
Belum Terjawab, Kenapa Jokowi Cuma Beri Stimulus 2,5% PDB?
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
21 April 2020 14:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah menganggarkan stimulus untuk penanganan covid-19 sebesar Rp 405,1 triliun. Nilai itu setara dengan 2,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Jika dibandingkan dengan negara lain, stimulus Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia, Singapura dan negara lainnya.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengakui bahwa stimulus yang diberikan pemerintah dalam penanganan covid-19 tidak sebesar negara lain.
"Ada yang lebih besar dibandingkan Indonesia, Australia misalnya 10% dari PDB. Singapura juga dan Amerika Serikat lebih masif lagi 10,5%. Bahkan Malaysia," kata Askolani dalam kuliah umum yang dilakukan secara online lewat YouTube Kementerian Keuangan Library, Selasa (21/4/2020).
Askolani melanjutkan, ada pula negara lain yang stimulusnya lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia, seperti Perancis, Italia, dan Spanyol.
"Besaran stimulus tergantung culture, ekonomi, dan kemampuan fiskal. Serta langkah-langkah pengaman yang dilakukan tiap negara," kata Askolani melanjutkan.
Menurut Askolani apa yang sudah pemerintah lakukan dalam penanganan covid-19 merupakan langkah yang terbilang luar biasa atau extra ordinary. Yang kemudian diundangkan melalui Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
"Perppu dikeluarkan utamanya untuk bisa memungkinkan pemerintah bisa cadangkan dana yang lebih besar dalam penanganan covid. Khususnya kesehatan, kemanusiaan dan imbasnya ke sosial ekonomi dan sektor keuangan. Ini langkah fundamental dan extra ordinary," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan RI periode 2013-2014, Chatib Basri stimulus untuk penanganan covid-19 bisa dipertajam atau ditambah lagi. Caranya dengan memperbesar realokasi anggaran.
Relaokasi anggaran itu, kata Chatib bisa dipertajam melalui anggaran perjalanan dinas, belanja modal, hingga pembangunan infrastruktur yang bisa ditunda.
"Dalam kondisi ini, apakah butuh dana tambahan? Kalau butuh apa yang bisa dilakukan? [...] Kalau mau kaya Amerika Serikat, uangnya dari mana? Bisa dipertajam, mungkin masih bisa," kata Chatib.
"Misalnya, anggaran perjalanan dinas Rp 43 triliun untuk 2020, sudah dipotong sekitar Rp 25 triliun, praktis orang enggak berjalan. Itu mungkin bisa dipotong lebih banyak," katanya melanjutkan.
Untuk diketahui, Australia menggelontokan USD 189 miliar atau 9,7% dari PDB-nya untuk stimulus mengatasi pandemi korona. Amerika Serikat mengalokasikan USD 2,1 triliun atau 10,5% dari PDB.
Singapura mengalokasikan USD 54,4 miliar atau 10,9% dari PDB, dan Malaysia stimulusnya mencapai 17% dari PDB.
Sementara itu, negara yang memberi stimulus lebih kecil dari Indonesia di antaranya adalah Perancis EUR 45 miliar atau 2% dari PDB dan Italia EUR 25 miliar atau 1,4% PDB. Bahkan Tiongkok sebagai negara awal penyebaran covid-19 hanya mengalokasikan RMB 1,3 triliun atau 1,2% dari PDB.
(dru) Next Article Jokowi Kecewa! Helikopter Uang Tak Disebar, Malah 'Ngendon'
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengakui bahwa stimulus yang diberikan pemerintah dalam penanganan covid-19 tidak sebesar negara lain.
"Ada yang lebih besar dibandingkan Indonesia, Australia misalnya 10% dari PDB. Singapura juga dan Amerika Serikat lebih masif lagi 10,5%. Bahkan Malaysia," kata Askolani dalam kuliah umum yang dilakukan secara online lewat YouTube Kementerian Keuangan Library, Selasa (21/4/2020).
![]() |
"Besaran stimulus tergantung culture, ekonomi, dan kemampuan fiskal. Serta langkah-langkah pengaman yang dilakukan tiap negara," kata Askolani melanjutkan.
Menurut Askolani apa yang sudah pemerintah lakukan dalam penanganan covid-19 merupakan langkah yang terbilang luar biasa atau extra ordinary. Yang kemudian diundangkan melalui Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19.
"Perppu dikeluarkan utamanya untuk bisa memungkinkan pemerintah bisa cadangkan dana yang lebih besar dalam penanganan covid. Khususnya kesehatan, kemanusiaan dan imbasnya ke sosial ekonomi dan sektor keuangan. Ini langkah fundamental dan extra ordinary," jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ekonom Senior sekaligus Menteri Keuangan RI periode 2013-2014, Chatib Basri stimulus untuk penanganan covid-19 bisa dipertajam atau ditambah lagi. Caranya dengan memperbesar realokasi anggaran.
Relaokasi anggaran itu, kata Chatib bisa dipertajam melalui anggaran perjalanan dinas, belanja modal, hingga pembangunan infrastruktur yang bisa ditunda.
"Dalam kondisi ini, apakah butuh dana tambahan? Kalau butuh apa yang bisa dilakukan? [...] Kalau mau kaya Amerika Serikat, uangnya dari mana? Bisa dipertajam, mungkin masih bisa," kata Chatib.
"Misalnya, anggaran perjalanan dinas Rp 43 triliun untuk 2020, sudah dipotong sekitar Rp 25 triliun, praktis orang enggak berjalan. Itu mungkin bisa dipotong lebih banyak," katanya melanjutkan.
Untuk diketahui, Australia menggelontokan USD 189 miliar atau 9,7% dari PDB-nya untuk stimulus mengatasi pandemi korona. Amerika Serikat mengalokasikan USD 2,1 triliun atau 10,5% dari PDB.
Singapura mengalokasikan USD 54,4 miliar atau 10,9% dari PDB, dan Malaysia stimulusnya mencapai 17% dari PDB.
Sementara itu, negara yang memberi stimulus lebih kecil dari Indonesia di antaranya adalah Perancis EUR 45 miliar atau 2% dari PDB dan Italia EUR 25 miliar atau 1,4% PDB. Bahkan Tiongkok sebagai negara awal penyebaran covid-19 hanya mengalokasikan RMB 1,3 triliun atau 1,2% dari PDB.
(dru) Next Article Jokowi Kecewa! Helikopter Uang Tak Disebar, Malah 'Ngendon'
Most Popular