Corona Buat Umroh Dilarang, Ekonomi Saudi dalam Bahaya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
29 February 2020 08:12
Corona Buat Umroh Dilarang, Ekonomi Saudi dalam Bahaya?
Foto: Umat Muslim mengelilingi Ka'bah, saat menjalani ibadah Umrah, di kota suci Muslim di Mekah, Arab Saudi, Senin, 24 Februari 2020. (Foto AP / Amr Nabil)
Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona membuat Arab Saudi memutuskan untuk sementara menghentikan ibadah umroh. Ekonomi Arab berpotensi kena pukulan akibat wabah ini.

Pada Kamis (27/2/2020) pemerintah Arab Saudi memutuskan untuk sementara menghentikan ibadah umrah. Hal ini membuat berbagai negara Muslim yang bersiap untuk menjalankan ibadah menjadi kecewa. Salah satunya Indonesia.



Namun langkah ini bukan tanpa sebab. Walaupun sampai saat ini Arab Saudi belum melaporkan satu kasus infeksi corona, tetapi beberapa negara di Timur Tengah telah terinfeksi virus ganas ini.

Iran merupakan negara yang melaporkan jumlah kasus infeksi virus corona yang paling banyak di Timur Tengah dengan total 270 kasus dan 26 kematian. Negara Timur Tengah lain yang juga melaporkan adanya infeksi virus corona seperti Kuwait (43 kasus) Bahrain (33 kasus), Iraq (7 kasus), Oman (4 kasus) dan Mesir (1 kasus).

Dengan keputusan untuk menghentikan ibadah umroh untuk sementara tentu juga menimbulkan kerugian bagi Arab Saudi. Kerugian itu berupa hilangnya potensi pendapatan dari devisa para pelancong religi.

Tahun lalu, jumlah turis yang melakukan perjalanan umroh ke kota suci Mekah dan Madinah mencapai 7,5 juta orang, naik 10,2% dibanding tahun sebelumnya.



Pakistan dan Indonesia merupakan dua negara dengan kontribusi jamaah umroh paling besar untuk Arab Saudi dengan total lebih dari 2,5 juta orang atau setara dengan 33% dari total peziarah untuk umroh.





Menurut Quartz pendapatan berupa devisa dari sektor wisata religi Arab pada 2018 mencapai lebih dari 50% dari total devisa dari sektor pariwisata secara keseluruhan. Nilai pendapatannya mencapai US$ 12 miliar.

Sebesar US$ 6 miliar sendiri disumbang dari pendapatan ibadah haji yang hanya berlangsung satu tahun sekali. Artinya ada US$ 6 miliar yang disumbang oleh pendapatan devisa dari ibadah umrah.

Dengan menggunakan data historis lima tahun terakhir, diperkirakan nilai dari pendapatan devisa ibadah umrah Arab Saudi mencapai US$ 6,75 miliar pada tahun 1441 hijriah.

Jika 50% dari pendapatan tersebut disumbang oleh jamaah umrah asal luar negeri maka Negeri Raja Salman itu berpotensi kehilangan devisa dari sektor ini sekitar US$ 281,2 juta per bulannya atau setara dengan Rp 3,94 triliun.

[Gambas:Video CNBC]



Mengingat negara-negara Timur Tengah sudah mulai terjangkiti virus corona, bukan tidak mungkin bahwa sektor pariwisata di luar wisata religi Arab Saudi juga akan ikut kena imbasnya. Dampaknya bisa meluas.

Sektor pariwisata sendiri menyumbang 20% terhadap PDB Arab Saudi non-migas atau 7% dari PDB jika sektor migas diikutsertakan. Namun dengan merebaknya virus corona ini, outlook sektor perminyakan juga jadi kelabu.

Kajian yang dilakukan oleh lembaga riset energi global (IEA) memperkirakan permintaan minyak mentah akan terpangkas sebanyak 435.000 barel per hari (bpd) pada kuartal pertama 2020, dan merupakan kontraksi yang pertama dalam 10 tahun.

IEA juga memperkirakan permintaan minyak di sepanjang 2020 akan terpangkas sebesar 365.000-825.000 bpd dan terendah sejak 2011. Permintaan diperkirakan turun karena aktivitas ekonomi jadi terpukul.

Puluhan kota dikarantina, negara membatasi akses transportasi publiknya sehingga berdampak pada terjadinya penurunan angkutan orang maupun barang lintas negara sehingga permintaan untuk bahan bakar salah satunya minyak menjadi turun.

Dampak meluasnya wabah seperti ini biasanya juga diikuti dengan himbauan berupa larangan bepergian oleh pemerintah. Orang-orang lebih banyak tinggal di rumah dan konsumsi pun berpotensi turun.

Tak tanggung-tanggung, akibat merebaknya virus yang kini dinamai COVID-19 ini membuat harga minyak langsung diganjar anjlok. Harga minyak telah tergelincir sejak awal tahun sebesar 24% untuk jenis minyak Brent.



Merespons hal tersebut organisasi pengekspor minyak yang dipimpin Arab Saudi dan koleganya (OPEC ) sedang mempertimbangkan kembali menurunkan produksi minyaknya.

Awal bulan ini komite teknis yang menjadi penasihat OPEC mengadakan rapat dan memberi rekomendasi agar organisasi memangkas produksi minyaknya lagi sebesar 600.000 bpd.

Para menteri dari negara anggota OPEC dijadwalkan bertemu pada 5-6 Maret nanti di Vienna untuk membahas opsi tersebut. Jika opsi tersebut diambil maka produksi minyak OPEC akan dipangkas sebanyak 2,3 juta bpd efektif mulai Maret nanti.

Well, dua tulang punggung ekonomi Arab Saudi saat ini sedang keropos karena digerogoti oleh virus corona. Ekonomi negeri raja minyak itu kini terancam.






TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg) Next Article Arab Saudi Desak Negara OPEC Pangkas Produksi Minyak

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular