Morgan Stanley: Ekonomi Asia Pulih "U-Shaped" Usai COVID-19

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 March 2020 15:37
Morgan Stanley melihat periode recovery covid-19 akan lebih lama sehingga recovery-nya bakal U-shaped
Foto: Morgan Stanley (REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (COVID-19) membuat outlook ekonomi global jadi suram, termasuk untuk wilayah Asia ex Jepang (AxJ). Dalam kajiannya, bank investasi global, Morgan Stanley, meramal kurva pemulihan ekonomi AxJ akan berbentuk U dibanding V.

"Penyebaran wabah COVID-19 ke berbagai wilayah membuat kami menduga resesi global akan terjadi pada 2020" tulis Morgan Stanley. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AxJ saat ini berada di level terendahnya sejak krisis finansial global pada laju 5,1% (yoy) di kuartal IV tahun lalu.

Dalam laporan tersebut, AxJ memperkirakan pertumbuhan ekonomi AxJ pada kuartal pertama tahun ini akan terkontraksi menjadi -1,3% (yoy) dan tumbuh 0,9% (yoy) pada semester I-2020, sebelum pulih kembali pada semester II-2020 dengan laju 6,3% (yoy).

Perlambatan pertumbuhan AxJ jelas terasa. Tekanan yang terjadi baik dari sisi suplai maupun permintaan yang terjadi di China masih akan berlanjut hingga kuartal pertama tahun ini. Namun pertumbuhan negara-negara AxJ sisanya akan terus melambat hingga kuartal II-2020 karena pelemahan agregat demand secara global.

Banyak bank sentral di negara-negara AxJ yang sudah memangkas suku bunga acuannya pada kisaran 10-50 basis poin (bps) tahun ini. Di sepanjang tahun 2020 Morgan Stanley memandang adanya peluang pemangkasan suku bunga acuan pada beberapa bank sentral seperti BSP (100 bps), Bank Indonesia (75 bps), RBI (65 bps), PBoC (40 bps) dan masih banyak lagi.

Secara umum pelonggaran kebijakan moneter ini dapat memitigasi anjloknya sektor usaha maupun lapangan kerja. Namun untuk kembali pulih, wabah COVID-19 harus terlebih dulu dapat 'dijinakkan'.

Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah kurva pemulihannya akan berbentuk V atau U. Hal ini tentu tergantung pada seberapa parah dan lama wabah COVID-19 ini terjadi. Merebaknya wabah ke seantero planet bumi dipandang Morgan Stanley tak mampu menjaga penuh profitabilitas sektor usaha dan gairah di pasar lapangan kerja.

Jika semakin banyak perusahaan yang tak beroperasi dan merumahkan pegawainya, maka bukan tak mungkin periode recovery akan berjalan lebih lambat. Apalagi jika berkaca pada pengalaman China, kembalinya aktivitas ekonomi Negeri Panda ternyata lebih lama dari yang diduga. Oleh karena itu, Morgan Stanley berpendapat bahwa model recovery-nya cenderung akan berbentuk U ketimbang V.

Tak dapat dipungkiri, virus ganas ini terus menyebar luas dan menebar ancaman bagi perekonomian global. Data John Hopkins University CSSE menunjukkan, jumlah kasus infeksi COVID-19 saat ini sudah melampaui 218 ribu secara global. Jumlah kasus infeksi di luar China sudah lebih banyak daripada China.



COVID-19 menjadi sentimen buruk yang menggerus optimisme para pebisnis di kawasan Asia. Survei terbaru yang dilakukan INSEAD dan Thompsons Reuters menunjukkan indeks keyakinan bisnis di Asia Pasifik berada di angka 53 untuk kuartal pertama tahun ini. Anjlok 18 poin dari kuartal sebelumnya di level 71.

Menurut Vasu Menon, seorang senior investment strategist di OCBC Bank Wealth Management, kondisi saat ini "berbeda dengan krisis finansial, karena Anda berurusan dengan hal yang besar dan tidak diketahui. Musuh tak kasat mata"
.


"Ini menyebabkan disrupsi baik dari sisi permintaan maupun pasokan. Dan saat ini kita belum mengetahui bagaimana akhirnya" kata Menin. 

Virus yang berukuran nanometer (sepersemiliar meter) itu sangat sakti hingga membuat berbagai negara memberlakukan karantina wilayah atau lockdown. Inilah yang jadi penggerus optimisme sektor bisnis terutama di kawasan Asia Pasifik.

TIM RISET CNBC INDONESIA

[Gambas:Video CNBC]



(twg/twg) Next Article Covid-19 Rekor Terus, Morgan Stanley Masih Percaya Sama Ri!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular