
Corona Picu Proyek Molor, Kontraktor Minta Tak Kena Denda!
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
03 April 2020 13:53

Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran virus corona (Covid-19) berdampak pada sektor industri konstruksi. Sejumlah proyek di daerah terancam terbengkalai akibat sejumlah faktor yang diakibatkan adanya virus corona.
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) mencatat, dampak ini cukup berat terutama dirasakan pelaksana konstruksi yang berskala UMKM. Ketua Umum BPP Gapensi, Iskandar Z. Hartawi menjelaskan, pihaknya menaungi jumlah anggota 30.763 badan usaha jasa konstruksi (BUJK).
Dari jumlah itu, 82% di antaranya bergerak di skala UMKM. Praktis mayoritas akan merasakan dampak paling signifikan.
"Maknanya, implikasinya pun akan melebar pada daya beli dan perputaran ekonomi di lingkungan masyarakat menengah ke bawah, efek lanjutan adalah meningkatkan angka kemiskinan," ujar Iskandar di Jakarta, Jumat (3/4/20).
Sektor jasa konstruksi sebagai bagian dari pelaku ekonomi, merasakan dampak yang sangat besar atas wabah covid-19. Elemen pelaksanaan konstruksi seperti material, tukang, peralatan, transportasi, waktu dan mobilitas terkait langsung dengan wabah covid-19, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian.
Belum lagi, kondisi di lapangan mulai menunjukkan bahwa proyek pengerjaan bangunan di suatu kabupaten menjadi
terbengkalai. Hal ini disebabkan material dan tukangnya diangkut dari kabupaten tetangga, terganggu mobilitas transportasinya karena pemberlakuan kebijakan karantina wilayah yang diberlakukan pimpinan di daerah tersebut.
Terlebih, jika materialnya harus didatangkan dari provinsi lain. Variabel eskalasi harga dan bahan baku yang melambung tinggi juga berkontribusi menambah beban kontraktor, karena kenaikan kurs dollar dan material yang harus diimpor.
"Kondisi kedaruratan yang ditimbulkan oleh covid-19 berimplikasi pada ketidakmungkinan proses pengerjaan konstruksi bisa berjalan normal, efektif, berkualitas dan tepat waktu," tandasnya.
BPP Gapensi menyimpulkan bahwa realitas saat ini sudah masuk kategori force majeure. Menurutnya, kondisi ini senada dengan maksud dalam Keppres No.11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Sekjen BPP Gapensi Andi Rukman N. Karumpa menambahkan, terkait pekerjaan yang sedang berjalan, pemerintah dipandang perlu mengeluarkan payung hukum baru. Hal ini dibutuhkan untuk memberikan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan hingga melampaui tahun anggaran, termasuk meniadakan denda keterlambatan pekerjaan dampak pandemi.
"Kedua eskalasi harga, penyesuaian harga satuan item pekerjaan dengan memberikan addendum biaya tambah atau dengan rescoping (pengurangan item pekerjaan)," tandasnya.
Usulan selanjutnya adalah memberikan biaya tambah kepada penyedia jasa untuk melakukan pengadaan APD dan melakukan SOP sesuai dengan protokol pencegahan covid-19 di setiap proyek sesuai pedoman dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dimana proyek terselenggara.
Selanjutnya terkait dengan keberlanjutan proses pengadaan barang dan jasa konstruksi ia juga merekomendasikan sejumlah poin. Pertama, meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali Surat Edaran Menteri Keuangan No.S-247/MK.07/2020 tentang penundaan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari DAK fisik. Dengan tetap melanjutkan proyek nilai di bawah Rp 10 miliar yang peruntukannya untuk skala kecil dan atau UMKM.
Kedua, mengusulkan untuk belanja modal fisik yang direalokasi hanya untuk proyek multi years dimana azas manfaat dari kegiatan tersebut belum bisa sesuai target atau berfungsi tahun ini.
Lalu terkait kebijakan sektor keuangan di bidang jasa konstruksi. Pertama, penurunan suku bunga modal kerja konstruksi diiringi dengan restrukturisasi kredit dan penundaan bayar pokok sesuai dengan skala usaha. Kedua, pemberlakuan penurunan suku bunga modal kerja ditujukan untuk angsuran leasing alat berat konstruksi.
"Demikian pandangan dan masukan dari BPP Gapensi kepada pemerintah dalam menyikapi wabah covid-19 dan dampaknya terhadap sektor jasa konstruksi. Semoga menjadi perhatian dan memantik untuk membangun sinergi dalam penanggulangan covid-19 serta mendorong bangsa ini untuk terus bergerak maju," tutup Andi Rukman.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) mencatat, dampak ini cukup berat terutama dirasakan pelaksana konstruksi yang berskala UMKM. Ketua Umum BPP Gapensi, Iskandar Z. Hartawi menjelaskan, pihaknya menaungi jumlah anggota 30.763 badan usaha jasa konstruksi (BUJK).
Dari jumlah itu, 82% di antaranya bergerak di skala UMKM. Praktis mayoritas akan merasakan dampak paling signifikan.
Sektor jasa konstruksi sebagai bagian dari pelaku ekonomi, merasakan dampak yang sangat besar atas wabah covid-19. Elemen pelaksanaan konstruksi seperti material, tukang, peralatan, transportasi, waktu dan mobilitas terkait langsung dengan wabah covid-19, sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian.
Belum lagi, kondisi di lapangan mulai menunjukkan bahwa proyek pengerjaan bangunan di suatu kabupaten menjadi
terbengkalai. Hal ini disebabkan material dan tukangnya diangkut dari kabupaten tetangga, terganggu mobilitas transportasinya karena pemberlakuan kebijakan karantina wilayah yang diberlakukan pimpinan di daerah tersebut.
Terlebih, jika materialnya harus didatangkan dari provinsi lain. Variabel eskalasi harga dan bahan baku yang melambung tinggi juga berkontribusi menambah beban kontraktor, karena kenaikan kurs dollar dan material yang harus diimpor.
"Kondisi kedaruratan yang ditimbulkan oleh covid-19 berimplikasi pada ketidakmungkinan proses pengerjaan konstruksi bisa berjalan normal, efektif, berkualitas dan tepat waktu," tandasnya.
BPP Gapensi menyimpulkan bahwa realitas saat ini sudah masuk kategori force majeure. Menurutnya, kondisi ini senada dengan maksud dalam Keppres No.11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
Sekjen BPP Gapensi Andi Rukman N. Karumpa menambahkan, terkait pekerjaan yang sedang berjalan, pemerintah dipandang perlu mengeluarkan payung hukum baru. Hal ini dibutuhkan untuk memberikan perpanjangan waktu penyelesaian pekerjaan hingga melampaui tahun anggaran, termasuk meniadakan denda keterlambatan pekerjaan dampak pandemi.
"Kedua eskalasi harga, penyesuaian harga satuan item pekerjaan dengan memberikan addendum biaya tambah atau dengan rescoping (pengurangan item pekerjaan)," tandasnya.
Usulan selanjutnya adalah memberikan biaya tambah kepada penyedia jasa untuk melakukan pengadaan APD dan melakukan SOP sesuai dengan protokol pencegahan covid-19 di setiap proyek sesuai pedoman dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dimana proyek terselenggara.
Selanjutnya terkait dengan keberlanjutan proses pengadaan barang dan jasa konstruksi ia juga merekomendasikan sejumlah poin. Pertama, meminta pemerintah untuk mengevaluasi kembali Surat Edaran Menteri Keuangan No.S-247/MK.07/2020 tentang penundaan pengadaan barang dan jasa yang bersumber dari DAK fisik. Dengan tetap melanjutkan proyek nilai di bawah Rp 10 miliar yang peruntukannya untuk skala kecil dan atau UMKM.
Kedua, mengusulkan untuk belanja modal fisik yang direalokasi hanya untuk proyek multi years dimana azas manfaat dari kegiatan tersebut belum bisa sesuai target atau berfungsi tahun ini.
Lalu terkait kebijakan sektor keuangan di bidang jasa konstruksi. Pertama, penurunan suku bunga modal kerja konstruksi diiringi dengan restrukturisasi kredit dan penundaan bayar pokok sesuai dengan skala usaha. Kedua, pemberlakuan penurunan suku bunga modal kerja ditujukan untuk angsuran leasing alat berat konstruksi.
"Demikian pandangan dan masukan dari BPP Gapensi kepada pemerintah dalam menyikapi wabah covid-19 dan dampaknya terhadap sektor jasa konstruksi. Semoga menjadi perhatian dan memantik untuk membangun sinergi dalam penanggulangan covid-19 serta mendorong bangsa ini untuk terus bergerak maju," tutup Andi Rukman.
(hoi/hoi) Next Article Kenali Ciri & Gejala Virus Corona, Ini Penjelasan IDI
Most Popular