
Internasional
Haji Mungkin Saja Batal Tahun Ini, Berikut Fakta Sejarahnya
Thea Fathanah Abrar, CNBC Indonesia
01 April 2020 13:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Beberapa waktu lalu, beredar foto yang menampakkan keadaan Kabah yang terlihat sepi tanpa adanya jamaah yang mengelilinginya. Padahal biasanya Kabah yang berada di Masjidil Haram di kota Makkah ini selalu ramai dipadati jamaah dari seluruh dunia.
Hal ini terjadi setelah Arab Saudi menutup sementara halaman pelataran Masjidil Haram untuk pelaksanaan shalat pada Jumat (20/3/2020) lalu. Ini dilakukan untuk menekan angka penyebaran virus corona (COVID-19).
Penutupan ini menimbulkan pertanyaan mengenai nasib jamaah yang akan melakukan haji tahun ini. Ibadah haji, tidak seperti umrah, hanya dapat dilakukan pada hari-hari awal Dzul-Hijjah atau bulan terakhir dari kalender Islam.
Tahun ini musim haji akan berlangsung pada bulan Juli. Namun karena penyebaran virus corona tidak menunjukkan tanda-tanda untuk mereda, banyak calon jamaah yang takut bahwa haji tahun ini mungkin harus dibatalkan.
Setiap tahunnya, ada lebih dari dua juta orang yang melakukan ibadah haji di Makkah, dan opsi meniadakan salah satu rukun Islam ini merupakan hal yang tidak diinginkan banyak orang. Terutama jamaah yang sudah siap melengkapi pondasi keagamaannya.
Beberapa waktu lalu, Yayasan Penelitian dan Arsip Raja Saudi Abdulaziz merilis pernyataan yang mencatat adanya pembatalan haji sebanyak 40 kali dalam sejarah. Alasan pembatalan mulai dari wabah penyakit, konflik, penjahat dan perampok, hingga karena jumlah jamaah haji sangat rendah.
Dari sejarah tersebut, yang dikutip dari The New Arab, pembatalan haji yang paling terkenal terjadi pada abad ke-10 Masehi. Terkait dengan sebuah sekte heterodoks yang berbasis di Arab Timur bernama Qaramithah atau Qarmati.
Menurut catatan sejarah, orang-orang Qarmati datang ke Kabah, membunuh 30.000 jamaah dan mencuri bongkahan hajar aswad. Akibatnya, ibadah haji dibatalkan selama sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut.
Ini bukan serangan kekerasan pertama yang terjadi pada jamaah haji. Pada tahun 865 M, Ismail bin Yousef yang dikenal sebagai Al-Safak, memimpin pemberontakan melawan kekhalifahan Abbasiyah, membantai para jamaah yang berkumpul di Gunung Arafat dekat Makkah dan memaksa pembatalan ibadah haji.
Pada 1000 M, haji dibatalkan karena alasan yang jauh lebih sederhana. Yakni meningkatnya biaya perjalanan untuk melakukan ibadah haji.
Sedangkan pada tahun 1831, menurut Pusat Raja Abdulaziz, wabah dari India menewaskan hampir tiga perempat jemaah haji. Sementara antara tahun 1837 dan 1892, infeksi menewaskan ratusan peziarah setiap hari.
Sebelum memasuki zaman modern, infeksi sering menyebar selama haji akibat tidak adanya perawatan yang memadai untuk beberapa penyakit mematikan. Ribuan jamaah yang berkumpul di sana juga menjadi persoalan jika muncul sebuah wabah.
Kini, walaupun sudah memasuki zaman modern, pandemi corona (COVID-19) kemungkinan besar akan mengganggu perhelatan ibadah haji tahun ini. Berdasarkan Worldometer, saat ini Saudi mencatat ada 1.563 kasus positif corona. Pasien meninggal secara akumulatif sebanyak 10 orang dan pasien sembuh 165 orang.
Sementara itu, dalam wawancaranya terbarunya, pemerintah Arab Saudi meminta umat Muslim di seluruh dunia untuk menunggu waktu yang tepat dalam merencanakan ibadah haji. Meski mengaku siap menyelenggarakannya, otoritas setempat menghimbau masyarakat untuk menunda haji.
"Arab Saudi sepenuhnya siap untuk melayani peziarah," kata Menteri Haji Saudi Mohammad Benten kepada televisi Al-Ekhbariya yang dikelola pemerintah, sebagaimana ditulis AFP.
"Tetapi dalam keadaan saat ini, ketika kita berbicara tentang pandemi global ... kerajaan lebih tertarik untuk melindungi kesehatan umat Islam dan warga negara."
"Karena itu kami telah meminta saudara lelaki kami Muslim di semua negara untuk menunggu terlebih dahulu melakukannya (haji), sampai situasinya jelas."
Di 2019, haji menarik 2,5 juta Muslim datang ke negeri itu. Ini adalah pendapatan utama kerjaan selain bisnis minyak yang kini tengah surut di tengah rendahnya harga.
Di dunia, corona menjangkit 202 negara dan teritori. Di mana ada 859.032 kasus terinfeksi, 42.322 kasus kematian dan 178.101 kasus berhasil sembuh secara global.
(sef/sef) Next Article Corona Ancam Ibadah Haji, Ini Pernyataan Terbaru Arab Saudi
Hal ini terjadi setelah Arab Saudi menutup sementara halaman pelataran Masjidil Haram untuk pelaksanaan shalat pada Jumat (20/3/2020) lalu. Ini dilakukan untuk menekan angka penyebaran virus corona (COVID-19).
Penutupan ini menimbulkan pertanyaan mengenai nasib jamaah yang akan melakukan haji tahun ini. Ibadah haji, tidak seperti umrah, hanya dapat dilakukan pada hari-hari awal Dzul-Hijjah atau bulan terakhir dari kalender Islam.
Setiap tahunnya, ada lebih dari dua juta orang yang melakukan ibadah haji di Makkah, dan opsi meniadakan salah satu rukun Islam ini merupakan hal yang tidak diinginkan banyak orang. Terutama jamaah yang sudah siap melengkapi pondasi keagamaannya.
Beberapa waktu lalu, Yayasan Penelitian dan Arsip Raja Saudi Abdulaziz merilis pernyataan yang mencatat adanya pembatalan haji sebanyak 40 kali dalam sejarah. Alasan pembatalan mulai dari wabah penyakit, konflik, penjahat dan perampok, hingga karena jumlah jamaah haji sangat rendah.
Dari sejarah tersebut, yang dikutip dari The New Arab, pembatalan haji yang paling terkenal terjadi pada abad ke-10 Masehi. Terkait dengan sebuah sekte heterodoks yang berbasis di Arab Timur bernama Qaramithah atau Qarmati.
![]() |
Menurut catatan sejarah, orang-orang Qarmati datang ke Kabah, membunuh 30.000 jamaah dan mencuri bongkahan hajar aswad. Akibatnya, ibadah haji dibatalkan selama sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut.
Ini bukan serangan kekerasan pertama yang terjadi pada jamaah haji. Pada tahun 865 M, Ismail bin Yousef yang dikenal sebagai Al-Safak, memimpin pemberontakan melawan kekhalifahan Abbasiyah, membantai para jamaah yang berkumpul di Gunung Arafat dekat Makkah dan memaksa pembatalan ibadah haji.
Pada 1000 M, haji dibatalkan karena alasan yang jauh lebih sederhana. Yakni meningkatnya biaya perjalanan untuk melakukan ibadah haji.
Sedangkan pada tahun 1831, menurut Pusat Raja Abdulaziz, wabah dari India menewaskan hampir tiga perempat jemaah haji. Sementara antara tahun 1837 dan 1892, infeksi menewaskan ratusan peziarah setiap hari.
Sebelum memasuki zaman modern, infeksi sering menyebar selama haji akibat tidak adanya perawatan yang memadai untuk beberapa penyakit mematikan. Ribuan jamaah yang berkumpul di sana juga menjadi persoalan jika muncul sebuah wabah.
Kini, walaupun sudah memasuki zaman modern, pandemi corona (COVID-19) kemungkinan besar akan mengganggu perhelatan ibadah haji tahun ini. Berdasarkan Worldometer, saat ini Saudi mencatat ada 1.563 kasus positif corona. Pasien meninggal secara akumulatif sebanyak 10 orang dan pasien sembuh 165 orang.
Sementara itu, dalam wawancaranya terbarunya, pemerintah Arab Saudi meminta umat Muslim di seluruh dunia untuk menunggu waktu yang tepat dalam merencanakan ibadah haji. Meski mengaku siap menyelenggarakannya, otoritas setempat menghimbau masyarakat untuk menunda haji.
"Arab Saudi sepenuhnya siap untuk melayani peziarah," kata Menteri Haji Saudi Mohammad Benten kepada televisi Al-Ekhbariya yang dikelola pemerintah, sebagaimana ditulis AFP.
"Tetapi dalam keadaan saat ini, ketika kita berbicara tentang pandemi global ... kerajaan lebih tertarik untuk melindungi kesehatan umat Islam dan warga negara."
"Karena itu kami telah meminta saudara lelaki kami Muslim di semua negara untuk menunggu terlebih dahulu melakukannya (haji), sampai situasinya jelas."
Di 2019, haji menarik 2,5 juta Muslim datang ke negeri itu. Ini adalah pendapatan utama kerjaan selain bisnis minyak yang kini tengah surut di tengah rendahnya harga.
Di dunia, corona menjangkit 202 negara dan teritori. Di mana ada 859.032 kasus terinfeksi, 42.322 kasus kematian dan 178.101 kasus berhasil sembuh secara global.
(sef/sef) Next Article Corona Ancam Ibadah Haji, Ini Pernyataan Terbaru Arab Saudi
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular