Cadangan Devisa RI Januari, Hampir Tertinggi Dalam Sejarah

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
07 February 2020 11:44
Cadangan Devisa RI Januari, Hampir Tertinggi Dalam Sejarah
Foto: Ilustrasi Uang Dolar/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa bulan Januari melonjak tinggi dibanding bulan sebelumnya dan nyaris yang tertinggi dalam sejarah. Salah satu penyebabnya adalah pemerintah yang menerbitkan global bond.

Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa tanah air bulan Januari sebesar US$ 131,7 miliar. Angka ini meningkat US$ 2,5 miliar dibanding bulan lalu. Bahkan posisi cadangan devisa bulan Januari 2020 nyaris menyamai rekor tertinggi pada Januari tahun 2018 sebesar US$ 132 miliar.



BI mengatakan dengan posisi cadangan devisa sebesar itu setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional.

Adapun peningkatan cadangan devisa pada Januari 2020 terutama didorong oleh utang melalui penerbitan global bond pemerintah, penerimaan devisa migas, dan penerimaan valas lainnya.

Pada awal Januari 2020, pemerintah melalui kementerian keuangan menerbitkan surat utang global dengan denominasi valuta asing (valas). Menurut keterangan resmi Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) kemenkeu, global bond terbit dalam dua mata uang yaitu dolar AS dan euro.

Pemerintah menerbitkan surat utang global dengan denominasi dolar AS dalam dua seri yaitu RI0230 senilai US$ 1,2 miliar dengan tenor 10 tahun dan seri RI 0250 senilai US$ 800 juta bertenor 30 tahun.

Sementara untuk surat utang yang berdenominasi euro, pemerintah menerbitkan obligasi global dengan seri RIEURO227 yang terbit senilai EUR 1 miliar untuk tenor 7 tahun. Aliran masuk valas ini menyebabkan cadangan devisa menggemuk.

Rupiah yang mengalami penguatan juga membuat kebutuhan BI stabilisasi nilai tukar rupiah juga boleh terbilang minim. Rupiah terus mencatatkan tren penguatan sejak awal tahun.

Di awal tahun rupiah diperdagangkan di level Rp 13.884/US$ dan kemarin (6/2/2020) nilai tukar rupiah ditutup di level Rp 13.615/US$. Artinya sejak awal tahun rupiah telah menguat 1,9% secara point to point.



Rupiah memang terus menguat sejak bulan Desember. Harap maklum karena sentimen sedang bagus. Perang dagang antara dua perekonomian terbesar di dunia yaitu AS dan China mereda.
Pada Desember tahun lalu, AS dan China sepakati perjanjian dagang fase I, membuat selera terhadap risiko pelaku pasar kembali naik. Akibatnya aset-aset berisiko seperti saham dan nilai tukar negara emerging salah satunya Indonesia ikut kena euforia kabar tersebut.

AS dan China resmi tanda tangani kesepakatan dagang fase I pada pertengahan Januari lalu. Kala itu AS diwakili langsung oleh Presiden Donald Trump sementara China diwakili oleh Perdana Menteri Liu He.

Dalam kesepakatan itu, AS berjanji menurunkan tarif impor untuk produk China senilai US$ 120 miliar dari yang sebelumnya 15% menjadi 7,5%. Sebagai balasannya China berjanji untuk membeli berbagai macam barang dan jasa senilai US$ 200 miliar hingga 2021.

Selain itu penguatan rupiah juga bertepatan dengan momen bank sentral AS, The Fed yang mulai melakukan operasi repo. Sejak September tahun lalu, The Fed mulai melakukan operasi repo untuk menurunkan bunga pinjaman overnight yang kala itu mencapai 10%.

Pada 16 September 2019, bank kekurangan uang untuk membeli surat utang pemerintah AS karena bertepatan dengan jatuh tempo pembayaran pajak. Hal ini membuat para pemberi pinjaman tidak mau meminjamkan uangnya jika bunganya kurang dari 10%.

Merespons hal tersebut The Fed langsung memompa likuiditas ke pasar dengan melakukan operasi repo untuk menurunkan suku bunga yang sudah terlampau tinggi itu.

Pada 17 September The Fed cabang New York menyuntikkan US$ 53 miliar ke pasar dan berjanji akan membeli aset-aset berupa surat utang jangka pendek dan efek beragun aset senilai US$ 75 miliar sehari setelahnya.

Operasi repo ini terus dilakukan oleh The Fed sampai saat ini. The Fed menargetkan operasi repo ini akan dilakukan setidaknya sampai April 2020 untuk mencapai target bunga acuan. Bagaimanapun juga banjir likuiditas di pasar ini berdampak pada menguatnya pasar saham dan aset berisiko lainnya. Salah satunya nilai tukar rupiah.

Jadi dapat disimpulkan meningkatnya cadangan devisa bulan Januari 2020 karena ada aliran masuk (capital inflow) dan penguatan rupiah akibat berbagai sentimen positif yang membuat kebutuhan BI untuk stabilisasi jadi lebih minim.


[Gambas:Video CNBC]






TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular