Suram, Awas Pertumbuhan Ekonomi RI Bisa di Bawah 5%

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 February 2020 16:55
Dampak Virus Corona Bisa Merembet ke Perekonomian RI
Foto: Edward Ricardo
Namun jika wabah virus ini mencapai puncaknya pada April sehingga mengganggu produksi dan rantai pasok global, maka ekonomi global dapat terpangkas 50-75 bps pada kuartal pertama dan 35-50 bps pada semester I-2020.

Kalau ekonomi China dan global mengalami turbulensi, dampaknya juga bisa ikut dirasakan oleh perekonomian domestik. Contohnya, saat AS dan China terlibat kisruh dan saling hambat perdagangan, ekonomi Indonesia ikut tertekan.

Sepanjang 2019, Indonesia hanya mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02% (yoy). Bahkan pertumbuhan ekonomi kuartal IV-2019 malah berada di bawah angka rata-rata yaitu 4,97% (yoy). Miris memang.

Namun ekonomi Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan besar, yaitu virus corona. Sampai saat ini memang belum ada kasus positif virus corona dilaporkan di Indonesia (amit-amit jangan sampai), tetapi dampak virus corona ke perekonomian dalam negeri harus diwaspadai.

Mari tengok ke sektor perdagangan terlebih dahulu. China merupakan mitra dagang strategis Indonesia. China menjadi tujuan ekspor komoditas unggulan Indonesia seperti batu bara dan minyak sawit mentah (CPO). Di sisi lain Indonesia juga mengimpor berbagai macam produk untuk konsumsi maupun industri manufaktur dalam negeri.

Sebanyak 10 barang impor terbesar Indonesia asal China juga kebanyakan merupakan barang-barang untuk industri manufaktur seperti tekstil hingga industri farmasi. Untuk industri tekstil, Indonesia mengimpor bahan baku berupa benang dengan nilai mencapai US$ 965,4 juta.

Sementara untuk industri farmasi, Indonesia mengimpor senyawa kimia organik seperti antibiotik maupun kimia anorganik seperti soda kaustik yang juga banyak digunakan di industri farmasi.



Karena siklus tahunan, biasanya sebelum dan sesudah libur Imlek perdagangan dengan China akan turun. Setelah itu, aktivitas kembali normal. Namun dengan adanya kasus epidemi virus corona, sektor perdagangan berpotensi semakin tertekan.

Ada dua kemungkinan yang menekan aktivitas perdagangan, pelemahan permintaan atau penundaan pengiriman karena aktivitas bongkar muat di pelabuhan menjadi terbatas akibat tidak beroperasinya pelabuhan dengan kapasitas penuh.

Sebagai gambaran, konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan neraca dagang Indonesia pada Januari 2020 defisit US$ 152 juta. Sementara menurut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, pada Januari 2020 ekspor diperkirakan turun 1,88% (yoy) dan impor turun lebih dalam yaitu 4,4% (yoy).

Padahal secara struktural aktivitas perdagangan berkontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mencapai lebih dari 20%. Jadi kalau virus corona tak menunjukkan tanda-tanda dapat terkendali, ini bisa jadi membahayakan untuk sektor perdagangan RI.

Kalau dilihat dari pos pengeluaran konsumsi rumah tangga, biasanya di awal tahun biasanya tak bisa banyak diharapkan karena secara musiman juga laju pertumbuhannya tak signifikan. Padahal konsumsi rumah tangga menyumbang PDB Indonesia hingga 56,6% pada 2019.



Sisanya tinggal pos investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) dan konsumsi pemerintah. Jika nilai PMTB dan konsumsi pemerintah juga tak bisa diharapkan maka bisa saja pertumbuhan ekonomi kuartal pertama semakin tertekan. Bahkan bisa di bawah 5% lagi. Semoga saja tidak terjadi.



Apalagi ekonomi Indonesia dan China sangatlah terhubung. Menurut kajian Bank Dunia, kalau ekonomi China terpangkas 1 persen poin saja maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa terpangkas 0,3 persen poin.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(twg/twg)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular