Perbankan RI Mulai Cicipi Getirnya Pandemi Corona

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
17 April 2020 08:25
Bank Indonesia
Foto: REUTERS / Fatima El-Kareem
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam Survei Perbankan Bank Indonesia (SPBI) pertumbuhan kredit diperkirakan melambat. Tahun 2020 akan menjadi masa yang sulit bagi industri perbankan Tanah Air.

Bank Indonesia (BI) kemarin merilis SPBI untuk periode kuartal pertama tahun ini. Survei tersebut mengindikasikan adanya perlambatan pertumbuhan kredit baru pada kuartal I-20.

"Berdasarkan jenis penggunaan, melambatnya pertumbuhan permintaan kredit baru bersumber dari seluruh jenis kredit, dengan penurunan terbesar pada jenis kredit konsumsi" tulis BI dalam laporan tersebut.

Namun kebijakan penyaluran kredit pada kuartal II-2020 diperkirakan lebih longgar. Pelonggaran standar penyaluran kredit terutama akan dilakukan untuk jenis kredit modal kerja (KMK) dan juga kredit usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).



Aspek kebijakan penyaluran kredit yang akan diperlonggar pada kuartal II-2020 yaitu suku bunga kredit, biaya persetujuan kredit, jangka waktu kredit serta plafon kredit. Namun di sisi lain, untuk aspek premi kredit berisiko, perjanjian kredit, agunan, dan persyaratan administrasi diperkirakan lebih ketat pada kuartal II nanti.



Pelonggaran suku bunga kredit sejalan dengan kebijakan moneter BI yang memang longgar. Dalam rangka untuk menstimulasi ekonomi dalam negeri, BI memangkas suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate ( BI 7-DRRR) sebesar 50 basis poin menjadi 4,5% di sepanjang tahun ini.

Pada 2020 ini, posisi (stance) kebijakan moneter BI adalah longgar. Kelonggaran diberikan dalam rangka meredam ancaman goyahnya perekonomian akibat pandemi corona yang kian merebak di Tanah Air.

Sebelum wabah corona menyerang, industri perbankan dalam negeri disibukkan oleh dua hal. Pertama adalah implementasi PSAK 71. Aturan baru ini menggantikan PSAK 55.

Dengan berlakunya aturan ini, maka bank-bank diminta untuk menyiapkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) di awal dan lebih besar lantaran dihitung dengan konsep expected loss.

Artinya bank harus menyiapkan CKPN sejak kredit disalurkan. Hal ini jelas berbeda dengan PSAK 55 yang menetapkan penyiapan CKPN ketika terjadinya keterlambatan pembayaran. Implementasi PSAK 71 di tahun ini berpotensi menyebabkan tergerusnya laba dan ekuitas perbankan.

Di sisi lain, bank-bank di Tanah Air juga menghadapi kondisi likuiditas yang ketat sepanjang tahun lalu. Pada 2019 rasio kredit terhadap simpanan (LDR) perbankan umum konvensional RI berada di level 94,43%. Ini sudah melampaui batas aman yang ditetapkan BI sebesar 92%.

Hingga Desember tahun lalu, bank-bank BUKU III bahkan mencatatkan LDR lebih dari 100% dan menjadi yang terbesar dibandingkan rasio LDR bank BUKU lainnya.



Peningkatan LDR yang signifikan mulai terjadi pada 2018. Hal ini disebabkan oleh laju penyaluran kredit yang kencang tetapi tidak dibarengi dengan laju pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang memadai. Akibatnya industri perbankan dalam negeri akan fokus pada kualitas aset di tahun ini.



Sektor industri perbankan kini juga tengah menghadapi risiko yang datang dari pandemi corona. Akibat merebaknya virus corona, pertumbuhan kredit pada 2020 diperkirakan melambat.

Mengacu pada SPBI, pertumbuhan kredit di sepanjang 2020 tumbuh melambat menjadi 5,5%. Sementara itu realisasi pertumbuhan kredit di tahun 2019 saja mencapai 6,5%.

Perlambatan pertumbuhan kredit yang dibarengi dengan terganggunya sektor riil akibat pandemi juga berpotensi menurunkan kualitas aset perbankan. Pada 2020 ini, rasio kredit macet (NPL gross) perbankan diperkirakan mengalami kenaikan. Kenaikan kredit bermasalah harus diwaspadai karena hal ini jelas mempengaruhi kinerja keuangan dari perbankan itu sendiri.

Mau bagaimana lagi, tragedi kemanusiaan yang saat ini terjadi telah menyeret industri perbankan masuk ke dalam masa-masa sulit.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(twg/twg) Next Article Di Depan Bankir, Bos BI: Kami Mohon Turunkan Bunga Kredit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular