Pantas RI Candu Impor Gula, 10 Tahun Lahan Tebu Itu-Itu Saja

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
18 February 2020 18:09
Pemerintah mewacanakan impor gula kristal dari India dengan dalih pasokan domestik terbatas. Namun hal tersebut bukan solusi jangka panjang.
Foto: REUTERS/Edgard Garrido
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga gula perlahan merangkak naik karena stok yang menipis. Pemerintah lagi-lagi ambil ancang-ancang untuk buka keran impor gula dengan dalih untuk stabilkan harga sebagai solusi jangka pendek.

Sayangnya, solusi jangka panjang seperti peningkatan produksi dengan meningkatkan lahan tebu masih jalan di tempat. Kondisi ini menyebabkan Indonesia harus candu impor gula untuk kebutuhan industri hingga rumah tangga.

Sepekan terakhir harga gula terus bergerak naik. Pada, Senin (17/2/2020) rata-rata harga gula nasional Rp 14.500/kg dan sudah mendekati level Rp 15.000/kg. Padahal pada 11 Februari 2020 harga masih di Rp 14.000/kg.

Bahkan harga gula di beberapa daerah terutama di Indonesia Timur sudah melebihi Rp 15.000/kg. Di Papua contohnya, kemarin harga gula Rp 16.600/kg.

Harga tersebut lebih tinggi dari harga acuan di tingkat konsumen yang ditetapkan oleh Menteri Perdagangan. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan nomor 7 tahun 2020, harga acuan penjualan gula di tingkat konsumen sebesar Rp 12.500.

Pemerintah menegaskan pasokan gula dalam negeri masih terbatas, sehingga opsi impor menjadi pilihan untuk meredam harga. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengatakan kebutuhan gula kristal putih (GKP) tanah air mencapai 2,8 juta ton.

Namun produksi dalam negeri per tahun hanya di kisaran 2,2 - 2,3 juta ton. Artinya ada kekurangan sebanyak 500-600 ribu ton. Pemerintah sepakat untuk menjajaki impor dari India untuk jenis raw sugar sebanyak 465 ribu ton untuk diolah jadi GKP.

Indonesia memang terkenal jor-joran dalam mengimpor gula. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2018 saja impor raw sugar RI mencapai 4,9 juta ton. Indonesia menjadi negara pengimpor gula terbesar di dunia mengungguli China di posisi kedua dan AS di peringkat tiga.

Gula memang menjadi kebutuhan pokok baik untuk konsumsi maupun industri. Memangnya apa yang membuat produksi dalam negeri selalu kurang sehingga harus impor? Alasannya banyak, tetapi yang paling kelihatan indikatornya adalah produktivitas tebu.

Tebu merupakan bahan dasar untuk membuat gula. Pada tahun 2015 produksi tebu mencapai 2,5 juta ton dan merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sementara kala itu luas areal pertanian tebu mencapai 454,2 ribu Ha. Artinya produktivitas tebu mencapai 5,61 ton/Ha.

Menurut estimasi Kementerian Pertanian, pada 2019 produksi tebu mencapai 2,4 juta ton dan luas areal pertanian tebu mencapai 453,2 ribu Ha. Artinya dalam kurun waktu kurang lebih lima tahun produksi turun 4% dan luas areal turun 0,28%.

Akibatnya bisa ditebak, produktivitas tanaman tebu menurun menjadi 5,46 ton/Ha atau turun 2,61% dibanding tahun 2015. Dalam kurun waktu tersebut rata-rata produktivitas tanaman tebu hanya 5,27 ton/Ha.



Terkait pasokan dalam negeri yang terbatas pemerintah harus benar-benar membenahi industri gula tanah air dari hulu ke hilir. Dari hulu pemerintah harus terus berupaya meningkatkan produktivitas.

Pemerintah juga perlu benar-benar memperhatikan data dengan cermat, jangan sampai impor dilakukan kala pasokan mencukupi. Alhasil jadi mubazir. Poin penting lainnya adalah membenahi rantai distribusinya.

Jangan hanya melulu mengandalkan impor sebagai solusi jangka pendek. Lagi pula terlalu sering impor juga bisa jadi celah untuk para mafia impor. Hal ini juga menjadi sorotan oleh ekonom INDEF yaitu Bima Yudhistira.

"Apalagi ini gulanya konsumsi, harus hati-hati," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (18/2/2020).

Bhima menilai, Pemerintah Indonesia harusnya bisa belajar dari pengalaman kala melakukan impor gula dalam beberapa tahun terakhir. Dimana jumlah stok jauh lebih banyak dibanding kebutuhan, misalnya di tahun 2017 diperkirakan surplus 2,4 juta ton. 



"Kalau kita lihat konsumsi rumah tangga yang slowdown di angka 5%. Ini menurut kami apakah tidak melihat produksi sekarang, jadi butuhnya sebanyak itu kah sampai buka impor lagi? Sementara kalo kita lihat di 2018 pernah berapa juta ton gula impor yang masuk. Itu pemerintah perlu lihat dulu stoknya masih cukup atau nggak buat persediaan di tahun 2020?" kata Bhima.



TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Gula Terbang, 33 Ribu Ton Gula Diguyur ke Pasar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular