
Arab Saudi Larang Umrah, RI Didesak Bentuk Crisis Centre
tahir saleh, CNBC Indonesia
29 February 2020 17:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Komnas Haji dan Umrah menegaskan pemerintah Indonesia sudah saatnya membentuk Crisis Centre (pusat krisis) yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga di tengah kebijakan penangguhan pelaksanaan ibadah umrah yang diberlakukan pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai upaya mencegah penyebaran virus corona.
Lintas kementerian itu yakni Kementerian Agama yang bertindak sebagai leading sector, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga organisasi penyelenggara jasa umrah.
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan sudah beberapa hari ini kebijakan penangguhan pelaksanaan ibadah umrah demi mencegah penyebaran virus corona diterapkan Arab Saudi.
"Belum ada tanda-tanda yang pasti kapan status itu akan berakhir. Hal mana mengakibatkan ribuan jemaah umrah dari berbagai daerah di Tanah Air terpaksa harus mengurungkan niat berangkat ke tanah suci," katanya, dalam siaran pers, dikutip CNBC Indonesia, Sabtu (29/2/2020).
Belum lagi jemaah yang punya jadwal pemberangkatan beberapa waktu mendatang. Pada saat yang sama, bulan suci Ramadan juga sudah makin dekat di mana antusiasme dan minat umat Muslim Tanah Air menjalankan umrah cukup tinggi sehingga perlu ada langkah-langkah terukur segera dilakukan.
"Dalam kondisi yang serba belum pasti seperti sekarang, pemerintah sudah saatnya membentuk crisis centre yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga," tegasnya.
Dia mengatakan persoalan pembatalan keberangkatan umrah oleh Arab Saudi saat ini seharusnya tidak hanya didudukkan sebagai persoalan untung rugi bisnis semata, akan tetapi yang lebih diprioritaskan dari itu adalah menyangkut keselamatan jiwa ribuan jemaah umrah dari ancaman virus corona yang mematikan.
"Meski pemerintah sampai hari ini keukeuh menyatakan bebas corona, tetapi tidak ada salahnya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, pembentukan Crisis Centre ini sudah sangat urgen sebagai pusat informasi memantau dinamika kebijakan dan perkembangan yang terjadi di negara Arab Saudi.
Selain itu, Crisis Centre juga akan mendata dan menghimpun jemaah umrah yang batal berangkat dari berbagai travel, sebagai pusat penyebaran dan pusat kontak informasi jemaah melakukan pengaduan untuk menghindari serta meminimalisir agar kabar yang diterima tidak simpang siur.
Fungsi lainnya memfasilitasi jemaah yang ingin membatalkan atau meminta pengembalian biaya (refund) ataupun terkait penjadwalan ulang (reschedule) bila situasinya sudah aman dan kondusif.
Crisis centre ini juga dapat berfungsi sebagai wadah merumuskan standar operating procedure (SOP) bila ada kondisi darurat untuk memfasilitasi jemaah umrah yang sudah terlanjur terbang ke tanah suci tetapi mengalami persoalan kesehatan maupun kendala-kendala di negara transit.
Dia menjelaskan, Crisis centre juga bisa menjadi wadah pertukaran data maupun informasi bagi penyelenggara jasa umrah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat merespon berbagai keluhan dan persoalan yang mereka hadapi, termasuk merespon aspirasi jemaah.
Berikutnya, Crisis Centre juga diperlukan agar informasi yang disampaikan kepada publik benar dan akurat karena itu hak masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"Model crisis centre semacam ini pernah dibentuk oleh pemerintah ketika terjadi gagal berangkatnya ribuan jemaah First Travel beberapa waktu lalu yang melibatkan Kementerian Agama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bareskrim Mabes Polri. Saat itu cukup membantu dan efektif," katanya.
"Prinsipnya, kesiapan menghadapi persoalan dengan cara yang lebih terorganisir dalam situasi seperti sekarang ini jauh lebih baik agar tidak berpotensi menjadi bom waktu di belakang hari. Pemerintah harus hadir dan sigap dalam segala kondisi," kata dosen Hukum Bisnis UIN Jakarta ini.
(tas/tas) Next Article Saudi Pastikan Gelar Ibadah Haji 2021
Lintas kementerian itu yakni Kementerian Agama yang bertindak sebagai leading sector, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Luar Negeri dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan juga organisasi penyelenggara jasa umrah.
Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj mengatakan sudah beberapa hari ini kebijakan penangguhan pelaksanaan ibadah umrah demi mencegah penyebaran virus corona diterapkan Arab Saudi.
"Belum ada tanda-tanda yang pasti kapan status itu akan berakhir. Hal mana mengakibatkan ribuan jemaah umrah dari berbagai daerah di Tanah Air terpaksa harus mengurungkan niat berangkat ke tanah suci," katanya, dalam siaran pers, dikutip CNBC Indonesia, Sabtu (29/2/2020).
"Dalam kondisi yang serba belum pasti seperti sekarang, pemerintah sudah saatnya membentuk crisis centre yang terdiri dari lintas kementerian dan lembaga," tegasnya.
Dia mengatakan persoalan pembatalan keberangkatan umrah oleh Arab Saudi saat ini seharusnya tidak hanya didudukkan sebagai persoalan untung rugi bisnis semata, akan tetapi yang lebih diprioritaskan dari itu adalah menyangkut keselamatan jiwa ribuan jemaah umrah dari ancaman virus corona yang mematikan.
"Meski pemerintah sampai hari ini keukeuh menyatakan bebas corona, tetapi tidak ada salahnya meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi," katanya.
Oleh karena itu, menurut dia, pembentukan Crisis Centre ini sudah sangat urgen sebagai pusat informasi memantau dinamika kebijakan dan perkembangan yang terjadi di negara Arab Saudi.
Selain itu, Crisis Centre juga akan mendata dan menghimpun jemaah umrah yang batal berangkat dari berbagai travel, sebagai pusat penyebaran dan pusat kontak informasi jemaah melakukan pengaduan untuk menghindari serta meminimalisir agar kabar yang diterima tidak simpang siur.
Fungsi lainnya memfasilitasi jemaah yang ingin membatalkan atau meminta pengembalian biaya (refund) ataupun terkait penjadwalan ulang (reschedule) bila situasinya sudah aman dan kondusif.
Crisis centre ini juga dapat berfungsi sebagai wadah merumuskan standar operating procedure (SOP) bila ada kondisi darurat untuk memfasilitasi jemaah umrah yang sudah terlanjur terbang ke tanah suci tetapi mengalami persoalan kesehatan maupun kendala-kendala di negara transit.
Dia menjelaskan, Crisis centre juga bisa menjadi wadah pertukaran data maupun informasi bagi penyelenggara jasa umrah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat merespon berbagai keluhan dan persoalan yang mereka hadapi, termasuk merespon aspirasi jemaah.
Berikutnya, Crisis Centre juga diperlukan agar informasi yang disampaikan kepada publik benar dan akurat karena itu hak masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
"Model crisis centre semacam ini pernah dibentuk oleh pemerintah ketika terjadi gagal berangkatnya ribuan jemaah First Travel beberapa waktu lalu yang melibatkan Kementerian Agama, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bareskrim Mabes Polri. Saat itu cukup membantu dan efektif," katanya.
"Prinsipnya, kesiapan menghadapi persoalan dengan cara yang lebih terorganisir dalam situasi seperti sekarang ini jauh lebih baik agar tidak berpotensi menjadi bom waktu di belakang hari. Pemerintah harus hadir dan sigap dalam segala kondisi," kata dosen Hukum Bisnis UIN Jakarta ini.
(tas/tas) Next Article Saudi Pastikan Gelar Ibadah Haji 2021
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular