
Migas RI Mulai Masuk Masa Gelap, Mari Berdoa!
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
14 April 2020 15:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) yang terjun bebas akibat pandemi corona (Covid-19) membuat industri hulu migas kian suram. Tentu kondisi ini akan berdampak pada target lifting minyak nasional.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan anjloknya harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) bulan Maret berdampak pada kontraktor migas yang ramai-ramai merevisi target produksi. "Di bawah ICP US$ 35, mulai banyak yang mereschedule program pengembangan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin, (06/04/2020).
Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno membenarkan kondisi ini. Menaggapi situasi ini langkah antisipasi yang diambil yakni dengan optimasi program kerja.
"Di tengah situasi sulit karena low oil price dan Covid-19, tentu kegiatan hulu migas akan terkena dampak, dan akan disikapi dengan melakukan optimasi program kerja," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Selasa, (07/04/2020).
Julius menyebut rendahnya harga bakal membuat lifting minyak tidak akan mencapai target. Diperkirakan lifting akan lebih rendah 5% dari target. Seperti diketahui target lifting minyak tahun ini sebesar 755 ribu barel per hari.
Artinya jika lifting hanya 95% maka capaiannya sekitar 717,2 ribu barel per hari. "Mostlikely akan ada dampak juga terhadap lifting. Perkiraan saya sekitar kurang lebih 5% (berkurangnya)," papar Julius.
Ia juga menyebut sebanyak 14 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bakal merevisi program kerjanya tahun ini. "Sudah ada sekitar 14 KKKS sampai minggu lalu yang review scenarionya, tapi maaf saya nggak hafal," kata Julius kepada CNBC Indonesia, Senin, (14/04/2020).
Sampai saat ini SKK Migas masih terus melakukan diskusi dengan beberapa KKKS membahas terkait rencana ini. "Kami masih terus bersiskusi dengan beberapa KKKS terkait dengan rencana perubahan program kerja," paparnya.
Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Jamsaton Nababan mengatakan menyikapi anjloknya harga minyak skenario yang diambil yakni menurunkan anggaran biaya operasi (ABO) dan anggaran biaya investasi (ABI).
"ABO kita turunkan sampai 30% dari Rencana Anggaran Kerja Perusahaan (RKAP) 2020 dan ABI sekitar 14% dari original RKAP 2020," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (09/04/2020).
Hingga kini pihaknya masih terus melakukan diskusi terkait simulasi ini, dan diharapkan harga minyak bisa kembali naik. Skenario menurunkan ABO dan ABI dilakukan dengan asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 30 per barel.
"Sekarang pun sudah tetap kita lakukan pemotongan. Yang tadi US$ 30 per barrel itu hanya asumsi ICP dalam RKAP revisi nanti. Sudah ada perintah dari Dirut Pertamina (Persero) untuk melakukan pemotongan ABO 30% walaupun harga minyak di US$ 34 per barrel," paparnya.
Direktur Utama Pertamina Nanang Abdul Manaf mengatakan dengan ICP US$ 30 per barel secara umum masih tetap bisa profit. Caranya dengan melakukan penyesuaian di beberapa program. "Seperti operating expenses (Opex) harus dipotong 10-20% dan capital expenditures (Capex) dipotong 20-30%," ungkapnya, Kamis, (02/04/2020).
Jika harga minyak di bawah US$ 30 per barel, maka pemangkasannya pun lebih besar. "Kalau di bawah US$ 30 capex dipotong 40-50% dan opex 20% masih bisa survive," imbuhnya.
Seperti diketahui, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) bulan Maret terjun bebas 39,5% menjadi US$ 34,23 per barel atau anjlok US$ 22,38 per barel dibandingkan bulan sebelumnya US$ 56,61 per barel.
(gus) Next Article Harga Minyak Terjun Bebas, Ini Siasat Efisiensi SKK Migas
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan anjloknya harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) bulan Maret berdampak pada kontraktor migas yang ramai-ramai merevisi target produksi. "Di bawah ICP US$ 35, mulai banyak yang mereschedule program pengembangan," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Senin, (06/04/2020).
Deputi Operasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Julius Wiratno membenarkan kondisi ini. Menaggapi situasi ini langkah antisipasi yang diambil yakni dengan optimasi program kerja.
Julius menyebut rendahnya harga bakal membuat lifting minyak tidak akan mencapai target. Diperkirakan lifting akan lebih rendah 5% dari target. Seperti diketahui target lifting minyak tahun ini sebesar 755 ribu barel per hari.
Artinya jika lifting hanya 95% maka capaiannya sekitar 717,2 ribu barel per hari. "Mostlikely akan ada dampak juga terhadap lifting. Perkiraan saya sekitar kurang lebih 5% (berkurangnya)," papar Julius.
Ia juga menyebut sebanyak 14 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) bakal merevisi program kerjanya tahun ini. "Sudah ada sekitar 14 KKKS sampai minggu lalu yang review scenarionya, tapi maaf saya nggak hafal," kata Julius kepada CNBC Indonesia, Senin, (14/04/2020).
Sampai saat ini SKK Migas masih terus melakukan diskusi dengan beberapa KKKS membahas terkait rencana ini. "Kami masih terus bersiskusi dengan beberapa KKKS terkait dengan rencana perubahan program kerja," paparnya.
Direktur Utama PT Pertamina EP Cepu (PEPC) Jamsaton Nababan mengatakan menyikapi anjloknya harga minyak skenario yang diambil yakni menurunkan anggaran biaya operasi (ABO) dan anggaran biaya investasi (ABI).
"ABO kita turunkan sampai 30% dari Rencana Anggaran Kerja Perusahaan (RKAP) 2020 dan ABI sekitar 14% dari original RKAP 2020," ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (09/04/2020).
Hingga kini pihaknya masih terus melakukan diskusi terkait simulasi ini, dan diharapkan harga minyak bisa kembali naik. Skenario menurunkan ABO dan ABI dilakukan dengan asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) US$ 30 per barel.
"Sekarang pun sudah tetap kita lakukan pemotongan. Yang tadi US$ 30 per barrel itu hanya asumsi ICP dalam RKAP revisi nanti. Sudah ada perintah dari Dirut Pertamina (Persero) untuk melakukan pemotongan ABO 30% walaupun harga minyak di US$ 34 per barrel," paparnya.
Direktur Utama Pertamina Nanang Abdul Manaf mengatakan dengan ICP US$ 30 per barel secara umum masih tetap bisa profit. Caranya dengan melakukan penyesuaian di beberapa program. "Seperti operating expenses (Opex) harus dipotong 10-20% dan capital expenditures (Capex) dipotong 20-30%," ungkapnya, Kamis, (02/04/2020).
Jika harga minyak di bawah US$ 30 per barel, maka pemangkasannya pun lebih besar. "Kalau di bawah US$ 30 capex dipotong 40-50% dan opex 20% masih bisa survive," imbuhnya.
Seperti diketahui, harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) bulan Maret terjun bebas 39,5% menjadi US$ 34,23 per barel atau anjlok US$ 22,38 per barel dibandingkan bulan sebelumnya US$ 56,61 per barel.
(gus) Next Article Harga Minyak Terjun Bebas, Ini Siasat Efisiensi SKK Migas
Most Popular