Kabar Gembira, Resesi Gegara Corona Rasanya Tak Akan Lama!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 April 2020 14:41
Kabar Gembira, Resesi Gegara Corona Rasanya Tak Akan Lama!
Foto: Pencegahan Virus Corona Indonesia. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dampak virus corona atau Coronavirus Desease-2019 (Covid-19) terhadap perekonomian dunia memang luar biasa. Bahkan hampir pasti ekonomi global bakal terkontraksi (tumbuh negatif), kali pertama sejak 2009.

Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis pada Selasa (7/4/2020) pukul 12:23 WIB, jumlah pasien virus corona di seluruh dunia mencapai 1.348.184. Dari jumlah tersebut, korban jiwa tercatat 74.816 jiwa (tingkat kematian/mortality rate 5,55%).

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sementara selama 23 Januari-6 Maret, rata-rata penambahan korban meninggal adalah 14,6% per hari.



AS adalah negara dengan jumlah pasien Covid-19 terbanyak di dunia yaitu 368.376 atau 27,32% dari total pasien corona di seluruh dunia. Korban jiwa akibat virus corona di Negeri Paman Sam adalah 10.989 orang (tingkat kematian 2,98%).

Sejak 22 Januari hingga 6 April, rata-rata tambahan pasien baru di AS adalah 20,55% per hari. Lebih tinggi dari rata-rata dunia.



Oleh karena itu, pemerintah di berbagai negara bagian menerapkan pembatasan aktivitas publik. Sekolah diliburkan, perkantoran dan pabrik tutup sementara, rumah ibadah tidak lagi terbuka bagi jamaah, restoran tidak melayani makan-minum di tempat, dan sebagainya.

Ini dilakukan untuk mempersempit ruang gerak penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Risiko penularan semakin besar ketika terjadi kerumunan, sebab virus menyebar seiring intensitas interaksi dan kontak antar manusia.

Namun upaya untuk melindungi nyawa jutaan orang itu harus dibayar dengan harga tinggi. Ekonomi nyaris lumpuh karena aktivitas manusia di luar rumah sangat minim. Dunia usaha lesu, konsumen pun begitu.


Dari sisi dunia usaha, Purchasing Managers's Index (PMI) manufaktur AS versi IHS Markit pada Maret 2020 berada di angka 48,5, terendah sejak Agustus 2009. Sementara PMI jasa pada periode yang sama tercatat 39,8, terendah sejak Oktober 2009.



Dari sisi konsumen, The Conference Board mencatat Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) AS pada Maret sebesar 120. Turun cukup jauh dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 132,6 dan menjadi yang terendah sejak Juli 2017.



"Keyakinan konsumen menurun tajam pada Maret karena persepsi terhadap prospek ekonomi jangka pendek. Peningkatan intensitas Covid-19 dan volatilitas di pasar keuangan meningkatkan ketidakpastian mengenai prospek ekonomi dan lapangan kerja," kata Lynn Franco, Senior Director of Economic Indicators The Conference Board, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Oleh karena itu, tidak heran banyak pihak yang memperkirakan AS bakal jatuh ke jurang resesi. Bahkan pejabat bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) pun sudah berani bicara soal resesi.

"Apabila bisnis tidak bisa dibuka kembali, maka Anda akan melihat gelombang kebangkrutan. Ini akan membuat proses pemulihan menjadi lebih lama. Resesi sudah di sini," kata Neel Kashkari, Presiden Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed cabang Minneapolis, seperti dikutip dari Reuters.


Namun, ada harapan meski AS bakal resesi tetapi mungkin tidak akan lama. Ini terlihat dari proyeksi kemungkinan resesi yang dirilis oleh The Fed cabang New York dan Cleveland.

The Fed New York memperkirakan peluang terjadinya resesi pada Maret 2021 (12 bulan mendatang) adalah 18,47%. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 30,73%.

Sementara The Fed Cleveland meramal risiko resesi di Negeri Adidaya dalam 12 bulan ke depan adalah 20,59%. Juga turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 33,78%.



Bisa jadi karena sifat dari resesi akibat corona berbeda dengan yang sebelumnya, misalnya saat krisis keuangan global (Global Financial Crisis/GFC) 2008-2009. Krisis 12 tahun lalu itu berpusat di AS gara-gara meletusnya gelembung aset terkait properti bernama sub-prime mortgage.

GFC membuat pasar keuangan AS berantakan, dan menular ke seluruh dunia. Butuh waktu lama untuk memperbaiki kerusakan yang begitu besar.

Pada masa GFC, The Fed menurunkan suku bunga acuan sampai nyaris 0% untuk menstimulasi ekonomi yang porak-poranda. The Fed baru berani menaikkan suku bunga pada Desember 2015, pertanda bahwa mereka sudah yakin betul ekonomi benar-benar pulih sehingga tidak lagi membutuhkan stimulus. Artinya proses perbaikan dan pembangunan kembali fondasi sektor keuangan yang hancur karena GFC memakan waktu 6-7 tahun.

Lain dengan pandemi virus corona, yang sejatinya adalah krisis kesehatan. Sebab-musababnya jelas, dan begitu sebab-musabab itu hilang maka hilang sudah semua masalah.

Ketika serangan virus corona melambat atau bahkan hilang sama sekali, tidak ada lagi buntutnya. Semua masalah kelar, tuntas-tas.

Oleh karena itu, walau dampak pandemi virus corona begitu dahsyat dan bisa membikin resesi, tetapi rasa sakit yang luar biasa itu hanya sementara. Ekonomi akan bangkit dalam waktu yang tidak terlalu lama, karena memang sudah tidak ada penghalang lagi.

"Kami malah meyakini AS saat ini sudah resesi. Meski kontraksi ekonomi sepertinya akan signifikan, tetapi sifatnya temporer. Kami memperkirakan ekonomi akan kembali tumbuh pada kuartal III-2020," kata Michelle Meyer, Ekonom Bank of America Merrill Lynch, seperti dikutip dari Reuters.

Pendapat senada dikeluarkan Sharmin Mossavar-Rahmani, Chief Investment Officer di Goldman Sachs. Dia memperkirakan ekonomi Negeri Paman Sam akan tertekan pada semester I-2020 dan pulih pada paruh kedua.

"Pada kuartal II-2020, ekonomi AS akan mengalami kontraksi terdalam setelah krisis keuangan global. Namun akan ada pertumbuhan yang kuat pada semester II. Prakiraan ini sangat tergantung kepada seberapa lama dan parah penyebaran virus dan seberapa efektif kebijakan fiskal dan moneter untuk memberikan dukungan," papar Mossavar-Rahmani, seperti diberitakan Reuters.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular