya undang menteri, saya undang dan disampaikan bahwa kenapa dibolehkan dari kementerian perhubungan, karena jangan sampai ini menimbulkan masalah baru persoalan baru," katanya.
"Menteri menyampaikan kepada saya. Wong gak dilarang-pun mereka sudah tidak ada penumpang pak, jadi kalau dilarang nanti menjadi masalah baru. Tapi aturan itu harusnya memang yang bener satu garis sama semuanya."
"Tapi ini ada yang melihat dari sisi sosial ekonomi, ada yang melihatnya dari sisi kesehatan, yang ini memang perlu disingkronkan" ujar.
Jokowi juga mengatakan dalam pengambilan keputusan, pemerintah pusat tidak dapat melakukan semuanya sendiri. Masalah COVID-19 adalah masalah bersama sehingga perlu keterlibatan semua pemerintah daerah dan lapisan masyarakat.
"Tidak ada hal yang sempurna saya kira yang selalu saya evaluasi mana yang kurang saya perintahkan untuk segera diperbaiki plus minusnya mana yang baik kita perbaiki," katanya.
(sef/sef) Next Article Prabowo: Ada yang Mau Pisahkan Saya dan Jokowi
Most Popular