
Jokowi Siap Guyur Puluhan Triliun (Lagi) Demi Halau Corona
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
05 March 2020 16:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak menutup kemungkinan untuk kembali mengguyur puluhan triliun stimulus fiskal untuk membantu perekonomian, seperti yang pernah dilakukan pada 2009 silam.
Pernyataan Sri Mulyani disampaikan menyikapi penyebaran wabah virus corona yang dikhawatirkan memukul sendi perekonomian domestik. Bendahara negara mengaku terbuka dengan berbagai masukan terkait hal itu.
"Kita akan lihat. Karena saya bilang saya sangat terbuka dalam hal ini," kata Sri Mulyani usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Pada saat krisis keuangan global 2008-2009, pemerintahan di bawah komando Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggelontorkan sekitar Rp 73 triliun untuk memitigasi dampak dari krisis keuangan global.
Stimulus yang diberikan kala itu mayoritasnya insentif perpajakan. Mulai dari penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi dan Badan, kenaikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), hingga pembebasan sementara PPh Pasal 21.
Sri Mulyani sendiri tak memungkiri, bahwa wabah virus corona jauh lebih 'menyeramkan' dampaknya ketimbang krisis keuangan global 12 tahun silam. Pasalnya, situasi saat ini berdampak langsung pada kehidupan manusia.
"Lebih rumit yang ini. Karena ini menyangkut manusia. Ini menyangkut diri langsung pada ancaman, keselamatan, kesehatan, sampai pada kemungkinan terancam meninggal dunia, itu yang jauh lebih langsung," kata Sri Mulyani
"Kalau dulu [2008], kan melalui lembaga keuangan, korporasi jatuh, PHK paling. Kalo ini langsung orang sakit, jadi nature-nya lebih dalam karena masyarakat tiba-tiba menjadi setengah lumpuh," tegas Sri Mulyani.
Sebagai gambaran, wabah corona di China telah membuat aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Karyawan tidak bekerja, mahasiswa tidak kuliah, siswa tidak sekolah, pelancong tidak bepergian. Pabrik-pabrik minim berproduksi, aktivitas ekspor-impor lesu, pariwisata kurang peminat.
Artinya, proses produksi di negeri Tirai Bambu bakal terganggu karena karyawan tidak berani keluar rumah akibat virus corona yang bergentayangan. Padahal saat ini peran China begitu penting dalam rantai pasok global.
Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti bahwa China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari China
Oleh karena itu, virus corona yang membuat manufaktur China terhambat tentu akan merusak rantai pasok global. Negara-negara yang selama ini tergantung dengan bahan baku atau barang modal dari China tentu menjadi yang parah merasakan dampaknya.
"Jadi ini yg menjadi risikonya ke masalah sektor riil langsung, kemungkinan terjadinya unemployment adalah berasal dari perusahaan-perusahaan yang tidak mendapatkan aktivitas yang cukup. Mulai Airlines, hotel, dan sekarang industri manufaktur karena disrupsi dari barang supply chain," kata Sri Mulyani
Maka dari itu, pemerintah tidak akan menutup peluang untuk kembali menggelontorkan triliunan insentif fiskal. Sri Mulyani pun memastikan akan terus memantau perkembangan terkini sebelum mengeksekusi kebijakan.
"Kami sedang hitung dan rancang ini, kalo sudah matang kita akan laporkan dan akan dibahas di kabinet. Pada dasarnya harus kita lihat betul dampaknya sekarang kepada masyarakat maupun dunia usaha," katanya.
Sebagai informasi, saat ini pemerintah telah menggelontorkan sekitar Rp 10,3 triliun insentif fiskal. Rencananya, pemerintah akan kembali menambah Rp 10 triliun insentif fiskal untuk menghalau dampak corona.
(dru) Next Article Jokowi Bentuk Panitia Seleksi Anggota DK OJK
Pernyataan Sri Mulyani disampaikan menyikapi penyebaran wabah virus corona yang dikhawatirkan memukul sendi perekonomian domestik. Bendahara negara mengaku terbuka dengan berbagai masukan terkait hal itu.
"Kita akan lihat. Karena saya bilang saya sangat terbuka dalam hal ini," kata Sri Mulyani usai rapat terbatas di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Sri Mulyani sendiri tak memungkiri, bahwa wabah virus corona jauh lebih 'menyeramkan' dampaknya ketimbang krisis keuangan global 12 tahun silam. Pasalnya, situasi saat ini berdampak langsung pada kehidupan manusia.
"Lebih rumit yang ini. Karena ini menyangkut manusia. Ini menyangkut diri langsung pada ancaman, keselamatan, kesehatan, sampai pada kemungkinan terancam meninggal dunia, itu yang jauh lebih langsung," kata Sri Mulyani
"Kalau dulu [2008], kan melalui lembaga keuangan, korporasi jatuh, PHK paling. Kalo ini langsung orang sakit, jadi nature-nya lebih dalam karena masyarakat tiba-tiba menjadi setengah lumpuh," tegas Sri Mulyani.
Sebagai gambaran, wabah corona di China telah membuat aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Karyawan tidak bekerja, mahasiswa tidak kuliah, siswa tidak sekolah, pelancong tidak bepergian. Pabrik-pabrik minim berproduksi, aktivitas ekspor-impor lesu, pariwisata kurang peminat.
Artinya, proses produksi di negeri Tirai Bambu bakal terganggu karena karyawan tidak berani keluar rumah akibat virus corona yang bergentayangan. Padahal saat ini peran China begitu penting dalam rantai pasok global.
Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti bahwa China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari China
Oleh karena itu, virus corona yang membuat manufaktur China terhambat tentu akan merusak rantai pasok global. Negara-negara yang selama ini tergantung dengan bahan baku atau barang modal dari China tentu menjadi yang parah merasakan dampaknya.
"Jadi ini yg menjadi risikonya ke masalah sektor riil langsung, kemungkinan terjadinya unemployment adalah berasal dari perusahaan-perusahaan yang tidak mendapatkan aktivitas yang cukup. Mulai Airlines, hotel, dan sekarang industri manufaktur karena disrupsi dari barang supply chain," kata Sri Mulyani
Maka dari itu, pemerintah tidak akan menutup peluang untuk kembali menggelontorkan triliunan insentif fiskal. Sri Mulyani pun memastikan akan terus memantau perkembangan terkini sebelum mengeksekusi kebijakan.
"Kami sedang hitung dan rancang ini, kalo sudah matang kita akan laporkan dan akan dibahas di kabinet. Pada dasarnya harus kita lihat betul dampaknya sekarang kepada masyarakat maupun dunia usaha," katanya.
Sebagai informasi, saat ini pemerintah telah menggelontorkan sekitar Rp 10,3 triliun insentif fiskal. Rencananya, pemerintah akan kembali menambah Rp 10 triliun insentif fiskal untuk menghalau dampak corona.
(dru) Next Article Jokowi Bentuk Panitia Seleksi Anggota DK OJK
Most Popular