Kabar Baik! Kandidat Vaksin Covid-19 Ditemukan, Tapi....
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 April 2020 14:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Berbagai perusahaan dan negara berlomba-lomba mengembangkan obat dan vaksin untuk virus corona. Kalaupun vaksin berhasil dikembangkan, bukan berarti masalah akan selesai begitu saja.
Virus corona kini sudah menginfeksi lebih dari dua juta orang di dunia. Angka kematian akibat pandemi kini mencapai 137 ribu jiwa. Artinya tingkat mortalitasnya mencapai 6,6%.
Virus ini terus menyebar luas hingga kini telah merebak ke lebih dari 185 negara dan teritori. Jenis virus corona yang sekarang menjangkiti dunia adalah tipe baru yang belum ada obat dan vaksinnya. Ketiadaan obat dan vaksin inilah yang memperparah penyebaran dari virus.
Saat ini perusahaan-perusahaan farmasi global Amerika, Perancis, Jerman hingga China sedang berlomba-lomba untuk mengembangkan vaksin dan obat untuk virus corona. Dari penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, saat ini ada 12 proyek pengembangan vaksin untuk corona.
Jenis vaksin yang dikembangkan mulai dari yang sederhana yakni berupa organisme patogen yang dilemahkan sampai yang sifatnya berteknologi tinggi menggunakan materi genetik dan protein rekombinan.
Berikut ini adalah daftar perusahaan yang mengembangkan vaksin untuk virus corona secara global :
Vaksin digunakan untuk meningkatkan respon imun bagi resipien. Artinya vaksin akan memicu sistem imun manusia memproduksi antibodi. Selanjutnya ketika orang yang divaksinasi terpapar ke patogen, sistem imun akan mengenali patogen dan merespons lebih cepat.
Dari semua vaksin yang dikembangkan dan berada dalam pipeline untuk uji klinis, jenis vaksin produksi Moderna yakni mRNA-1273 merupakan kandidat vaksin yang paling berprogres. Saat ini mRNA-1273 tengah menjalani uji klinis tahap I.
Ketika kandidat vaksin lain baru akan uji klinis tahap pertama paling awal bulan Mei nanti. mRNA-1273 yang dikembangkan Moderna akan masuk uji klinis tahap II beberapa bulan ke depan. Perusahaan tersebut juga sudah mulai membangun fasilitas produksi.
Berbeda dengan vaksin, obat digunakan untuk menyembuhkan orang yang sakit dan bukan memberi dampak pada peningkatan kekebalan tubuh. Namun dalam kasus pandemi seperti ini, virus dan obat sama-sama dibutuhkan untuk melawan corona.
Banyak sekali perusahaan-perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS) mulai menggarap proyek pengembangan obat antivirus corona. Berbagai kelas obat antivirus mulai dari antibodi hingga jenis yang paling canggih seperti small interfering RNA (siRNA) dan protein fusi terus dikembangkan.
Untuk saat ini beberapa jenis obat antivirus lain digunakan untuk menyembuhkan penyakit akibat infeksi virus corona. Beberapa jenis obat menunjukkan respons yang baik dan beberapa justru tidak berdampak apa-apa.
Obat-obatan yang digunakan untuk melawan virus corona saat ini bermacam-macam seperti Kaletra (obat HIV), Chloroquine (malaria), Avigan (influenza), Remdesivir (ebola) dan Interferon alfa (hepatitis B).
Dari jenis obat-obat tersebut yang menunjukkan efektivitas yang tinggi adalah jenis Remdesivir. Jenis obat ini gagal mendapat persetujuan sebagai obat ebola. Namun untuk saat ini remdesivir digunakan untuk menyembuhkan pasien corona di AS.
Untuk Avigan banyak digunakan di Jepang, Chloroquine dan Kaletra direkomendasikan digunakan untuk Korea Selatan, sementara Tamiflu saat ini digunakan di Jepang. Berikut adalah rincian obat antivirus potensial untuk corona.
Sekalipun vaksin dan obat berhasil dikembangkan, tantangan besar masih menanti. Tantangan tersebut beragam dan kompleks. Tantangan yang dihadapi mulai dari yang sifatnya teknis hingga yang bersifat sosial-ekonomi.
Dari aspek teknis, tantangannya adalah bagaimana memproduksi vaksin atau obat tersebut dengan skala besar. Mengacu pada jurnal Nature, bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu vaksin paling cepat adalah 12-18 bulan.
Kemungkinan besar vaksin baru ditemukan setelah pandemi ini reda. Namun bukan berarti pengembangan vaksin jadi sia-sia. Vaksin tetap dibutuhkan karena pandemi tidak akan benar-benar hilang dan bisa berubah menjadi penyakit musiman seperti flu.
Aspek teknis yang jadi sorotan adalah skala produksi vaksin itu sendiri ketika sudah ditemukan. Jika jenis vaksin yang digunakan masih berupa patogen yang dilemahkan, maka tidak ada masalah dalam produksi skala industrinya mengingat teknologi ini sudah digunakan sejak tahun 1950.
Beda cerita jika jenis vaksin yang dikembangkan adalah yang berteknologi jenis canggih seperti DNA dan protein rekombinan. Untuk vaksin yang tergolong ke dalam kelas protein rekombinan atau subunit, tidak bisa langsung diberikan ke pasien.
Vaksin harus diberikan bersama adjuvant agar lebih efektif dalam meningkatkan sistem kekebalan. Namun masalahnya adalah di saat pandemi seperti ini, jenis adjuvant yang biasa digunakan kemungkinan besar mengalami kelangkaan.
Jadi masalah teknis tentang produksi massal pun juga menimbulkan tantangan lain yang harus dijawab yaitu apakah jumlah tersebut mencukupi untuk jumlah orang yang membutuhkan.
Masalah lain yang muncul adalah mewujudkan program imunisasi global yang inklusif. Ketimpangan ekonomi dan sosial antar negara menjadi hambatan terbesar bagi distribusi dari vaksin maupun obat.
Negara-negara dengan sistem kesehatan yang paling buruk sebenarnya menjadi negara yang paling rentan terhadap pandemi. Namun negara-negara ini juga menjadi negara yang paling susah untuk mendapatkan akses ke vaksin maupun pengobatan yang dibutuhkan.
Harapan memang ada. Jangan pernah berhenti berharap. Namun di setiap kemajuan yang berhasil dicapai, masalah atau tantangan baru pasti muncul. Optimisme tetap harus dijaga sembari terus mencari solusi terbaik bagi permasalahan atau pun tantangan yang dihadapi. Semoga tragedi kemanusiaan akibat pandemi ini cepat berlalu. Amin....
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Virus corona kini sudah menginfeksi lebih dari dua juta orang di dunia. Angka kematian akibat pandemi kini mencapai 137 ribu jiwa. Artinya tingkat mortalitasnya mencapai 6,6%.
Virus ini terus menyebar luas hingga kini telah merebak ke lebih dari 185 negara dan teritori. Jenis virus corona yang sekarang menjangkiti dunia adalah tipe baru yang belum ada obat dan vaksinnya. Ketiadaan obat dan vaksin inilah yang memperparah penyebaran dari virus.
Jenis vaksin yang dikembangkan mulai dari yang sederhana yakni berupa organisme patogen yang dilemahkan sampai yang sifatnya berteknologi tinggi menggunakan materi genetik dan protein rekombinan.
Berikut ini adalah daftar perusahaan yang mengembangkan vaksin untuk virus corona secara global :
Vaksin digunakan untuk meningkatkan respon imun bagi resipien. Artinya vaksin akan memicu sistem imun manusia memproduksi antibodi. Selanjutnya ketika orang yang divaksinasi terpapar ke patogen, sistem imun akan mengenali patogen dan merespons lebih cepat.
Dari semua vaksin yang dikembangkan dan berada dalam pipeline untuk uji klinis, jenis vaksin produksi Moderna yakni mRNA-1273 merupakan kandidat vaksin yang paling berprogres. Saat ini mRNA-1273 tengah menjalani uji klinis tahap I.
Ketika kandidat vaksin lain baru akan uji klinis tahap pertama paling awal bulan Mei nanti. mRNA-1273 yang dikembangkan Moderna akan masuk uji klinis tahap II beberapa bulan ke depan. Perusahaan tersebut juga sudah mulai membangun fasilitas produksi.
Berbeda dengan vaksin, obat digunakan untuk menyembuhkan orang yang sakit dan bukan memberi dampak pada peningkatan kekebalan tubuh. Namun dalam kasus pandemi seperti ini, virus dan obat sama-sama dibutuhkan untuk melawan corona.
Banyak sekali perusahaan-perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS) mulai menggarap proyek pengembangan obat antivirus corona. Berbagai kelas obat antivirus mulai dari antibodi hingga jenis yang paling canggih seperti small interfering RNA (siRNA) dan protein fusi terus dikembangkan.
Untuk saat ini beberapa jenis obat antivirus lain digunakan untuk menyembuhkan penyakit akibat infeksi virus corona. Beberapa jenis obat menunjukkan respons yang baik dan beberapa justru tidak berdampak apa-apa.
Obat-obatan yang digunakan untuk melawan virus corona saat ini bermacam-macam seperti Kaletra (obat HIV), Chloroquine (malaria), Avigan (influenza), Remdesivir (ebola) dan Interferon alfa (hepatitis B).
Dari jenis obat-obat tersebut yang menunjukkan efektivitas yang tinggi adalah jenis Remdesivir. Jenis obat ini gagal mendapat persetujuan sebagai obat ebola. Namun untuk saat ini remdesivir digunakan untuk menyembuhkan pasien corona di AS.
Untuk Avigan banyak digunakan di Jepang, Chloroquine dan Kaletra direkomendasikan digunakan untuk Korea Selatan, sementara Tamiflu saat ini digunakan di Jepang. Berikut adalah rincian obat antivirus potensial untuk corona.
Sekalipun vaksin dan obat berhasil dikembangkan, tantangan besar masih menanti. Tantangan tersebut beragam dan kompleks. Tantangan yang dihadapi mulai dari yang sifatnya teknis hingga yang bersifat sosial-ekonomi.
Dari aspek teknis, tantangannya adalah bagaimana memproduksi vaksin atau obat tersebut dengan skala besar. Mengacu pada jurnal Nature, bahwa waktu yang dibutuhkan untuk mengembangkan suatu vaksin paling cepat adalah 12-18 bulan.
Kemungkinan besar vaksin baru ditemukan setelah pandemi ini reda. Namun bukan berarti pengembangan vaksin jadi sia-sia. Vaksin tetap dibutuhkan karena pandemi tidak akan benar-benar hilang dan bisa berubah menjadi penyakit musiman seperti flu.
Aspek teknis yang jadi sorotan adalah skala produksi vaksin itu sendiri ketika sudah ditemukan. Jika jenis vaksin yang digunakan masih berupa patogen yang dilemahkan, maka tidak ada masalah dalam produksi skala industrinya mengingat teknologi ini sudah digunakan sejak tahun 1950.
Beda cerita jika jenis vaksin yang dikembangkan adalah yang berteknologi jenis canggih seperti DNA dan protein rekombinan. Untuk vaksin yang tergolong ke dalam kelas protein rekombinan atau subunit, tidak bisa langsung diberikan ke pasien.
Vaksin harus diberikan bersama adjuvant agar lebih efektif dalam meningkatkan sistem kekebalan. Namun masalahnya adalah di saat pandemi seperti ini, jenis adjuvant yang biasa digunakan kemungkinan besar mengalami kelangkaan.
Jadi masalah teknis tentang produksi massal pun juga menimbulkan tantangan lain yang harus dijawab yaitu apakah jumlah tersebut mencukupi untuk jumlah orang yang membutuhkan.
Masalah lain yang muncul adalah mewujudkan program imunisasi global yang inklusif. Ketimpangan ekonomi dan sosial antar negara menjadi hambatan terbesar bagi distribusi dari vaksin maupun obat.
Negara-negara dengan sistem kesehatan yang paling buruk sebenarnya menjadi negara yang paling rentan terhadap pandemi. Namun negara-negara ini juga menjadi negara yang paling susah untuk mendapatkan akses ke vaksin maupun pengobatan yang dibutuhkan.
Harapan memang ada. Jangan pernah berhenti berharap. Namun di setiap kemajuan yang berhasil dicapai, masalah atau tantangan baru pasti muncul. Optimisme tetap harus dijaga sembari terus mencari solusi terbaik bagi permasalahan atau pun tantangan yang dihadapi. Semoga tragedi kemanusiaan akibat pandemi ini cepat berlalu. Amin....
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular