
AS Sudah Kiamat (Resesi), Cek Ini 5 Tanda Besarnya!
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 April 2020 19:32

Tanda kedua masih datang dari pasar. Tanda kedua datang dari inversi kurva imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor panjang dan tenor pendek.
Seharusnya obligasi pemerintah bertenor panjang memiliki imbal hasil yang lebih tinggi. Namun karena adanya kecemasan dalam jangka pendek, maka surat utang pemerintah bertenor pendek mengalami tekanan jual yang masif sehingga imbal hasilnya naik signifikan.
Pada Agustus 2019 lalu, inversi imbal hasil surat utang pemerintah AS terjadi untuk tenor 2 dan 10 tahun. pada 2020, spread atau selisih imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan, 2 tahun dan 10 tahun semakin berhimpit. Pelaku pasar makin mencemaskan bahwa pembalikan atau inversi akan kembali terjadi.
Tanda ketiga datang dari data perekonomian. Wabah corona telah memicu adanya fenomena jaga jarak sosial. Banyak orang diminta untuk bekerja dari rumah. Banyak pabrik yang tak beroperasi atau bahkan beroperasi dengan kapasitas rendah. Produktivitas menjadi menurun, aktivitas sektor manufaktur terhambat dan rantai pasok terganggu.
Pada bulan Maret 2020, angka Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur AS berada di 48,5. Angka pembacaan di bawah 50 mengindikasikan sektor tersebut mengalami kontraksi. Dengan angka tersebut artinya sektor manufaktur AS mengalami kontraksi di bulan Maret.
Resesi juga diidentikkan dengan banyaknya pengangguran. Berbicara soal pengangguran, akibat merebaknya corona gelombang tsunami PHK menghampiri para karyawan di AS. Jumlah claim pengangguran di AS secara mingguan yang berakhir pada Maret 2020 mencapai 6,6 juta orang. Ditaksir angka ini akan menembus 15,5 juta
Tingkat pengangguran yang tinggi membuat bank sentral AS turun tangan. Berbagai kelonggaran moneter dilakukannya demi memompa uang ke perekonomian dan menjaga stabilitas harga serta menciptakan lapangan kerja yang maksimal.
Pada Maret ini, Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) The Fed membabat habis suku bunga acuan (Federal Fund Rate) ke target 0-0,25%. Pemangkasan suku bunga yang agresif sehingga ke level 0% ini merupakan yang terendah sejak krisis keuangan global 2008 akibat krisis KPR subprima di AS.
Tak hanya itu saja, The Fed kembali mengguyur likuiditas dengan program pembelian aset atau yang lebih dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas. The Fed tak hanya membeli obligasi pemerintah saja. Namun The Fed juga berencana membeli obligasi korporasi dengan berbagai rating baik itu yang sifatnya investment grade hingga junk bond.
The Fed juga akan memberikan pinjaman lunak senilai US$ 2,3 triliun kepada UMKM AS ke depannya. Itu semua dilakukan The Fed untuk menstimulasi roda perekonomian Negeri Paman Sam agar tetap berputar.
Tanda-tanda resesi di AS memang sudah senyata itu. Ganasnya corona memang tak bisa dianggap remeh. Negeri adidaya sekelas AS saja dibuatnya kewalahan. Semua harus bersiap-siap dengan kemungkinan terburuk.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg)
Seharusnya obligasi pemerintah bertenor panjang memiliki imbal hasil yang lebih tinggi. Namun karena adanya kecemasan dalam jangka pendek, maka surat utang pemerintah bertenor pendek mengalami tekanan jual yang masif sehingga imbal hasilnya naik signifikan.
Pada Agustus 2019 lalu, inversi imbal hasil surat utang pemerintah AS terjadi untuk tenor 2 dan 10 tahun. pada 2020, spread atau selisih imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 3 bulan, 2 tahun dan 10 tahun semakin berhimpit. Pelaku pasar makin mencemaskan bahwa pembalikan atau inversi akan kembali terjadi.
Tanda ketiga datang dari data perekonomian. Wabah corona telah memicu adanya fenomena jaga jarak sosial. Banyak orang diminta untuk bekerja dari rumah. Banyak pabrik yang tak beroperasi atau bahkan beroperasi dengan kapasitas rendah. Produktivitas menjadi menurun, aktivitas sektor manufaktur terhambat dan rantai pasok terganggu.
Pada bulan Maret 2020, angka Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur AS berada di 48,5. Angka pembacaan di bawah 50 mengindikasikan sektor tersebut mengalami kontraksi. Dengan angka tersebut artinya sektor manufaktur AS mengalami kontraksi di bulan Maret.
Resesi juga diidentikkan dengan banyaknya pengangguran. Berbicara soal pengangguran, akibat merebaknya corona gelombang tsunami PHK menghampiri para karyawan di AS. Jumlah claim pengangguran di AS secara mingguan yang berakhir pada Maret 2020 mencapai 6,6 juta orang. Ditaksir angka ini akan menembus 15,5 juta
Tingkat pengangguran yang tinggi membuat bank sentral AS turun tangan. Berbagai kelonggaran moneter dilakukannya demi memompa uang ke perekonomian dan menjaga stabilitas harga serta menciptakan lapangan kerja yang maksimal.
Pada Maret ini, Komite Pengambil Kebijakan (FOMC) The Fed membabat habis suku bunga acuan (Federal Fund Rate) ke target 0-0,25%. Pemangkasan suku bunga yang agresif sehingga ke level 0% ini merupakan yang terendah sejak krisis keuangan global 2008 akibat krisis KPR subprima di AS.
Tak hanya itu saja, The Fed kembali mengguyur likuiditas dengan program pembelian aset atau yang lebih dikenal dengan quantitative easing (QE) dengan nilai tak terbatas. The Fed tak hanya membeli obligasi pemerintah saja. Namun The Fed juga berencana membeli obligasi korporasi dengan berbagai rating baik itu yang sifatnya investment grade hingga junk bond.
The Fed juga akan memberikan pinjaman lunak senilai US$ 2,3 triliun kepada UMKM AS ke depannya. Itu semua dilakukan The Fed untuk menstimulasi roda perekonomian Negeri Paman Sam agar tetap berputar.
Tanda-tanda resesi di AS memang sudah senyata itu. Ganasnya corona memang tak bisa dianggap remeh. Negeri adidaya sekelas AS saja dibuatnya kewalahan. Semua harus bersiap-siap dengan kemungkinan terburuk.
TIM RISET CNBC INDONESIA (twg)
Pages
Most Popular