
Kesiapan Stok Pangan RI di Tengah Corona Jadi Sorotan
Tito Bosnia, CNBC Indonesia
08 April 2020 19:33

Jakarta, CNBC Indonesia - Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) menyatakan penyediaan bahan kebutuhan pokok di tanah air menjadi tantangan yang perlu diperhatikan di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
Peneliti Center for Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Dhenny Yuartha Junifta menyebut, meski pemerintah melalui data Kementerian Pertanian memastikan bahwa stok pangan terjamin hingga Agustus mendatang, namun hal ini dapat terganjal dengan berbagai tantangan selama pandemi berlangsung.
"Pertama, tantangan produksi iklim, karena ada beberapa riset yang menunjukkan adanya risiko kegagalan panen. Yakni ada sekitar 19 persen penurunan panen biji-bijian (padi, gandum, jagung dan kedelai) akibat perubahan iklim, sehingga meningkatkan probabilitas penurunan kemampuan produktivitas produk pertanian," ujar Dhenny, Rabu (8/4).
Tantangan selanjutnya terjadi pada produksi pangan saat pandemi, dimana diprediksi terjadi penurunan produktivitas pertanian akibat turunnya jumlah tenaga kerja dan penurunan investasi. Untuk sektor peternakan, pandemi Covid-19 menghambat akses terhadap pangan yang juga mempengaruhi kapasitas produksi industri pertanian.
"Para investor akan menahan sampai kondisi baik lagi. Tantangan lainnya kalau kita melakukan impor negara mana yang bersedia melakukan ekspor pangannya di domestik?" katanya.
Selain itu, volatilitas harga juga menjadi tantangan lainnya, terutama menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mendatang. Contohnya, pergerakan harga beras dalam beberapa bulan terakhir melonjak akibat panic buying.
"Indeks Ketahanan Pangan di Provinsi di Pulau Jawa sangat baik atau Prioritas 1. Namun yang menjadi masalah pada wilayah-wilayah di Indonesia Timur dan sebagian provinsi yang Indeks Ketahanan Pangan-nya masuk dalam Prioritas 3, mereka dapat pasokan dari mana itu susah," tegas Dhenny.
Menurutnya, hal ini yang harus ditindak lanjuti oleh pemerintah agar tantangan tersebut tidak menjadi halangan utama dalam akses pangan bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan tingginya permintaan di bulan Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri.
"Singkatnya pemerintah harus melakukan penyelesaian pasokan dan kebutuhan pangan saat pandemi, jadi targetnya seperti apa, pada saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka distribusinya seperti apa terhadap daerah-daerah tetangganya," ujarnya.
Ditambah, kecepatan penanganan importasi pangan terutama pada produk sapi harus segera ditangani mengingat rantai birokrasinya yang cukup panjang. Pemetaan pasokan dan distribusi kebutuhan pangan di area zona merah menjadi prioritas utama pemerintah lainnya, agar akses pangan terus terjaga hingga pandemi Covid-19 berakhir.
(hoi/hoi) Next Article Jelang Natal dan Tahun Baru, Harga Bahan Pokok Melesat Naik
Peneliti Center for Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Dhenny Yuartha Junifta menyebut, meski pemerintah melalui data Kementerian Pertanian memastikan bahwa stok pangan terjamin hingga Agustus mendatang, namun hal ini dapat terganjal dengan berbagai tantangan selama pandemi berlangsung.
"Pertama, tantangan produksi iklim, karena ada beberapa riset yang menunjukkan adanya risiko kegagalan panen. Yakni ada sekitar 19 persen penurunan panen biji-bijian (padi, gandum, jagung dan kedelai) akibat perubahan iklim, sehingga meningkatkan probabilitas penurunan kemampuan produktivitas produk pertanian," ujar Dhenny, Rabu (8/4).
Tantangan selanjutnya terjadi pada produksi pangan saat pandemi, dimana diprediksi terjadi penurunan produktivitas pertanian akibat turunnya jumlah tenaga kerja dan penurunan investasi. Untuk sektor peternakan, pandemi Covid-19 menghambat akses terhadap pangan yang juga mempengaruhi kapasitas produksi industri pertanian.
"Para investor akan menahan sampai kondisi baik lagi. Tantangan lainnya kalau kita melakukan impor negara mana yang bersedia melakukan ekspor pangannya di domestik?" katanya.
Selain itu, volatilitas harga juga menjadi tantangan lainnya, terutama menjelang bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mendatang. Contohnya, pergerakan harga beras dalam beberapa bulan terakhir melonjak akibat panic buying.
"Indeks Ketahanan Pangan di Provinsi di Pulau Jawa sangat baik atau Prioritas 1. Namun yang menjadi masalah pada wilayah-wilayah di Indonesia Timur dan sebagian provinsi yang Indeks Ketahanan Pangan-nya masuk dalam Prioritas 3, mereka dapat pasokan dari mana itu susah," tegas Dhenny.
Menurutnya, hal ini yang harus ditindak lanjuti oleh pemerintah agar tantangan tersebut tidak menjadi halangan utama dalam akses pangan bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dan tingginya permintaan di bulan Ramadhan dan Lebaran Idul Fitri.
"Singkatnya pemerintah harus melakukan penyelesaian pasokan dan kebutuhan pangan saat pandemi, jadi targetnya seperti apa, pada saat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maka distribusinya seperti apa terhadap daerah-daerah tetangganya," ujarnya.
Ditambah, kecepatan penanganan importasi pangan terutama pada produk sapi harus segera ditangani mengingat rantai birokrasinya yang cukup panjang. Pemetaan pasokan dan distribusi kebutuhan pangan di area zona merah menjadi prioritas utama pemerintah lainnya, agar akses pangan terus terjaga hingga pandemi Covid-19 berakhir.
(hoi/hoi) Next Article Jelang Natal dan Tahun Baru, Harga Bahan Pokok Melesat Naik
Most Popular